1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor Lansia Tuai Pro Kontra

2 April 2020

ICW dan YLBHI menilai usulan Menkumham Yasonna Laoly membebaskan napi korupsi di atas 60 tahun di tengah pandemi corona sebagai perbuatan yang tidak tepat. Sementara, KPK sambut baik usulan Yasonna.

https://p.dw.com/p/3aKmL
Yasonna Laoly | Menkumham RI
Menkumham RIFoto: Getty Images/AFP/A. Berry

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan saat ini pihaknya dan pemerintah sedang bekerja sama dengan pemerintah untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012, yang mana jika PP itu direvisi bisa membebaskan napi korupsi yang berusia di atas 60 tahun. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan YLBHI menilai perbuatan Yasonna tidak tepat.

"Menteri Hukum dan HAM tidak memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Penting untuk dipahami bahwa kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara, korupsi juga merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Untuk itu, mempermudah narapidana korupsi untuk terbebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Kamis (2/4/2020).

Kurnia menilai Yasonna memiliki niat untuk mempermudah napi korupsi dan meringankan hukuman mereka. Apalagi, kata dia, saat ini hukuman koruptor telah diringankan.

Selain itu, alih-alih mengusulkan agar napi korupsi bebas, Kurnia mengatakan sebaiknya Yasonna fokus ke napi pidana umum seperti kejahatan atau narkoba yang jumlah napinya lebih banyak dari napi korupsi.

"Jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi. Artinya narapidana korupsi hanya 1,8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan. Sehingga akan lebih baik jika pemerintah fokus pada narapidana kejahatan seperti narkoba atau tindak pidana umum lainnya yang memang secara kuantitas jauh lebih banyak dibanding korupsi," katanya.

"Bukan upaya pencegahan corona"

Kurnia juga menyebut wacana revisi dan membebaskan napi korupsi bukanlah upaya pencegahan Corona. Dia pun menyinggung ruang tahanan napi korupsi justru mewah dan sudah menerapkan social distancing sehingga tidak perlu dibebaskan.

"Tidak ada kaitannya pembebasan napi korupsi sebagai pencegahan Corona. Hal ini disebabkan karena Lapas Sukamiskin justru memberikan keistimewaan satu ruang sel diisi oleh satu narapidana kasus korupsi. Justru ini bentuk social distancing yang diterapkan agar mencegah penularan," tutur dia.

Oleh karena itu, ICW dan YLBHI meminta Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Mahfud Md menolak wacana Yasonna yang hendak merevisi PP 99/12. ICW dan YLBHI juga meminta Presiden Jokowi menghentikan pembahasan RUU kontroversial di tengah pandemi Corona.

"ICW dan YLBHI mendesak Presiden Jokowi dan Menkopolhukam menolak wacana Yasonna Laoly untuk melakukan revisi PP 99/2012 karena tidak ada relevansinya dengan pencegahan penularan Corona. Kedua, Presiden Jokowi untuk menghentikan pembahasan sejumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang kontroversial saat bencana nasional Corona sedang berlangsung," pintanya.

Apa kata KPK?

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyambut baik ide Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar narapidana korupsi usia di atas 60 tahun bisa dibebaskan di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Ghufron mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

"Kami menanggapi positif ide Pak Yasonna, sebagai respons yang adaptif terhadap wabah virus COVID-19, mengingat kapasitas pemasyarakatan kita telah lebih dari 300%, sehingga penerapan social distance untuk warga binaan dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan mereka sangat padat sehingga jaraknya tidak memenuhi syarat pencegahan penularan virus COVID-19. Ini adalah murni pertimbangan kemanusiaan," kata Nurul Ghufron kepada detikcom, Rabu (1/4/2020).

Terkait rencana tersebut, Ghufron berharap perubahan PP didasari karena adanya pandemi. Selain itu, ia meminta perubahan PP 99/2012 itu tetap mempertimbangkan asas keadilan dan aspek pemidanaan bagi napi, khususnya napi koruptor.

"Bagaimanapun, kita tetap harus mempertimbangkan nilai kemanusiaan bagi napi, namun itu semua harus dengan perubahan PP 99/2012 tersebut yang berperspektif epidemi namun juga tidak mengabaikan keadilan bagi warga binaan lainnya dan aspek tujuan pemidanaan," ujar Ghufron.

Ghufron menampik bila pernyataannya itu dianggap mendukung Yasonna untuk membebaskan napi koruptor. Menurutnya, di tengah kondisi wabah virus Corona saat ini, memang seharusnya pertimbangan kemanusiaan lebih dikedepankan. Sebab, ia menilai para napi juga harus dijamin keselamatannya dari ancaman penularan virus Corona.

"Bukan mendukung atau tidak, ini memahami dan respon terhadap penularan virus COVID-19 itu intinya dengan pertimbangan kemanusiaan bahwa mereka juga manusia yang masih memiliki hak dan harapan hidup. Untuk itu, mereka perlu juga dipikirkan bagaimana pencegahan penularan virus COVID-19," ujar Ghufron.

"Asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan. Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respons kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan. Bagaimana itu wilayahnya Kemenkum HAM kami menghormati itu," lanjutnya. (gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

ICW Kritik Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor Lansia di Tengah Pandemi Corona

Napi Korupsi 60 Tahun Diusulkan Bebas karena Corona, Ini Kata Pimpinan KPK