Venezuela: Oposisi Gelar Protes Baru dan Aksi Mogok
2 Mei 2019Nicolas Maduro tampil di televisi Venezuela (foto artikel) didampingi para perwira tinggi militer dan intelijen hari Rabu (1/5), setelah militer berhasil meredam aksi unjuk rasa oposisi di ibukota Caracas. Maduro mengatakan; "pasukan yang setia dan patuh telah berhasil menggagalkan upaya kudeta yang digalang oposisi pimpinan Juan Guaido".
Sejak Selasa pagi (30/4) massa turun ke jalan menuntut presiden Nicolas Maduro mundur. Aparat keamanan mengerahkan kendaraan lapis baja dan meriam air untuk menghadang massa. Bentrokan terjadi beberapa kali. Sampai Kamis pagi, satu orang diberitakan tewas dan lebih 100 lainnya luka-luka.
Juan Guaido kini menyerukan aksi mogok massal di seluruh negeri. Kepada para pendukungnya dia mengatakan, ini adalah "upaya terakhir" untuk menyingkirkan penguasa otoriter Nicolas Maduro.
Sama kuat
Baik Maduro maupun Guaido menuduh pihak lain telah melakukan "kudeta" dengan bantuan pihak asing. Juan Guaido Januari lalu mendeklarasikan diri sebagai presiden transisi Venezuela sampai ada pemilu baru. Banyak negara, termasuk Jerman, yang mengakui klaim kepresidenan Guaido.
Nicolas Maduro hari Rabu (1/5) mengatakan, tindakan Guaido "tidak akan dibiarkan begitu saja" dan mengancam akan menangkapnya. Sementara Juan Guaido memperingatkan: "Rezim akan berusaha meningkatkan penindasan, akan mencoba menganiaya saya, dan melakukan kudeta."
Pertarungan kekuasaan di Venezuela berawal ketika Nicolas Maduro membubarkan parlemen hasil pemilu yang dipimpin Juan Guaido dan menggantikannya dengan Majelis Konstituante Nasional.
Perang Dingin baru?
Krisis politik di Venzuela makin berkembang menjadi adu kekuatan internasional, setelah Rusia dan Cina mendukung Nicolas Maduro, sementara AS dan negara-negara barat kebanyakan mendukung Juan Guaido.
Nicolas Maduro beberapa kali menuduh AS sengaja menyulut "pemberontakan" di Venezuela agar bisa menguasai sumber minyak negara itu. Rusia telah mengirim personil militer ke Venezuela untuk mendukung Maduro.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara dengan Menlu AS Mike Pompeo melalui telepon dan menuduh AS telah melakukan "pelanggaran mencolok hukum internasional" dengan melakukan intervensi di Venezuela. Lavrov menyebut campur tangan AS "destruktif."
Mike Pompeo mengatakan, AS menginginkan transfer kekuasaan secara damai, namun ia juga memperingatkan bahwa AS mengamati perkembangan di Venezuela dan "semua opsi masih terbuka".
"Tindakan militer mungkin saja dilakukan. Jika itu yang diperlukan, itulah yang akan dilakukan Amerika Serikat," kata Pompeo kepada Fox Business Network.
hp/as (afp, rtr)