1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Tarif KRL Khusus 'Si Kaya', Pengamat: Sulit Dilaksanakan

29 Desember 2022

Tarif KRL bakal dibuat skema baru, membedakan tarif subsidi untuk orang yang kurang mampu dan tarif yang lebih mahal untuk orang yang mampu. Namun, pengamat menyatakan sistem itu bakal sangat sulit dilakukan.

https://p.dw.com/p/4LW2A
KRL Jabodetabek
Foto: picture alliance /dpa

Kementerian Perhubungan berencana mengubah mekanisme tarif KRL mulai tahun 2023. Rencananya, skema tarif akan dibagi menjadi dua, tarif subsidi untuk orang mampu dan tarif yang lebih mahal untuk orang yang lebih kaya.

Rencana itu diungkapkan langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dia bilang orang 'berdasi' alias orang kaya akan membayar lebih mahal.

"Kalau KRL, (tarifnya) nggak naik. Insya Allah nggak akan naik sampai 2023. Tapi, nanti pakai kartu, jadi yang sudah berdasi nanti bayarnya lain. Sampai 2023 yang average tidak akan naik," ungkap Budi Karya dalam Jumpa Pers Akhir Tahun 2022 di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (27/12) yang lalu.

Pengamat pertanyakan penggolongan penumpang

Wacana ini langsung membuat heboh masyarakat. Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menyatakan sistem penarikan yang diungkapkan Budi Karya bakal sangat sulit dilakukan. Dia pun mempertanyakan bagaimana bisa Kemenhub menggolongkan mana penumpang mampu dan tidak mampu.

Maka dari itu, Darmaningtyas menilai gagasan ini justru akan sangat rumit untuk diterapkan di lapangan. Lagipula, menurutnya kebanyakan pengguna KRL di Jabodetabek pun nampaknya bukan orang yang masuk golongan 'berdasi'.

"Kalau yang harus bayar lebih itu mereka yang berdasi, itu secara teknis justru sulit dilaksanakan. Kalau kata dasi itu sebagai metafor untuk menggambarkan golongan mampu, maka berapa juta batasan pendapatan mereka yang akan dikelompokkan menjadi golongan mampu? Siapa yang akan melakukan verifikasi," kata Darmaningtyas kepada detikcom, Kamis (29/12).

"Jadi gagasan ini justru lebih rumit diterapkan di lapangan daripada memberikan subsidi yang tepat sasaran," ungkapnya.

Daripada menerapkan sistem yang rumit untuk diterapkan, Darmaningtyas mengatakan lebih baik Kemenhub memberikan izin untuk kenaikan tarif KRL. Apalagi kenaikan ini sudah diusulkan sejak lama oleh PT KCI yang menjadi operator KRL Commuter Line.

Dia memaparkan usulan penyesuaian tarif sudah diajukan sejak tahun 2021 yang lalu, pasalnya sejak 2016 tarif KRL belum juga mengalami kenaikan. Sementara itu kenaikan biaya operasional terus terjadi tiap tahunnya.

Lebih lanjut, Darmaningtyas menjelaskan sebetulnya usulan besaran kenaikan tarif yang pernah diusulkan pun tidak terlalu signifikan. Karena hanya Rp2.000 untuk 25 km pertama saja. Usulan ini pun pernah dipaparkan oleh Ditjen Perkeretaapian Kemenhub Januari lalu.

"Jadi andaikan Anda pengguna KRL dan sekali perjalanan anda bayar Rp3.000, dengan kenaikan tersebut Anda cuma akan membayar menjadi Rp5.000. Dibandingkan dengan kenaikan angkutan online yang bisa naik kapan saja, kenaikan tarif KRL ini sebetulnya tidak signifikan," papar Darmaningtyas.

Darmaningtyas juga tak menampik tujuan pemerintah untuk memberikan subsidi tepat sasaran tidak salah juga. Hanya saja caranya harus yang mudah diterapkan. Dia melanjutkan apabila tarif KRL sudah dinaikkan, pemerintah masih bisa memberikan harga yang jauh lebih murah bagi penumpang yang tergolong tidak mampu.

Caranya adalah setelah tarif dinaikkan, pemerintah membuka pendaftaran untuk pengajuan keringanan tarif kepada masyarakat yang kurang mampu.

"Bagi penumpang KRL yang pendapatannya pas-pasan, seperti petugas cleaning service, penjaga keamanan, penjaga toko, atau pekerja serabutan dan merasa keberatan dengan kenaikan tarif tersebut dapat mengajukan keringanan dan nantinya diberikan tarif sesuai dengan kemampuan," jelas Darmaningtyas.

"Dengan begitu subsidi tersebut tepat sasaran karena diberikan kepada mereka yang betul-betul memerlukan," pungkasnya. (ha/pkp)

 

Baca selengkapnya di: Detik News

Tarif KRL Lebih Mahal buat 'Si Kaya', Pengamat: Sulit Dilaksanakan