1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Otomotif dan Mobilitas

Efektifkah Usulan Bebas Pajak Mobil untuk Industri Otomotif?

23 September 2020

Kemenperin mengusulkan relaksasi pajak pembelian mobil baru 0 persen agar industri otomotif tetap tumbuh di masa pandemi. CITA sebut usulan ini tak efektif karena masyarakat tak butuh pengeluaran tersier membeli mobil.

https://p.dw.com/p/3iroB
Ilustrasi industri otomotif
Ilustrasi industri otomotifFoto: picture-alliance/dpa/J. Woitas

Guna meningkatkan gairah industri otomotif nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan ada pembebasan pajak mobil baru. Usulan ini diharapkan berlaku hingga akhir 2020.

Namun, usulan relaksasi pajak pembelian mobil baru nol persen oleh Kemenperin mendapat tanggapan pro-kontra dari berbagai kalangan. Kemenperin mengharapkan kebijakan ini bisa mendorong pertumbuhan industri otomotif, yang babak belur dihajar pandemi virus Corona.

Efektifkah dorong penjualan mobil?

Staf Khusus Menteri Perindustrian, Neil Iskandar Daulay, membantah pernyataan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) yang mengatakan bahwa usulan ini tidak efektif untuk mendorong penjualan mobil, karena masyarakat tidak akan melakukan pengeluaran untuk kebutuhan tersier.

Kemenperin tetap meyakini bahwa pemangkasan pajak pembelian mobil baru menjadi nol persen, dapat mendongkrak daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan pasar otomotif di tengah tekanan bisnis akibat wabah COVID-19.

"Usulan ini diharapkan dapat memberikan efek multiplier bagi konsumen, produsen dan pemerintah guna menjaga keberlangsungan industri otomotif, akses kendaraan pribadi yang terjangkau, penyerapan tenaga kerja hingga memberdayakan industri maupun pelaku usaha sektor lainnya," ujar Neil melalui keterangan resminya.

Akan dikaji oleh Kemenkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan mengkaji terlebih dahulu usulan pajak 0% untuk setiap pembelian mobil baru.

"Soal pembebasan pajak mobil baru, setiap ada ide akan kaji secara dalam," kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).

Menurut Sri Mulyani, pemberian insentif sudah dilakukan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Insentif fiskal yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri salah satunya otomotif adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor.

Meski begitu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku tetap terbuka dan menerima usulan dari Kementerian Perindustrian tentang pembebasan pajak bagi pembelian mobil baru.

"Kementerian Keuangan terus terbuka terhadap ide-ide itu namun terus jaga konsistensi kebijakannya," ungkapnya. 

Pajak mobil impor Indonesia

Para pelaku usaha mobil impor atau Importir Umum juga berkeinginan yang sama yakni pengurangan pajak, meski tidak nol persen atau setidaknya pemerintah bisa mengubah sistem PPnBM mobil impor berdasarkan emisi.

Tapi sebenarnya berapa sih nilai pajak mobil impor di Indonesia, sehingga para pelaku mobil impor berharap relaksasi pajak juga? Berdasarkan penelusuran detikOto, rupanya pajak kendaraan impor di Indonesia itu memang sangat tinggi sekali.

Sebut saja dengan mobil Mercedes-Benz G 63 AT dengan model jip S.C HDTP kelahiran 2018. Berdasarkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) mobil kelahiran Jerman ini harus membayar pajak BBN.KB sebesar Rp 431.900.000 ditambah dengan pajak PKB sebesar Rp 90.699.000.

Artinya setiap tahunnya pemilik mobil impor ini harus membayarkan pajak sebesar Rp 522.599.000 setiap tahunnya (di luar biaya STNK dan biaya TNKB). Jika kendaraan impor ini mendapat relaksasi sebesar 50 persen saja, para pemilik kendaraan bisa mengurangi biaya pajak hingga ratusan juga rupiah. (pkp/gtp)

Baca selengkapnya di: detiknewsPajak 0% Diragukan Dongkrak Penjualan Mobil, Ini Jawaban Kemenperin

Pajak Mobil Baru 0% di Tangan Sri Mulyani

Jika Pajak Mobil Impor Direlaksasi Konsumen Bisa Hemat Ratusan Juta, Mau Beli?