1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah dan DPR Segera Perbaiki UU Cipta Kerja

26 November 2021

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Badan Legislasi (Baleg) DPR menyatakan menghormati putusan MK dan siap memperbaiki UU Cipta Kerja. Sementara ahli hukum menegaskan putusan MK harus ditafsirkan dengan benar.

https://p.dw.com/p/43Van
MK memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan
MK memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depanFoto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture-alliance

Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Christina Aryani menyatakan siap memperbaiki UU tersebut.

"Kami di DPR menghargai putusan MK dan tentunya akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku. Artinya, DPR sangat terbuka untuk melakukan perbaikan hal-hal yang dianggap inkonstitusional sebagaimana diputuskan MK," kata Christina kepada wartawan, Jumat (26/11).

Christina mengatakan putusan MK tersebut harus segera ditindaklanjuti agar selesai sebelum tenggat 2 tahun. Dia mengatakan Indonesia tetap membutuhkan omnibus law untuk membenahi UU yang ada.

"Secara substansi, Indonesia memerlukan metode omnibus law sebagai salah satu cara untuk melakukan pembenahan peraturan perundang-undangan yang ada, utamanya menyangkut masalah tumpang tindih peraturan, ketidaksesuaian materi muatan, hiperregulasi, sampai pada problem ego sektoral," ujar Christina.

"Saya berpendapat omnibus law menjadi jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan peraturan perundang-undangan yang dialami Indonesia secara cepat, efektif, dan efisien serta dapat menjadi solusi untuk melakukan penataan dan harmonisasi existing regulasi," sambung Wakil Rakyat asal Dapil Jakarta Selatan, Pusat, dan Luar Negeri ini.

'Waktu 2 tahun untuk memperbaiki'

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memaknai putusan MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Namun dimaknai pula oleh Pak Airlangga bahwa UU CK dapat dilaksanakan dalam kurun waktu 2 tahun. Tapi apa kata ahli hukum?

"Pendapat itu jelas tidak sesuai dengan putusan MK, baik Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (cluster uji formil) dan Nomor 6/PUU-XIX/2021 (cluster uji materil)," kata ahli hukum Feri Amsari kepada detikcom, Jumat (26/11).

Jika disimak 2 cluster pengujian itu, kata Feri, dapat dipahami dengan terang bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Frasa MK yang memerintahkan melakukan perbaikan selama 2 tahun diperbaiki (dan juga dijelaskan dalam putusan uji materil) sudah sangat terang benderang bahwa pemerintah tidak boleh melakukan tindakan/kebijakan sampai diperbaiki UU aquo.

"Jadi 2 tahun itu bukan untuk diterapkan tetapi 2 tahun itu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja," kata pengajar Universitas Andalas (Unand) Padang itu.

Menurut Feri, memperbaiki prosedur UU Cipta Kerja bermakna memperbaiki tata cara pembentukan agar sesuai ketentuan UU No 12 Tahun 2011 jo UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Termasuk dalam rangka menampung partisipasi publik.

"Jangan sampai yang dilakukan itu memperbaiki UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena itu adalah aturan hukum yang harusnya menjadi pedoman bagi pembentukan UU Cipta Kerja yang lebih baik. Kalau itu terjadi maka UU Cipta Kerja dipaksa dilaksanakan sementara UU yang lain menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja. Selain itu jika dilakukan perbaikan UU pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) maka pembentuk UU menjalankan perintah hakim yang dissenting opinion (D.O), padahal D.O bukanlah amar putusan yang harus dilaksanakan," papar Feri.

Bagi Feri, putusan di atas adalah uji formil penting yang dikabulkan MK. Artinya pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR dikoreksi tatacara pembentukannya. MK memerintahkan sesuaikan dengan ketentuan formil dalam UU PPP.

"Artinya pembentuk UU harus memulai dari tahapan awal pembentukan, terutama soal partisipasi publik yang lemah dan ketidaksesuaian dengan format pembentukan UU yang baik. Dengan demikian, proses pembentukan UU CK harus dimulai dari tahap awal dan harus sesuai dengan konsep 1 cluster isu saja (menggabungkan UU sejenis). Jika masih model UU CK saat ini yang menggabungkan banyak jenis UU maka akan bertentangan dengan UU PPP (juga bertentangan dengan putusan MK)," beber Feri.

Putusan harus dijalankan oleh pemerintah dan DPR dengan benar. Bukan ditafsirkan dapat dilaksanakan 2 tahun, sekali lagi diperbaiki dalam 2 tahun.

"Jika dipaksakan pelaksanaan seluruh tindakan/kebijakan maka akan batal demi hukum bahkan dapat berkonsekuensi pidana korupsi jika merugikan keuangan negara, cacat administratif dan dapat digugat perdata," pungkas Feri.

Pemerintah patuhi putusan

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Merespons putusan MK tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan segera memperbaiki UU Cipta Kerja.

"Setelah mengikuti sidang MK, pemerintah menghormati dan mematuhi putusan MK serta akan melaksanakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan putusan MK yang dimaksud," kata Airlangga, dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Perekonomian RI, Kamis (25/11).

Dalam putusan MK tentang UU Cipta Kerja dinyatakan masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh MK paling lama 2 tahun sejak putusan dibacakan. Kemudian putusan MK juga menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja. (Ed: rap)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Anggota Baleg: DPR Terbuka Perbaiki UU Cipta Kerja

Ahli Hukum: 2 Tahun Waktu Perbaikan, Bukan Menerapkan UU Ciptaker

Patuhi Putusan MK, Pemerintah Segera Perbaiki UU Cipta Kerja