Pendukung ISIS Yang Dideportasi Akan Jalani 'Deradikalisasi'
7 Februari 201775 warga negara Indonesia yang dideportasi dari Turki dan negara-negara lain karena diduga akan bergabung dengan kelompok teroris ISIS, akan menjalani "proses deradikalisasi", kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius.
Wartawan untuk pertama kalinya diizinkan menjenguk mereka yang ditahan hari Minggu (3/2) lalu. Dari 75 orang, ada 41 lelaki dewasa. Sisanya adalah perempuan dan anak-anak, termasuk anak balita. Mereka ditahan di sebuah kamp penampungan di luar Jakarta.”Anak-anak ada yang berumur 3 minggu. Dan hubungan mereka keluarga, ada ayah, ibu dan anak,” katanya.
Mereka yang dideportasi oleh otoritas Turki adalah 72 WNI, dideportasi dari Singapura 2 WNI dan satu WNI dideportasi dari Jepang.
Menurut Suhardi Alius, di antara yang ditahan ada sejumlah warga berpendidikan, termasuk sejumlah sarjana. "Sebelumnya ada pandangan, penyebab pergeseran ideologi adalah ketidakadilan, kemiskinan dan kesenjangan sosial. Namun (situasinya sekarang) berubah. Orang-orang terdidik ini juga juga terinspirasi. Artinya, ini memang terkait dengan ideologi," kata Suhardi.
"Mereka berhasil sampai di Turki, tapi begitu sampai di sana mereka tidak bisa masuk ke Suriah, mereka tertahan di perbatasan Turki," jelasnya."Sebagian ada yang sampai 11 bulan di sana. Ada yang baru tiba, ada pula yang sudah setahun," tambah Suhardi.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, anak-anak yang tadinya akan direkrut menjadi anggota ISIS perlu perhatian khusus. "Kami tidak akan memisahkan anak-anak ini dari orangtuanya," kata Khofifah. "Beberapa dari mereka masih trauma dengan penangkapan, dan ketika mereka berada di penjara di Turki," jelas dia.
Salah satu WNI yang dideportasi dari Turki sarjana lulusan Australia Triyono Utomo Abdul Sakti, pejabat Kementerian Keuangan Golongan IIIC yang memboyong keluarganya untuk pindah ke Suriah.
hp/ap (ABC Australia, JawaPos.com)