Penelitian untuk Atasi Kemacetan Makassar
5 Mei 2020"Sejak melakukan penelitian master di tahun 2008, Makassar itu sudah macet,” ujar Venny Veronica Natalia, seorang peneliti Interaksi Guna Lahan dan Transportasi di Technishce Universität Berlin. Kemacetan tak hanya menghantui ibu kota Jakarta, tapi juga di Makassar, salah satu kota terbesar di Indonesia.
"Di Kota Makassar, penerapan sistem transit belum berhasil, kurangnya pengguna (transportasi umum) ini dikarenakan sebagian rute melayani kawasan berkepadatan rendah, sehingga demand-nya sedikit. Ini jadi kurang efektif dan efisien untuk operator karena lebih banyak biaya operasional dibanding pendapatannya,” jelas Venny.
Pelayanan moda transportasi publik yang kurang efektif dan efisien, mendorong sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Tingginya angka kepemilikan kendaraan pribadi membuat kemacetan di kota-kota besar kian menjadi, ini berakibat juga pada tingginya biaya untuk melakukan perjalanan.
"Prinsip TOD adalah mengarahkan pembangunan semua fungsi area perkotaan baik kommersial, pendidikan, perkantoran, perumahan berdekatan dengan sarana dan prasarana transportasi publik. Sehingga perjalanan untuk mencapai lokasi kerja atau sekolah dapat dicapai dengan mudah. Fungsi di sekitar pusat transit disdimanaarankan berada dalam radius 500 meter, sehingga masih bisa dicapai dengan berjalan kaki,” jelas Venny.
Lebih rinci lagi ia menjelaskan perlunya dukungan infrastruktur untuk mencapai pusat transit dari lokasi perumahan seperti ketersediaan infrastruktur untuk pejalan kaki, pesepeda, atau kendaraan umum pengumpan (feeder). Dengan demikian penggunaan transportasi massal bisa lebih optimal serta penggunaan kendaraan pribadi bisa dikurangi.
"Jika seseorang mau bekerja atau pergi sekolah dari stasiun itu tinggal jalan kaki, dengan radius kurang lebih 500 meter. Dengan ini transportasi massal bisa lebih optimal, penggunaan kendaraan pribadi bisa dikurangi,” jelas Venny
Untuk melihat hubungan transportasi dengan guna lahan pada kota yang sudah "terlanjur terbentuk” seperti kota-kota di Indonesia, Venny melakukan kajian lewat aspek spasial. Diawali dengan memetakan pusat-pusat kegiatan yang merupakan lokasi tujuan perjalanan. Pusat kegiatan ini diidentifikasi dengan menggunakan built environment dimensions yang dikenal dengan 5D yang terdiri dari density(kepadatan), diversity(keragaman), design(desain), destination accessibility (akses tempat tujuan), dan demand management (pengelolaan permintaan). Setelah itu Venny akan melakukan spatial cluster analysis(analisa kelompok spasial) berbasis Geographic Information System (Sistem Informasi Geografis).
Venny berharap dari hasil analisisnya ia dapat memetakan lokasi pusat kegiatan yang berpotensi menjadi pusat transit. Pusat transit ini kemudian diintegrasikan dengan rencana jaringan sistem transportasi publik. Jalur utama moda transportasi haruslah melayani wilayah yang berkepadatan tinggi.
Selain memetakan pusat kegiatan, analisis pun dapat memetakan kawasan berkepadatan rendah, yang berpotensi dijangkau dengan kendaraan pengumpan (feeder), jalur pesepeda, dan jalur pejalan kaki. Ini disebut juga sebagai last mile access (akses mil terakhir).
Di Jerman, pusat kegiatan berkepadatan tinggi sudah terkonsentrasi pada pusat transit. Jika terjadi perluasan kota, pusat kegiatan tetap berorientasi pada jaringan transportasi publik. Layanan transportasi publik dapat terus stabil, tak kurang peminat.
Tantangan penataan ruang di Indonesia menjadi sangat kompleks karena kota berkembang sangat pesat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, kota pun meluas secara sporadis. Penerapan TOD dalam hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan sisipan.
"Sudah saatnya kebijakan tata ruang mengarahkan pembangunan pusat kegiatan baru yang terkonsentrasi pada pusat-pusat transit, mengarahkan pembangunan kota yang lebih ramping dengan kepadatan tinggi serta membatasi perluasan kota secara horizontal di wilayah sub-urban,” ujar Venny.
Kesulitan Mengumpulkan Data Kepadatan Wilayah
"Masalah yang paling utama dari Indonesia adalah belum ada data lengkap yang merekam karakteristik pergerakan penduduk kota,” jelas Venny, "Kalau di Jerman datanya lengkap tapi saat ini terbentur The General Data Protection Regulation (Regulasi Umum Perlindungan Data), karena kita harus menghormati privasi pribadi, data pergerakan secara individual tidal lagi sepenuhnya digunakan. Dulu mungkin kita bisa tahu kemana saja pergerakan orang dalam sehari, tapi kini cuma bisa tahu pergerakan dalam tingkat Kiez(distrik - Kecamatan).”
Semakin merinci suatu data (disagregat), sebenarnya semakin baik hasil penelitian, namun kini Jerman terus mengembangkan indikator baru yang bisa membantu riset ini.
Untuk meneliti kasus di Makassar, awalnya Venny ingin melakukan wawancara dengan target 500 sample, tapi ini akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Dari konsultasi bersama koleganya, Venny menggunakan data opensource, sehingga tidak mengacu semata pada pada pergerakan orang tetapi lebih kepada data penggunaan lahan dan karakteristik fisik perkotaan. Dinas Tata Kota Makassar pun membantu menyediakan data fungsi lahan.
Budaya Menggunakan Transportasi Publik
Beruntung belajar di Berlin, meski tidak punya mobil atau motor Venny leluasa bepergian kemanapun. Layanan transportasi publik di Berlin sudah bisa memberikan kenyamanan dan kemudahan melakukan perjalanan sehari-hari.
Beragam faktor membuat penggunaan transportasi publik di Indonesia, belum menjadi priotitas banyak pihak. Masih tingginya ketergantungan pada kendaraan pribadi, dan terbatasnya layanan transportasi publik yang aman dan nyaman. Banyak yang kemudian memilih layanan ojek atau Taxi Online yang menawarkan kenyamanan dengan harga yang kompetitif. Tak heran, ojek online kian menjamur menjawab kebutuhan pasar akan moda transportasi. Namun disisi lain ojek online ini pun menambah jumlah kendaraan berlalu lalang di jalanan.
"Kebijakan penataan ruang merupakan payung utama pembangunan kota-kota di Indonesia. Untuk mengadopsi sistem transit, saya menyarankan hirarki pelayanan transportasi publik dan pembagian zonasi dapat dimasukkan dalam kebijakan penataan ruang yakni jaringan transit, yang melayani zona berkepadatan tinggi dan last mile access yang melayani transportasi berkepadatan rendah,” saran Venny. (fs/yf)
***Venny Veronica Natalia adalah kandidat doctorat yang memfokuskan penelitiannya pada bidang Land use and Transport Interaction (LUTI) dari Institute of Urban and Regional Planning, Technishe Universität Berlin. Venny juga dosen Prodi Teknik Perencanaan Wilayah dah Kota Universitas Hasanuddin.