Kasus COVID-19 Melonjak, Rumah Sakit Berhemat Oksigen
7 Juli 2021Sejumlah rumah sakit di Indonesia menyatakan kewalahan menangani membludaknya pasien COVID-19. Sementara kekurangan oksigen dilaporkan di beberapa daerah. Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, hingga Selasa (06/07) Indonesia kembali mencetak rekor angka kematian sebanyak 728 orang akibat COVID-19 sehingga total angka kematian nasional menjadi 61.868 kasus. Sementara angka harian terkonfirmasi sebanyak 31.189 membuat jumlah kasus terkonfirmasi menjadi 2.345.018.
Rumah Sakit (RS) dr. Sardjito Yogyakarta bahkan melaporkan setidaknya 63 pasien meninggal dunia dalam kurun waktu dua hari dan 33 di antaranya meninggal setelah pasokan oksigen habis. Sementara di Jakarta, Gubernur Anies Baswedan mengatakan jumlah pemakaman dengan protokol COVID-19 meningkat 10 kali lipat pada periode Mei hingga Juli.
Platform laporan warga tentang wabah ini, yakni LaporCovid-19, melaporkan sedikitnya 265 penderita COVID-19 meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di rumah. Kebanyakan mereka tengah berupaya mencari fasilitas kesehatan dan menunggu antrean untuk mendapat perawatan di IGD di rumah sakit dalam waktu satu bulan terakhir.
"Ini merupakan fenomena puncak gunung es dan harus segera diantisipasi untuk mencegah semakin banyaknya korban jiwa di luar fasilitas kesehatan. Selain memperkuat fasilitas kesehatan dan sumber daya tenaga kesehatan, harus ada pembatasan mobilitas secara ketat untuk mencegah terus melonjaknya laju penularan kasus yang akan meningkatkan risiko kematian," kata inisiator platform LaporCovid-19, Irma Hidayana, kepada DW.
Rumah sakit mengirit pemakaian oksigen
Dokter Sagiran, dokter sekaligus pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di RS Nur Hidayat di Bantul Yogyakarta, mengakui pasokan oksigen memang sangat kurang dalam seminggu terakhir. RS pun terpaksa memulangkan pasien karena tidak bisa memberi oksigen.
"Memang oksigen dalam lima hari kemarin kurang, kami bahkan harus menunda semua jadwal operasi yang tidak darurat," kata dr. Sagiran kepada DW Indonesia. "Dalam sehari, untuk RS kecil seperti kita saja butuh 20 tabung oksigen. Sementara seminggu terakhir yang datang paling 5 tabung oksigen sehingga kami harus irit-irit memakainya."
Sementara, ujar dia, antrean pasien masih terlihat mengular di beberapa rumah sakit. Beberapa bahkan mendirikan tenda darurat untuk merawat pasien.
"Semua (pasien di) puskesmas dan klinik menumpuk, bed occupancy rate untuk kamar isolasi dan pasien kritis mencapai 100 persen," ujarnya.
Lelah tapi pantang mundur
Keadaan ini membuat dokter di rumah sakit kewalahan karena banyak dokter yang juga terpapar COVID-19 dan tidak bisa praktik karena harus menjalani isolasi mandiri.
"Kami terpaksa meminta mahasiswa tingkat akhir dan dokter muda untuk membantu menjadi relawan di rumah sakit," kata dr. Sagiran seraya menambahkan di Bantul sendiri ada 32 dokter yang terpapar COVID-19.
Ia mengatakan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan membuat kasus di Yogyakarta meningkat. Apalagi masih banyak warga yang mengadakan perayaan pernikahan, perkumpulan pengajian, dan takziah.
"Ini sangat ironis sekali, ya sedih tapi mau mengeluh bagaimana itu tugas kita. Saya sangat menyayangkan di saat kami bertugas pantang mundur dengan kemampuan terbatas, namun di sisi lain juga ada masyarakat yang gelar pesta. Kami tidak boleh menyerah," ujarnya.
Sebelumnya DW Indonesia juga mewawancarai salah satu dokter di Kudus, Jawa Tengah. DW kembali menanyakan dr. Rini mengenai perkembangan terbaru di rumah sakit tempatnya bekerja. Ia mengatakan meskipun keadaan sudah membaik, kapasitas tempat tidur masih saja penuh.
"Bulan lalu, delapan pasien meninggal setiap hari, sekarang sudah mendingan, kesadaran memakai masker juga meningkat," kata dr. Rini.
Angka positif diperkirakan lebih besar lagi
Pakar epidemiologi dari Griffith University di Australia, Dicky Budiman, kembali memperingatkan bahwa jumlah keseluruhan angka positif COVID-19 berpotensi jauh lebih banyak daripada jumlah dalam data resmi yang dilaporkan akibat rendahnya kapasitas testing, terutama di luar kota Jakarta.
"Data yang ada sekarang ini hanya 10 persen dari data aktual yang sebenarnya. Bukan lagi double atau triple tapi lima kali lebih banyak. 21 hari yang lalu saja berdasarkan perhitungan kami sudah lebih dari 95 ribu kasus. Apalagi sekarang mungkin sudah lebih dari 100 ribu kasus per harinya," kata Dicky.
Dicky memperkirakan puncak pagebluk gelombang dua di Indonesia akan tercapai pada Juli - Agustus dan akan segera meledak dalam beberapa hari ke depan.
Ia menyarankan pemerintah segera memberikan suntikan booster untuk tenaga kesehatan mengingat kemunculan varian Delta dengan penularan enam kali lebih cepat. "Bisa dengan suntikan yang sama, Sinovac atau dengan vaksin lainnya yang dinilai ampuh melawan virus Delta itu," kata dia.
Meskipun telah divaksin, angka kematian masih tenaga medis terus bertambah. Berdasarkan data IDI pusat per 28 Juni, sebanyak 1.031 tenaga medis meninggal karena kasus COVID-19 sejak Maret tahun lalu, 405 di antaranya adalah dokter. Sementara dari Februari hingga Mei 2021, ada 61 dokter meninggal, 14 di antaranya tercatat telah menerima vaksin lengkap.
Pemerintah percepat vaksinasi
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah akan mempercepat program vaksinasi dan meningkatkan pengetesan, pelacakan dini untuk mencegah varian Delta semakin menyebar.
"Varian ini sangat menular, enam kali lebih cepat sehingga orang yang tidak memakai masker bisa ketularan dalam hitungan detik," katanya.
Pihaknya juga akan terus menambah pasokan vaksin yang ada hingga memenuhi target sejumlah 400 juta dosis. "Saat ini Indonesia ada 99,2 juta dosis dan yang sudah kita distribusi sekitar 45 juta dosis. Kita terus akan ada menerima sesuai tahapan sejumlah 400 juta dosis."
"Untuk mencegah penyebaran hoaks kami juga akan edukasi masyarakat terus-menerus, mengajak tokoh masyarakat setempat dan juga sosialisasi melalui kader kesehatan," ujar Siti Nadia Tarmizi kepada DW Indonesia.
Hingga Selasa, sebanyak 14,2 juta orang telah mendapatkan dosis lengkap vaksin COVID-19. Jumlah ini masih jauh dari target pemerintah membarikan vaksin lengkap kepada 181,5 juta orang untuk menciptakan kekebalan komunitas pada April 2022.
Indonesia telah menerima total 105,6 juta dosis vaksin yang terdiri dari 94,5 juta dosis vaksin dari Sinovac, 9,1 juta dosis dari AstraZeneca dan 2 juta dosis vaksin dari Sinopharm.
"Kami punya berbagai macam vaksin, dan cukup untuk memvaksinasi 100 persen dari populasi 18 tahun di Indonesia," ujar Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam sebuah diskusi yang dihadiri wartawan beberapa waktu lalu.
Pihaknya terus mempercepat vaksinasi di masyarakat untuk menekan penularan virus COVID-19 dengan memasang target baru 5 juta vaksinasi per hari.
"Juli ini 1 juta vaksinasi, kemudian target Agustus 2 juta per hari dan perintah presiden kalau perlu dinaikkan sampai 5 juta per hari," kata Budi. Ia memastikan pada Juli, akan datang 31 juta dosis vaksin dan pada Agustus akan datang lagi 45 juta vaksin.
Terkait pasokan oksigen, pemerintah mengatakan telah memesan 10 ribu tabung oksigen konsentrator dari Singapura dan akan mengalihkan 100 persen pasokan oksigen untuk industri ke pasokan untuk medis selama dua pekan mendatang.
"Itu sekarang kita pesan 10 ribu dan sebagian sudah datang pakai pesawat Hercules dari Singapura dan juga kita akan ambil dari tempat lain bila kita rasa masih kurang," kata Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dalam konferensi pers virtual di Jakarta. (ae)