Tersangka Penjahat Perang Sudan Diadili di Den Haag
5 April 2022Pengadlan Ali Muhammad Ali Abdul Rahman atau Ali Kushayb merupakan kasus kejahatan kemanusiaan pertama dalam konflik bersenjata di Darfur yang diadili oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), hampir dua dekade setelah perang saudara berakhir.
Sidang dibuka di Den Haag pada Selasa (5/4), ketika dunia masih terpaku oleh dugaan kejahatan perang oleh Rusia di Bucha, Ukraina. Dalam mandatnya, ICC menangani kasus dugaan pelanggaran HAM di seluruh dunia. Meski demikian, pengadilan hanya bisa digelar jika terdakwa hadir secara langsung di ruang sidang.
Dalam kasus pembantaian di Darfur, ICC baru bisa mendakwa dua tersangka, Ali Kushayb dan Abdallah Banda yang membelot dari Gerakan demi Kesetaraan dan Keadilan (JEM) dan berbaiat kepada Omar al-Bashir.
Al-Bashir sendiri saat ini masih ditahan di Sudan, pasca dijungkalkan dari kekuasaan pada 2019 silam. Pemerintahan transisi di Khartoum sudah merundingkan ekstradisi ke Belanda agar al-Bashir bisa menjalani pengadilan di ICC.
Selain ketiga terdakwa di atas, ICC juga menempatkan dua pejabat Sudan lain sebagai tersangka utama dalam kasus kejahatan kemanusiaan di Darfur. Keduanya adalah Ahmad Harun, bekas menteri dalam negeri, dan Abdel Raheem Muhammad Hussein yang menjabat sebagai menteri pertahanan selama dua periode di bawah al-Bashir.
Kekejaman di Darfur
Kasus Ali Kushayb sendiri baru bisa digulirkan ketika dia menyerahkan diri kepada ICC pada 2020 silam saat bersembunyi di Republik Afrika Tengah. Kushayb didakwa dengan 31 delik kejahatan HAM yang terjadi antara 2003 dan 2004.
Dia merupakan salah seorang komandan Janjaweed, milisi etnis Arab-Sudan yang dipersenjatai pemerintah untuk melawan pemberontakan penduduk asli Darfur. Milisi itu diduga melakukan pembantaian dan pemerkosaan massal terhadap warga sipil.
Selama perang saudara berkecamuk, sebanyak 300.000 warga sipil di Darfur tewas, sementara 2,7 juta penduduk melarikan diri dan hidup di kamp-kamp pengungsi.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan massal yang dituduhan terhadap Kushayb terjadi antara Agustus 2003 dan April 2004 silam.
"Pengadilan ini sebabnya dianggap sebagai kesempatan yang telah dinanti sejak lama bagi korban dan komunitas yang mengalami teror milisi Janjaweed dan pasukan pemerintah di Darfur, untuk melihat pelakunya diadili,” kata Elise Keppler, Direktur Hukum Human Rights Watch, organisasi HAM internasional.
Dia mendesak agar pemerintah Sudan mempercepat proses ekstradisi terdakwa kejahatan perang lain. "Mengingat tipisnya harapan untuk pengadilan dan minimnya opsi lain di Sudan, ICC berfungsi sebagai tempat terakhir bagi warga Darfur untuk mendapat keadilan,” pungkas Direktur Hukum Human Rights Watch itu.
rzn/as (ap,rtr)