Israel Baustopp Ende
29 September 2010Pemukiman Yahudi kembali dapat dibangun di Tepi Barat. Penghentian sementara yang diperintahkan perdana menteri Israel sepuluh bulan lalu, telah berakhir. Para pemukim dan pendukungnya di Parlemen merayakannya seperti perayaan tahun baru di Eropa. Langsung pada malam harinya, traktor dan mesin bangunan kembali beroperasi mengejar ketinggalan waktu. Secepat mungkin membangun perumahan baru dan meluaskan pemukiman.
Masalah sesungguhnya bukan berkaitan dengan motivasi ideologi dari para pemukim, yang meluaskan kawasan pemukiman untuk menguasai seluruh tanah suci yang seperti yang tercantum dalam Al Kitab. Tapi keinginan dan impian itu dapat segera dihentikan bila pemerintah bertekad untuk melakukannya. Masalahnya terletak dalam masyarakat Israel sendiri, yang melihatnya dengan sikap bungkam. Masalahnya terletak di tangan warga Israel, yang membiarkan dirusaknya harapan bagi dapat tercapainya perdamaian.
Dalam jajak pendapat terungkap, bagi mayoritas warga Israel yang hidupnya senang, perdamaian tidak memainkan peranan. Dan mereka benar-benar tidak merasakan adanya kekhawatiran dan kecemasan. Bagi mereka warga Palestina seolah telah lenyap di balik tembok beton pembatas setinggi sembilan meter. Penderitaan dan kehidupannya yang tanpa dilindungi hukum, tidak lagi merupakan tema yang dibahas dalam diskusi publik di Israel.
Tidak hanya pemukim fanatik yang memetik keuntungan dari proyek pemukiman ini, melainkan juga warga biasa dan keluarga muda di Israel. Mereka dapat pindah dari kawasan yang padat di kota-kota ke kawasan hijau dengan harga rumah yang menguntungkan. Para orang tua hendak membesarkan anak-anaknya di kawasan pedesaan, makanya mereka pindah ke pemukiman di Tepi Barat.
Mereka adalah warga Israel yang berasal dari bagian timur dan selatan kota Yerusalem. Dan umumnya tidak mengetahui, bahwa mereka tinggal di wilayah Palestina yang diduduki. Sebagian malah tinggal di atas tanah milik pribadi warga Palestina yang dicuri. Misalnya di kawasan Gillo di pinggiran bagian selatan kota Yerusalem. Umumnya mereka bertani, di bekas lahan warga Palestina yang diusir, dengan memanfaatkan sumber air yang cukup di Tepi Barat, dan kesuburan tanah di lembah Yordan. Mereka menanam kurma untuk diekspor, serta menanam sayuran bio dan buah-buahan. Yang juga mengeduk keuntungan adalah para pengusaha muda yang berhasil dari Tel Aviv, yang mendirikan toko swalayan dengan menampung buah arbei bio, sayuran dan keju dari Tepi Barat, dan anggur dari Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Dengan kenyataan ini, tidaklah mengherankan bila di pekan belakangan di Israel, tak seorangpun yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes dicabutnya penghentian pembangunan pemukiman Yahudi. Tidak ada demonstasi massa, yang menekan Perdana Menteri Netanjahu, agar perundingan dengan Palestina tidak terancam. Gerakan perdamaian menarik diri ke situs internet. Dan Partai Buruh juga ikut memerintah. Tak seorangpun yang hendak atau ingin melancarkan aksi protes. Dan bagaimana dengan perdamaian di Timur Tengah? Harapan untuk itu telah terkubur di bawah fondasi pemukiman Yahudi yang baru.
Bettina Marx
Editor; Asril Ridwan