Apa Visi Luar Negeri Presiden Baru Iran Masoud Pezeshkian?
19 Juli 2024Presiden yang baru terpilih, Masoud Pezeshkian, dijadwalkan akan dilantik di parlemen Iran pada 30 Juli, menurut kantor berita pemerintah IRNA. Selama kampanye pemilu, dia berulang kali menekankan bahwa dia ingin mengupayakan perubahan positif di Iran dan membebaskan negara itu dari isolasi internasional. Pezeshkian menjanjikan haluan kebijakan luar negeri yang baru.
"Ini tidak akan mudah,” kata Abdolrasool Divsallar, pakar kebijakan luar negeri dan pertahanan Iran, dalam wawancara dengan DW. Profesor tamu di "Università Cattolica del Sacro Cuore" di Milan, Italia, ini adalah peneliti senior di Institut Penelitian Perlucutan Senjata PBB, UNIDIR.
Abdolrasool Divsallar menjelaskan: "Struktur Republik Islam Iran disusun sedemikian rupa, sehingga berbagai orang dan kelompok ikut campur dalam bidang sensitif seperti kebijakan luar negeri. Ini adalah salah satu masalah sistemik."
Keputusan penting kebijakan luar negeri memang dirumuskan di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi. Selain presiden dan menteri luar negeri, pertahanan dan dalam negeri, anggotanya termasuk juga panglima angkatan bersenjata, kepala badan intelijen, kepala kehakiman yang ditunjuk oleh pemimpin agama. Selain itu juga ada perwakilan pemuka agama, saat ini dijabat oleh Saeed Jalili, pesaing Pezeshkian dalam pemilihan presiden putaran kedua.
Perubahan mungkin saja dalam jangka panjang
Abdolrasool Divsallar lebih lanjut menerangkan, perbedaan administrasi jabatan antara presiden-presiden sebelumnya masing-masing Khatami, Ahmadinejad, Rouhani, dan Raisi telah menunjukkan posisi unik seorang presiden Iran sebagai kepala pemerintahan, apalagi kini Pezeshkian diawasi oleh Saeed Jalili yang konservatif garis keras.
Iran berada di bawah tekanan ekonomi karena sanksi yang dikenakan terutama terkait program nuklirnya yang kontroversial. Sanksi ini sangat membatasi akses terhadap pasar keuangan dan perdagangan internasional. Hal ini secara signifikan telah melemahkan perekonomian Iran.
Pakar Iran Danny Citrinowicz yakin Pezeshkian dalam jangka panjang bisa mencapai kesepakatan nuklir yang baru. Citrinowicz antara lain adalah pakar tamu di beberapa lembaga pemikir, termasuk Arab Gulf States Institute dan Middle East Institute, keduanya di Washington.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Dalam wawancara dengan DW, dia menggambarkan Pezeshkian sebagai presiden yang "moderat” dan menekankan: "Kita tahu bahwa pemimpin agama Ayatollah Khamenei memiliki keputusan akhir di Iran. Namun juga benar bahwa presiden memiliki banyak pilihan."
Pezeshkian akan "mencobanya” untuk mencapai kesepakatan dengan Barat, khususnya dengan AS, guna mengurangi tekanan ekonomi terhadap Iran seperti yang dia janjikan, kata Danny Citrinowicz.
Apa yang tidak akan berubah di Iran?
Selama kampanye pemilu, Pezeshkian mendukung Garda Revolusi dan memuji serangan dengan drone dan roket terhadap musuh bebuyutan Israel pada bulan April lalu. Dalam perang Gaza antara Israel dan Hamas yang berkecamuk sejak Oktober lalu, Iran berulang kali menegaskan dukungan terhadap Hamas.
Sebagai presiden yang baru terpilih, Pezeshkian telah menjanjikan dukungan negaranya kepada Hamas, yang oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Jerman dan beberapa negara lain diklasifikasikan sebagai organisasi teror. "Iran akan terus mendukung penuh rakyat Palestina yang tertindas sampai terwujudnya tuntutan sah mereka dan pembebasan kota suci Quds," tulis Pezeshkian kepada tokoh Hamas Ismail Haniyyeh, menurut kantor berita Fars.
Dalam surat itu Pezeshkian menuduh Israel menjalankan "kebijakan apartheid." Merupakan "tugas kemanusiaan dan Islam" untuk bekerja sama dengan rakyat Palestina untuk memastikan bahwa hal ini berakhir, tulisnya.
"Dukungan terhadap kelompok Syiah di wilayah ini memiliki logika keamanan-militer di Republik Islam, yang telah didefinisikan sejak revolusi tahun 1979. Kelompok Syiah di wilayah ini memiliki basis dukungan yang penting, seperti di angkatan bersenjata dan di pusat ideologi di kota suci Syiah Qom," kata Abdolrasool Divsallar lebih lanjut.
Pakar Iran ini menjelaskan bahwa mantan Presiden Rouhani (2013-2021) dan Menteri Luar Negerinya Zarif juga tidak mempermasalahkan logika tersebut. Perbedaan antara kelompok garis keras dan moderat terletak pada pengelolaan pengurangan ketegangan.
"Di sini kita mungkin melihat pendekatan yang lebih efektif untuk mengendalikan ketegangan dan krisis. Pezeshkian dapat membimbing Iran dengan lebih aman melalui ketegangan antara Israel dan Lebanon, misalnya dengan meningkatkan ambang batas intervensi Iran. Masuknya Iran ke dalam konflik regional selanjutnya dapat mengakibatkan perundingan internal dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional," pungkas Divsallar.
(hp/as)