Turki Nilai Ancaman Teror Meningkat
4 Februari 2013Dengan rompi bom dan senjata pistol, Ecevit Sanli berpose dalam foto, di depan dua bendera dengan palu dan arit serta bintang merah komunis. Kepalan tangan kiri diacungkan ke sebuah knop bewarna merah, sebuah knop yang sesaat setelah pengambilan foto itu ditekannya di pintu masuk Kedutaan Besar AS di Ankara.
Foto dari Sanli adalah bagian dari surat pengakuan via internet, dimana Front Partai Pembebasan Rakyat Revolusioner ekstrim kiri (DHKP-C) mengumumkan serangan mematikan tanggal 1 Februari. Dalam pengakuannya DHKP-C mengecam Amerika Serikat sebagai "monster", yang "bertanggung jawab langsung untuk setiap tetes darah" di Suriah, Afghanistan, Irak, Libya dan Mesir. Selain itu berdasarkan keterangan organisasi yang di Turki, AS dan Uni Eropa dikategorikan sebagai kelompok teror itu, serangan tersebut ditujukan terhadap pemerintahan PM Turki Recep Tayyip Erdogan, yang dianggap sebagai pelayan Amerika Serikat.
Gertakan dan Peringatan
Pelaku serangan bunuh diri Sanli, menurut keterangan media Turki menyatakan dirinya sebagai petugas kurir dan dengan cara ini memperoleh akses masuk ke gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat yang dijaga ketat. Di zona penjagaan, ia menyulut bahan ledak TNT sebesar 6 kilogram di tubuhnya dan sebuah granat tangan. Insiden itu menewaskannya juga seorang penjaga keamanan warga Turki, dan seorang jurnalis yang kebetulan berada di situ mengalami luka berat. Dengan demikian pengumuman pemerintah AS yang mengatakan misi Amerika Serikat di seluruh dunia dijaga terhadap semua bentuk serangan, sejak serangan di Benghazi 11 September 2012 dibantah, demikian gertakan DHKP-C.
Serangan bunuh diri Sanli kemungkinan besar bukan aksi terakhir dalam bentuk semacam itu, peringatan kelompok ekstrim kiri tersebut.
Amerika Serikat untuk melindungi diri dari kemungkinan serangan-serangan, harus menarik rudal Patriot-nya dari Suriah. Ancaman juga diarahkan kepada pemerintah Turki: Semua upaya keamanan tidak ada gunanya. Menurut laporan media, badan keamanan Turki pada tahun 2008 dan 2010 menggagalkan rencana serangan DHKP-C terhadap PM Erdogan.
Apakah ada "Syrian's Connection"?
Dengan menunjuk pada roket Patriot DHKP-C mendukung protes kelompok kiri, Islamis dan kelompok-kelompok nasionalis menentang politik Suriah dari Erdogan. Baru-baru ini kelompok nasionalis menyerang tentara Jerman di kawasan perbatasan Turki-Suriah, yang tampaknya disangka tentara Amerika Serikat.
Komentator Deniz Zeyrek mengingatkan pembaca harian "Radikal" terbitan Minggu (03/2) bahwa DHKP-C sudah pada tahun 1990-an bekerja sama dengan rezim Suriah. Menurut Zeyrek, kerjasama ini berlangsung hingga sekarang, dan dengan perang saudara Suriah, dimana Turki mendukung kelompok oposisi, kerjasama itu mendapat dimensi baru. Menurut laporan dinas rahasia, Presiden Suriah Bashar al Assad baru-baru ini menerima bantuan ekonomi dan logistik dari kelompok kiri.
Pelaku Sempat Berada di Jerman
Yang sudah pasti, serangan itu dipersiapkan. Pelakunya Sanli, menurut laporan media setelah pembebasannya dari penjara di Turki tahun 2001 bertolak ke Jerman. Berdasarkan keterangan Menteri dalam negeri Muammer Güler iea menggunakan dokumen palsu melalui Yunani masuk ke Turki.
Sebetulnya DHKP-C di Jerman dianggap menurun maknanya sebagai organisasi. Dalam laporan terbaru Verfassungsschutz, dinas rahasia Jerman itu sampai pada kesimpulan, bahwa setelah berbagai aksi polisi terhadap kelompok itu diragukan, "berapa lama DHKP-C masih mampu mengkompensasi kekurangan dan kekosongan di jajaran pimpinan dan organisasi itu."
Seandainya serangan di Ankara benar-benar dipersiapkan di Jerman, seperti yang ingin diketahui sejumlah harian Turki, analisa ini kemungkinan harus dipertimbangkan. Tapi DHKP-C bukan satu-satunya kelompok ekstrim kiri, yang saat ini merancang rencana dan melakukan aksi kekerasan di Turki.
Juga upaya-upaya yang sedang berlangsung untuk mengakhiri konflik Kurdi, juga dapat meningkatkan risiko serangan. Demikian tulis Fikret Bila di harian "Milliyet". Bila adalah seorang kolumnis yang memiliki kontak baik dengan kalangan pemerintah dan aparat keamanan
Kemungkinan Kaitan dengan Perundingan Kurdi
Sudah sejak pembunuhan tiga aktivis perempuan Kurdi di Paris 9 Januari lalu, hal itu dinilai sebagai pertanda, bahwa kekuatan-kekuatan radikal mencoba menghalangi tercapainya perdamaian antara negara Turki dengan pemberontak PKK. Bila dalam tulisannya juga menunjuk, bahwa ada kelompok-kelompok yang memperoleh keuntungan finansial selama hampir 30 berlangsungnya konflik Kurdi, misalnya dengan penyelundupan obat bius dan perdagangan manusia.