Herd Immunity Disebut Sulit Tercapai Lewat Vaksin Nusantara
19 April 2021Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra menjelaskan vaksinasi Nusantara tampaknya sulit mencapai herd immunity. Pasalnya, pengembangan vaksin berbasis sel dendritik ini disebut Hermawan fokus pada individu atau masing-masing orang yang akan divaksinasi.
"Pertama vaksin ini sangat personalized, artinya intervensi personal akan berbeda nanti dengan makna vaksin yang kita gunakan saat ini yang memang akan bisa digeneralisir," kata Hermawan dalam webinar 'Siapa Suka Vaksin Nusantara?' Minggu (18/04).
Hal ini menurutnya bertolak belakang dengan tujuan vaksinasi COVID-19 selama ini. Kata dia, mekanisme vaksin Nusantara seperti mustahil memicu herd immunity lantaran sel dendritik didapatkan pada perorangan.
Ia juga menyoal perihal pengembangan vaksin dendritik yang kemungkinan harus memakan biaya besar karena terdapat semacam uji kultur. Padahal, Hermawan menilai vaksin harus 'affordable' dan mampu dijangkau semua pihak.
"Kalau kita bayangkan kita ambil contoh program vaksinasi untuk menyasar 181,5 juta orang, anggaplah. Kan goal daripada vaksinasi ini kan untuk menimbulkan herd immunity, jadi bayangkan secara paradigma herd immunity ini kalau intervensinya hanya intervensi per orang," jelasnya.
"Kemudian nanti vaksin untuk orang tertentu, tidak bisa digeneralisir berbagai kalangan, maka sulit kita mewujudkan herd immunity yang memang misi daripada vaksinasi itu adalah imunitas kelompok, yang pada akhirnya ini adalah pendekatan nasional," lanjut Hermawan.
Vaksin Nusantara bukan program dari TNI
Tentara Nasional Indonesia (TNI) angkat bicara soal kontroversi vaksin nusantara. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P menyampaikannya dalam konferensi pers, Senin (19/04).
"Vaksin nusantara bukanlah program dari TNI," tegas Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P.
Meski demikian, TNI tidak menampik adanya dukungan terhadap riset tersebut.
"TNI akan selalu mendukungnya dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh badan pengawas obat dan makanan BPOM," tambah Achmad.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain mencakup keamanan, efikasi atau kemanjuran, dan kelayakan. Soal uji klinis yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto, ditegaskan bahwa hal itu diatur dengan mekanisme kerja sama.
"Penggunaan fasilitas kesehatan dan tenaga ahli kesehatan dan atau peneliti akan diatur dengan mekanisme kerja sama sebagai dasar hukum atau legal standing dan tanpa mengganggu tugas-tugas kedinasan atau tugas pokok satuan," tandas Achmad.
Apa kata Menkes?
Di tengah adu argumen tentang vaksin nusantara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin selama ini terkesan lebih banyak diam. Bukan tanpa alasan, menurutnya riset vaksin adalah sesuatu yang sangat scientific dan sebaiknya diperdebatkan di tataran keilmuan melalui jurnal ilmiah.
"Sangat oke kok untuk berdebat di jurnal ilmiah, malah kadang-kadang tajam sekali," kata Menkes Budi dalam diskusi daring, Minggu malam (18/04).
Menkes Budi menegaskan, pada dasarnya pihaknya mendukung setiap riset pengembangan vaksin. Namun faktor keamanan dinilainya harus diutamakan, mengingat vaksin adalah produk yang disuntikkan pada orang sehat. Jangan sampai yang tadinya sehat malah jadi tidak sehat.
"Bener-bener harus dibikin berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah dan protokol kesehatan yang baku dan tepat. Itu tolong jangan di-cross, jangan di-shortcut, jangan di-cut corners," pesannya. (Ed: rap/ha)
Baca selengkapnya di: Detik News
IAKMI: Herd Immunity Sulit Tercapai Lewat Vaksinasi Nusantara, Ini Alasannya
Kapuspen: Vaksin Nusantara Bukan Program TNI
Masih Ribut-ribut Vaksin Nusantara? Saran Menkes, Debatnya di Jurnal Saja