1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan Hukum

Enam Laskar FPI yang Tewas dalam Kasus KM 50 Jadi Tersangka

4 Maret 2021

Tim advokasi bingung mengambil langkah hukum atas penetapan status tersangka tersebut, karena tersangka sudah meninggal dunia. Tim advokasi berharap polisi menegakkan hukum berdasarkan undang-undang.

https://p.dw.com/p/3qBLe
Foto Ilustrasi selongsong peluru di TKP
Enam laskar FPI yang tewas dalam kasus KM 50 ditetapkan sebagai tersangkaFoto: AFP/P. Pardo

Bareskrim Polri menetapkan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas dalam insiden penembakan di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 sebagai tersangka. Tim advokasi enam laskar FPI yang tewas itu meminta polisi melihat kembali undang-undang terkait dalam menegakkan hukum.

"Semua tahu kan, ini kan jelas kalau menurut hukum, kita kalau pakai hukum, bertugas atau menegakkan hukum ini melihat Pasal 77 KUHP. Kan gitu," kata ketua tim advokasi laskar FPI, Hariadi Nasution, kepada wartawan, Kamis (04/03).

Hariadi menyebut, pada Pasal 77 KUHP dijelaskan bahwa tuntutan pidana dihapus ketika tertuduh sudah meninggal dunia. Dia mengatakan aturan itu sudah jelas.

"Untuk apa gitu loh. Pasal 77 KUHP jelas kan, ketika tersangka meninggal dunia statusnya. Pasal 77 KUHP, kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia," tutur dia.

"Ya kalau ditetapkan sebagai tersangka, mau ngapain? Mau P21 nanti kayak Habib Rizieq atau yang lain. P21 kan berarti kejaksaan, silakan saja kejaksaan, kalau sudah dilimpahkan ke kejaksaan, nanti kan P21 tahap kedua dan sebagainya ke pengadilan bisa nggak? Udah meninggal dunia, nggak ada," sambungnya.

Hariadi menduga polisi menempatkan diri di atas hukum. Hariadi menegaskan undang-undang adalah hukum tertinggi.

"Artinya, polisi kayak menempatkan dirinya di atas undang-undang atau kayak lebih tinggi dari undang-undang, atau kayak nggak ngikuti aturan gitu loh. Aturan di undang-undang itu nggak gitu. Undang-undang kan menyatakan gitu, jadi kayaknya lebih tinggi dari undang-undang. Seperti itu kalau kita lihat ya kalau emang ditetapkan sebagai tersangka orang sudah meninggal," ucap dia.

Hariadi mengatakan tim advokasi bingung mengambil langkah hukum atas status tersangka ini, karena tersangka sudah meninggal dunia. Hariadi berharap polisi menegakkan hukum berdasarkan undang-undang.

"Mau langkah hukum apaan? Orang sudah meninggal. Kan nanti upayanya ditahan, tersangka ditahan, tersangka ditahan di mana? Orang udah meninggal. Seandainya diperiksa, tapi ada saksi lagi, diperiksa segala macam. Lah, terus saksinya juga nggak mau diperiksa, 'tersangkanya meninggal, Pak, udah nggak ada'. Makanya tempatkanlah hukum itu sesuai dengan kedudukan hukum itu. Kita penegak hukum, itu hukum itu sendiri, bukan kita yang jadi di atas, seperti di atas undang-undang," kata dia.

"Tersangka dulu, pengadilan yang putuskan"

Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan enam anggota laskar FPI yang tewas dalam insiden di Tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka kasus Km 50. Keenam anggota laskar FPI itu diduga melakukan kekerasan.

"Iya jadi tersangka enam orang itu. Yang (Pasal) 170 itu memang sudah kita tetapkan tersangka, sudah ditetapkan tersangka. Kan itu juga tentu harus diuji, makanya kami ada kirim ke jaksa, biar jaksa teliti," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Andi Rian Djajadi saat dihubungi detikcom, Rabu (03/03).

Andi menyebut enam anggota laskar FPI itu bisa ditetapkan sebagai tersangka meskipun sudah meninggal dunia. Menurut Andi, nantinya pengadilan yang akan memutuskan.

"Iya, bisalah. Kan jadi tersangka dulu, baru nanti pengadilan yang putuskan bagaimana ke depan," tuturnya.

Pasal pembunuhan dan penganiayaan untuk tiga polisi terlapor

Bareskrim Polri menerapkan pasal pembunuhan dan penganiayaan kepada 3 anggota Polda Metro Jaya dalam kasus unlawful killing terhadap 4 laskar Front Pembela Islam (FPI) pada insiden di Tol Jakarta-Cikampek Km 50. Pasalnya, 4 dari 6  laskar FPI masih hidup ketika dibawa dengan menggunakan mobil petugas sebelum tewas.

"(Dasar penyelidikan) Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 338 (KUHP). Tentang pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatkan mati," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi saat dihubungi, Rabu (03/03) malam.

Polisi telah menerima laporan terhadap tiga anggota Polda Metro Jaya dalam insiden KM 50 ini. Meski begitu, kasus tersebut masih dalam penyelidikan sehingga belum ditentukan tersangka.

Berikut bunyi kedua pasal itu:

Pasal 338 KUHP: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 351 ayat (3): Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Sebelumnya, tiga personel Polda Metro Jaya dilaporkan terkait dugaan unlawful killing terhadap laskar FPI yang tewas dalam insiden 'Km 50'. Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengonfirmasi bahwa LP terkait dugaan unlawful killing terhadap laskar FPI tersebut sudah terbit.

"Sudah, LP-nya sudah. Lupa saya tanggalnya, minggu lalu. Iya (terlapor 3 orang)," ujar Andi saat dihubungi detikcom, Rabu (03/03).

Andi mengatakan penyelidikan akan dilakukan terlebih dahulu untuk menemukan bukti permulaan. Pasalnya, dibutuhkan bukti permulaan sebelum bisa ditentukan naik ke tahap penyidikan.

"LP kan sudah dibuat, tentu jaksa menunggu. Kita lakukan penyelidikan dulu untuk temukan bukti permulaan. Kan permulaan dulu baru bisa ditentukan naik sidik (penyidikan)," tuturnya. (Ed: gtp/rap)

 

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

6 Laskar FPI yang Tewas Jadi Tersangka, Tim Advokasi: Mau Diapain?

Polri Gunakan Pasal Pembunuhan-Penganiayaan di Kasus Unlawful Killing Km 50