Yang Menggoda itu Takjil!
Tiap bulan Ramadan, makanan khas untuk berbuka atau takjil dijual untuk semua orang tanpa memandang apakah ia berpuasa atau tidak. Semua orang bisa beli takjil. Dari yang manis hingga gurih, mana yang kamu suka?
Ramadan tak lengkap jika tanpa takjil
Bak jamur di musim hujan, penjual takjil atau makanan khas berbuka puasa pun tumbuh subur di berbagai sudut kota. Mereka hadir dengan menjajakan berbagai kuliner tradisional jelang jam berbuka puasa.
Dari kolak hingga gorengan
Takjil-takjil yang dijual sebenarnya tak jauh berbeda dari tahun ke tahun. Di tiap lapak, pasti menghadirkan kolak, biji salak, bubur sumsum, dan aneka gorengan seperti tahu isi, bakwan, lumpia, sampai pastel. Tak ketinggalan, lontong dan arem-arem juga jadi pelengkapnya.
Makanan tradisional juga bisa ditemukan
Selain gorengan dan kolak, ada berbagai jenis kue tradisional yang dijual di lapak-lapak takjil. Beberapa di antaranya adalah bugis, cantik manis, lupis, ketan sarikaya, sampai lamang tapai khas Padang.
Aneka pilihan minuman untuk batalkan puasa
Selain camilan, aneka es juga jadi pilihan untuk menuntaskan dahaga kala berbuka puasa. Es sirup, es campur, es teler, dan sop buah banyak diminati. Tak ketinggalan, es kelapa muda, es segar dan sehat pun jadi pilihan.
Tidak cukup hanya beli satu jenis
Seolah tak cukup satu jenis takjil, kebanyakan orang sering kali tak kuasa menahan keinginan usai melihat aneka hidangan yang berwarna-warni mulai dipajang di meja-meja dadakan di pinggir jalan.
Kompetisi war takjil
Di tahun ini, semarak takjil diwarnai dengan istilah war takjil. War takjil berarti ‘perang’ untuk mendapatkan takjil yang diinginkan. Pertarungan ini terjadi antara umat muslim dengan nonmuslim. Namun, alih-alih jadi isu sensitif, war takjil justru jadi sebuah candaan yang dianggap jenaka.
Mempererat kerukunan dan tali persaudaraan
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Profesor Dr. Bagong Suyanto mengatakan bahwa momen takjil war bisa mempererat tali persaudaraan dan kerukunan antarumat beragama.
Pesan moral saling menghormati antarumat beragama
Prof. Bagong menambahkan bahwa fenomena ini adalah tren baik. Fenomena ini mengandung pesan moral untuk saling menghormati meski memeluk agama yang berbeda. “Saya rasa ini tren yang baik, supaya memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa meski berbeda agama tetap harus saling menghormati satu sama lain,” ujar dia dalam sebuah pernyataan. (ae)