Warga Turki Tunjukkan Solidaritas bagi Etnis Uigur di Cina
14 Juli 2009Di berbagai kota di Turki dilancarkan aksi protes menentang penekanan yang dilakukan penguasa Cina terhadap etnis minoritas Uighur yang beragama Islam di provinsi Xinjiang. Padahal etnis Uigur yang berada di kota Istanbul dan Kayseri, di bagian timur Anatolia hanya berjumlah sekitar 5500 orang. Sejarah panjang yang melatarberlanginya merupakan dorongan besar untuk melakukan aksi protes tersebut.
Tokoh legendaris Uigur keturunan Turki yang hidup dipengasingan, Eysa Yusup Alptekin, dalam kongres internasional pertama Turkistan pada tahun 1991, bertekad untuk menyatukan bangsa Turki, termasuk keturunannya yang berada di provinsi Xinjiang, Cina, juga untuk menyatukan agama dan budayanya. Itu terutama bagi etnis Turki, Usbek, Kasastan dan Uighur.
Tapi etnis Uigur yang tinggal di Istanbul yang tergabung dalam dua perhimpunan dan sebuah yayasan, sejak lama mengetahui, bahwa ambisi yang besar itu tidak akan terwujud. Ketika Republik Rakyat Cina dibentuk tahun 1949, etnis Cina Uighur hidup sebagai sebuah kelompok masyarakat di Istanbul. Sejak itu, sikap pemerintah Turki terhadap mereka tergantung dari situasi politik.
Erol Cihangir, pemilik dan penerbit majalah "Turban " di Istanbul, menuding pejabat Turki tidak memprioritaskan kewarganegaraan mereka. „Sama sekali tidak ada yang mengatakan, saudaraku datanglah ke sin., Anda akan mendapatkan kewarganegaraan Turki, karena melarikan diri dari Cina. Dan diberlakukan prosedur yang sama, sepertinya halnya etnis Kurdi yang datang dari Irak. Saya pikir dalam masalah ini, Turki bersikap lebih kaku dibandingkan dengan negara Eropa.“
Sementara Sehr Zengi, seorang perempuan muda dari perhimpunan budaya Turkistan Timur tidak hanya kecewa terhadap Turki, melainkan juga terhadap negara lain, yang penduduknya berasal dari etnis Turki. Ia mengatakan: „Kami menggantungkan harapan besar, ketika Kasastan, Usbekistan dan negara lain dengan etnis Turki meraih kemerdekaan, agar negara-negara ini mendukung warga Uigur menentang kekuasaan Cina. Tapi harapan ini sia-sia. Juga Turki sama sekali tidak melakukannya, meskipun sekarang Perdana Menteri Erdogan menyampaikan protes.“
Günter Seufert/Asril Ridwan
Editor: Yuniman Farid