Univerität in Cottbus
Pergolakan politik yang terjadi di Jerman Timur bisa dikatakan telah melumpuhkan aktivitas di perguruan tinggi. Karena kedekatan mereka dengan partai pemerintah, sebagian besar staf perguruan tinggi diganti. Sistem perkuliahan direformasi. Begitupula dilakukan renovasi gedung-gedung perguruan tinggi. Semua ini bukan merupakan tugas yang ringan.
Kini, 20 tahun kemudian, perguruan-perguruan tinggi di timur Jerman dapat membanggakan diri: gedung baru yang megah, program penelitian yang kuat serta para dosen yang berdedikasi telah memikat banyak mahasiswa dari barat Jerman. Juga karena sampai sekarang, universitas di wilayah bekas Jerman Timur belum menarik uang kuliah. Dan dibandingakan dengan universitas di barat Jerman yang selalu penuh, di sana masih selalu tersedia tempat bagi mahasiswa.
BTU, Brandenburgische Technische Universität atau Universitas Teknik Branderburg di Cottbus, bisa dibilang masih balita dibandingkan dengan universitas-universitas lain di timur Jerman. Universitas ini baru dibangun pada tahun 1991 di atas lahan bekas sebuah sekolah tinggi.
Sekitar 70 mahasiwa berkumpul di satu ruang kerja. Dengan paku payung mereka menempelkan rancangan arsitektur mereka di papan yang berdiri di tengah ruangan. Seorang guru besar dibantu asistennya berkeliling, membantu membuat urutan yang benar dari rancangan mereka. Suasana yang terlihat begitu santai. Saat ini, sekitar 6.300 mahasiwa berkuliah di BTU Cottbus. Sejak berdirinya di tahun 1991, jumlah mahasiswa meningkat lima kali lipat.
Di lantai lainnya, mahasiwa semester atas sedang mempresentasikan hasil kerja tahun akademik terakhir mereka. Anna dan Tino menempelkan foto-foto disain hasil rancangan mereka untuk sebuah klinik di Niederlausitz. Masa kuliah merupakan masa yang menyenangkan, kata keduanya. Terutama, karena sejak semester pertama, mereka sudah dapat mengumpulkan pengalaman praktis. Dan dibandingkan dengan univestitas di barat Jerman, di sini mahasiswa mendapat bimbingan lebih dari para profesor serta dosen. Selain itu, semua mahasiswa jurusan arsitektur mendapatkan ruang kerja gratis.
"Sebenarnya studio tempat kita bekerja seperti satu keluarga besar. Kita merasa seperti di rumah sendiri. Kita merasa menjadi bagian dari universitas ini. Kita bukan dikenal dengan nomor mahasiwa. Hampir seluruh dosen mengenal nama kita. Ini membuat kita senang,“ dikatakan Tino yang berasal dari Brandenburg, sebuah kota yang letaknya tidak jauh dari Cottbus.
Sementara rekannya, Anna, datang dari wilayah barat Jerman, dari Bayern. Tidak ada yang istimewa yang membuat Anna datang jauh dari selatan Jerman. "Terus terang, saya tidak berpikir banyak sebelumnya. Kedengarannya memang sangat terbuka, tanpa kepastian. Saya tidak berpikir jauh sebelumnya. Cottbus adalah sebuah kota, maka kunjungi saja.”
Para mahasiswa yang kuliah di BTU Cottbus juga dilibatkan dalam perbaikan sarana. Renovasi bangunan yang dilaksanakan awal tahun 90-an dirancang oleh para guru besar Jurusan Arsitektur bersama para mahasiswa. Mereka juga melengkapi universitas dengan sarana yang canggih dan modern.
"Kita bisa melihat, universitas ini merupakan universitas yang berorientasi ke masa depan. Tidak ada sesuatu di sini yang dapat mengingatkan kita pada masa kuliah dulu. Ada satu hal yang selalu menarik bagi saya. Saya kemarin bertanya kepada para mahasiswa, berapa banyak dari mereka yang merasa sebagai orang Jerman Timur. Jawaban yang saya terima sangat mengejutkan. Saya kira, hanya ada tiga orang, dari seluruh mahasiswa yang ikut mata kuliah saya. Bagi mereka Jerman Timur sudah menjadi bagian dari sejarah. Kita semua datang ke sini, datang di Republik Federal Jerman,” ungkap Walther Zimmerli, yang menjadi rektor BTU sejak dua tahun lalu.
Sekitar setengah dari jumlah mahasiswa yang kuliahh di BTU berasal dari kota Cottbus dan daerah sekitarnya, seperempatnya dari wilayah barat Jerman dan 20 persen mahasiswa datang dari luar negeri.
Nadine Wojcik/Yuniman Fari
Editor: Hendra Pasuhuk