1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Data Kematian COVID-19 yang Dihapus Akan Dipakai Lagi

12 Agustus 2021

Jubir Menko Marves, Jodi Mahardi, mengatakan bahwa angka kematian yang hilang dari indikator penanganan COVID-19 tengah dirapikan. Pemerintah saat ini juga sedang menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi COVID-19.

https://p.dw.com/p/3yryO
Angka kematian yang dikeluarkan dari indikator penanganan COVID-19 akan dipakai lagi usai dirapikan
Angka kematian yang dikeluarkan dari indikator penanganan COVID-19 akan dipakai lagi usai dirapikanFoto: Rezas/Getty Images/AFP

Jubir Menko Marves, Jodi Mahardi, memastikan pemerintah bakal kembali memakai data kematian Corona (COVID-19) setelah dirapikan terlebih dulu. Jodi menyebut data indikator kematian dalam asesmen level PPKM hanya tidak dipakai sementara waktu.

"Bukan dihapus, hanya tidak dipakai sementara waktu karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang, sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian," ucap Jodi kepada wartawan, Rabu (11/08).

Jodi mengatakan kesalahan data indikator kematian ini terjadi karena adanya keterlambatan laporan lantaran data yang menumpuk dan dicicil. Kondisi ini, kata dia, bisa menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.

"Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah," ucapnya.

Tak hanya itu, dia menyebut selama lebih dari 21 hari kemarin banyak kasus aktif yang juga tidak ter-update. Sehingga pemerintah, menurutnya, akhirnya mengambil langkah untuk menghilangkan dahulu angka kematian agar diperbaiki lebih dulu.

"Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan di-include (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi," jelasnya.

Epidemiolog peringatkan bahaya hapus data kematian

Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menjelaskan dampak yang bisa terjadi terhadap pandemi COVID-19 di Indonesia jika indikator kematian dihilangkan dari update harian. Dia menyebut hilangnya angka indikator kematian bisa berakibat pada salahnya pengambilan strategi dalam menghadapi pandemi.

"Kita jadi kehilangan pedoman ya dan berbahaya ini, jadi nanti pandemi ini berlangsung tanpa kita bisa monitor dengan baik dan arah strategi kita juga jadi enggak jelas, jadi salah strategi sangat besar," ucapnya.

Dicky beralasan salah strategi bisa terjadi karena angka kematian inilah yang menjadi dasar penilaian performa. Tanpa indikator kematian, Dicky memastikan akan timbul ketidakjelasan kematian di tengah masyarakat akibat Corona.

"Karena angka kematian ini jadi dasar penilaian performa juga, jadi ya akan bukan hanya sekarang bukan hanya jadi bahaya senyap, tapi sudah akan nyata kalau kematian itu, karena kita sudah ada dalam kondisi pandemi ini sudah lanjut, sudah bukan tahap awal dan ini artinya akan timbul kematian di masyarakat yang akhirnya enggak jelas," jelasnya.

"Karena ketidakjelasan itu akhirnya responsnya, mitigasi mencegah kematian, itu jadi enggak ada, gitu, karena enggak teridentifikasi, enggak jadi pembelajaran program," lanjutnya.

Pemerintah siapkan strategi jangka panjang

Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan agar masyarakat Indonesia harus bisa beradaptasi dengan COVID-19. Bahkan, ada kemungkinan COVID-19 berpeluang hidup berdampingan dengan masyarakat dalam jangka waktu yang tidak sebentar.

Oleh karena itu, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan Indonesia tengah menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi COVID-19. Pemerintah selalu berhati-hati dalam mengambil setiap kebijakan dalam penanganan pandemi COVID-19 serta berupaya maksimal dalam pemulihan ekonomi nasional.

"Untuk itu upaya terbaik yang bisa kita lakukan dalam menjalani dinamika yang ada, ialah memaksimalkan berbagai upaya pengendalian secara paralel untuk upaya proteksi maksimal," tutur Wiku dilansir dari website covid19.go.id, Kamis (12/08).

Ke depannya pemerintah juga akan senantiasa memantau kondisi COVID-19 secara aktual. Hal ini demi mengambil kebijakan yang tepat baik dalam hal penanganan kesehatan maupun pemulihan ekonomi.

Wiku menjelaskan berdasarkan hasil rapat terbatas, evaluasi penerapan PPKM wilayah Jawa - Bali akan dilakukan setiap 1 kali seminggu. Sementara evaluasi untuk wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua akan dilakukan setiap 2 minggu sekali.

"Perubahan kebijakan yang dilakukan pemerintah merupakan bentuk kehati-hatian, agar masyarakat tetap aman, yang disertai pemberian peluang agar masyarakat tetap produktif," imbuh Wiku.

(Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di:  DetikNews

Jubir Luhut: Data Kematian COVID Dipakai Lagi Usai Dirapikan

Hadapi COVID-19, Pemerintah Tengah Siapkan Strategi Jangka Panjang