031210 D Studie Islam
14 Desember 2010Hasil kajian Universitas Münster mengungkapkan mayoritas warga Jerman lebih menunjukkan sikap yang tidak toleran terhadap pemeluk Islam dibandingkan dengan di negara Eropa lain. Kajian ini berdasarkan hasil jajak pendapat mengenai keanekaragaman agama di Eropa. Dan jajak pendapat ini dilakukan di Jerman, Perancis, Denmark, Belanda, dan Portugal bekerjasama dengan lembaga jajak pendapat Emnid.
Sosiolog Niels Friedrich mengungkapkan alasan dipilihnya negara-negara tersebut
„Dipilihnya responden dari kelima negara ini, berdasarkan kepada peringkat keanekaragaman agama di negara tersebut. Di Jerman yang jumlah pemeluk agama Islam relatif lebih banyak dibandingkan dengan di negara lain di Eropa, tentu saja konflik budaya dan antar agama juga meningkat. Misalnya bila berkaitan dengan pembangunan mesjid dan masalah pemakaian jilbab.“
Sementara di negara lain, menurut sosiolog Niels Friedrich alasannya juga berbeda. Misalnya di Perancis, sehubungan dengan larangan pemakaian burka atau di Belanda di mana tadinya tatanan masyarakatnya bersikap toleran, berubah setelah terbunuhnya pengkritik Islam Theo van Gogh. Sementara di Portugal tidak terjadi hal yang menonjol, karena di negara tersebut keanekaragaman agama tidak sebanyak di negara lain.
Detlef Pollack, sosiolog agama yang mengkoordinir penyelengaraan jajak pendapat itu, mengatakan, “Kami menemukan sikap warga Jerman terhadap kelompok yang bukan beragama Kristen lebih menonjolkan sikap intoleran dibandingkan dengan di negara lain, yang juga diselenggarakan jajak pendapat mengenainya. Kami dapat menyimpulkan, warga Jerman tidak menunjukkan kesediaan yang besar untuk dapat menerima pembangunan masjid yang dilengkapi menara dibandingkan dengan responden di negara lain.“
Hasil analisa penting lainnya, menurut Detlef Pollack, adalah warga Jerman juga berusaha untuk menghormati semua kelompok agama dan pada hal tertentu juga mengakui kebebasan beragama. Detlef Pollack menambahkan, „Dapat kita katakan, hasilnya menampilkan sikap yang mendua. Di satu pihak menampilkan sejumlah keberatan terhadap Islam. Tapi di lain pihak juga berusaha untuk dapat bersikap adil dan jujur.“
Alasan lain yang dilihat adalah mengenai adanya perbedaan persepsi di Jerman dan di negara lain. Dan itu disebabkan oleh sering atau tidaknya melakukan hubungan. 40 persen warga dibagian barat Jerman sedikit sekali mengadakan hubungan atau kontak dengan warga pemeluk Islam. Di bagian timur Jerman jumlahnya malah lebih sedikit, yakni hanya mencapai sekitar 16 persen.
Sementara jawaban dari pertanyaan sejauh mana merasakan adanya ancaman dari budaya asing, menurut Detlef Pollack mengejutkan. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan yang mencolok di masing-masing negara. Di Jerman, sekitar 40 persen merasakan terancam oleh budaya asing, dalam hal ini bukan saja Islam. Lebih jauh Detlef Pollack mengatakan, „Di mana-mana terdapat pandangan yang mengatakan bahwa semakin banyak terdapat aneka ragam agama, merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik. Jumlahnya mencapai sekitar 70 persen di kelima negara di mana jajak pendapat tersebut dilakukan. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai masalahnya. Yakni keanekaragaman agama juga memberikan pengaruhnya terhadap kehidupan bersama.W
Sementara itu menurut hasil jajak pendapat tersebut, sekitar 34 persen warga Jerman memiliki pandangan yang positif terhadap warga Muslim. Di negara Eropa lainnya mencapai lebih dari 50 persen. Bila di Jerman ada yang mengatakan bahwa Islam termasuk ke dalam budaya kita, maka kemungkinan mayoritas warga tidak dapat menerimanya. „Kami mengajukan pertanyaan, apakah Islam sesuai untuk dunia Barat. Di bagian barat Jerman yang mengiyakannya hanya sekitar 20 persen. Di bagian timur Jerman lebih sedikit lagi. Sedangkan di negara lainnya jumlah mencapai antara 25 sampai 30 persen. Mungkin dapat disampaikan formulasi baru dengan mengatakan, umat Islam juga bagian dari Jerman. Kemungkinan itu akan dapat lebih diterima oleh sebagian besar warga Jerman,“ Papar Detlef Pollack.
Sosiolog Detlef Pollack tidak akan memformulasikan tuntutan yang keras kepada kalangan politik. Ini katanya bukan merupakan tugasnya sebagai imuwan sosial. Tapi ia menambahkan, „Mula-mula kami berusaha untuk menuliskan dan menggambarkan situasinya. Kemungkinan setiap politisi mendapatkan penjelasan dan informasi yang cukup untuk menanggapinya dengan serius. Tentu saja dalam hal ini, politiknya sendiri tidak ditentukan oleh gambaran situasi tersebut. Saya ingin mengatakan. bahwa yang penting adalah meningkatkan integrasi dari warga pendatang atau imigran.”
Sabine Ripperger/Asril Ridwan
Editor: Yuniman Farid