Tarik Ulur Perluasan NATO
4 April 2008Amerika Serikat mendukung keanggotaan Georgia dan Ukraina. Sementara Jerman dan Prancis mengungkap keraguan akan kesiapan bekas negara Uni Soviet untuk bergabung dengan negara Eropa Barat lainnya dalam NATO.
Harian Swiss Basler Zeitung mengomentari tarik ulur keanggotaan Georgia dan Ukraina di NATO:
Eropa berupaya mengerem peluasan NATO yang diforsir Amerika Serikat. Dengan pernyataan resmi yang merujuk pada mandegnya perkembangan dan masalah dalam negeri, negara anggota Eropa Barat menghambat sementara proses keanggotaan Georgia dan Ukraina. Namun, alasan sebenarnya mengapa negara Eropa Barat enggan menerima bekas negara Uni Soviet Georgia dan Ukraina adalah untuk menjaga hubungan dengan Rusia. Walau itu dibantah oleh anggota lama NATO. Bagi Eropa Barat, hubungan dengan pemimpin mendatang Kremlin Dimitri Medvedev lebih penting daripada dukungan presiden Amerika Serikat yang akan segera melepas jabatannya.
Harian Inggris Daily Telegraph yang berhaluan konservatif menulis:
"Sayangnya Prancis dan Jerman menganggap Ukraina dan Georgia masih berada di lingkup pengaruh Rusia. Dengan begitu, mereka meragukan prinsip penentuan nasib sendiri - argumen yang sangat berbahaya. Bila Moskow berhasil memblokir keanggotaan NATO, maka Rusia mendapat angin untuk menambah tekanan terhadap negara kawasan Baltik yang dulu adalah bagian Uni Soviet. Solusi masalah Georgia terletak di tangan Rusia, karena masalah ini berujung pada upaya pemisahan diri Abchasien dan Ossetia Selatan. Sementara pemerintah Ukraina harus meyakinkan rakyatnya untuk mempererat hubungan dengan Barat. Kompromi yang dicapai di Bukarest hanya menangguhkan penyelesaian masalah yang sewaktu-waktu akan mencuat kembali.
Sementara harian Austria Der Standard menurunkan tajuk yang mendukung sikap hati-hati Jerman dan Prancis di Bukarest. Harian berhaluan liberal yangn terbit di Wina ini menulis:
Angela Merkel dan Nicolas Sarkozy dihadapkan pada kritik yang berlatar belakang sejarah Eropa. Mereka dianggap mengalah pada Rusia untuk menghindari kemarahan Moskow yang belakangan merasa diprovokasi oleh Barat. Kritik ini tidak beralasan dan sama sekali tidak mengindahkan gerakan pembaruan revolusioner dalam Aliansi Pertahanan yang muncul dalam KTT di Bukarest. Vladimir Putin yang sebentar lagi melepas jabatan presiden tidak memimpin suatu rezim fasis yang bersiap untuk menginvasi negara tetangganya. Dan Kanselir Jerman serta Presiden Prancis tidak menolak keanggotaan Ukraina dan Georgia secara mentah-mentah. Justru sebaliknya: Merkel dan Sarkozy mendukung keputusan Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang menjanjikan keanggotaan NATO kepada dua negara bekas Uni Soviet itu.
Pendapat senada diluncurkan harian Denmark Politiken yang terbit di Kopenhagen:
Prancis dan Jerman tidak merasa takut pada beruang Rusia di KTT NATO di Bukarest. Mereka juga tidak mengingkari semangat pesta kebebasan Eropa antara tahun 1989 dan 1991. Angela Merkel bukan politisi yang angin-anginan atau oportunis. Ia menyadari bahwa Polandia mendukung keanggotaan Ukraina dalam NATO. Tapi Merkel benar bila ia mengacu pada situasi politik di Ukraina dan Georgia. Langkah yang gegabah akan membahayakan upaya stabilisasi di kedua negara itu, dan stabilitas politik adalah hal terpenting di Ukraina dan Georgia. Paris dan Berlin bersikap sangat tepat di Bukarest. (zer)