Steinmeier: Diplomasi Perlu Waktu
1 Juli 2014"Kalau ikut cara modern, pemaparan saya akan berjudul 15 Fakta Penting Politik Luar Negeri Jerman," kata Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier dalam sambutannya di konferensi Global Media Forum di Bonn. "Itulah format internet dan berita online yang selalu mengejar jumlah klik".
Masalahnya, lanjut Steinmeier, diplomasi perlu waktu. "Jumlah klik di internet terutama perlu kecepatan dan gambar-gambar baru yang menarik. Ini sangat merugikan diplomasi."
Gambar-gambar drasttis yang tersebar dengan cepat lewat internet, media sosial dan ponsel pintar sering punya dampak fatal. Karena gambar-gambar ini selalu menuntut solusi cepat. Misalnya kalau ada konflik yang brutal. "Sebaliknya, metode politik luar negeri jadi terasa sangat lamban".
Menurut Steinmeier, penyebaran informasi yang sangat cepat lewat internet membawa dilema. Sementara berbagai konflik makin rumit dan kompleks, publik ingin solusi cepat dan memilah semua hal dalam kategori hitam dan putih, baik dan jahat. "Padahal realita dunia tidak bisa dikategorikan sesederhana itu".
Realita rumit, tidak selalu hitam putih
Misalnya dalam konflik di Ukraina. "Kalau saya membuka akun Facebook saya, setiap hari ada Shitstorm tentang politik luar negeri. Di satu pihak, banyak komentator menuntut sikap yang tegas dan keras, di lain pihak, kami dituduh ingin menyulut perang."
Steinmeier mengimbau pada pekerja media untuk mengingat tanggung jawab mereka dalam penyebaran informasi. "Jangan tergoda memberi gambaran hitam atau putih, kalau situasinya masih abu-abu. Dalam suatu sengketa, kita harus menyadari bahwa ada beberapa pandangan yang saling bersaingan tentang suatu peristiwa." Misalnya dalam krisis di Ukraina, ada sudut pandang berbeda karena latar belakang sejarah yang berbeda juga.
Menlu Jerman itu menjelaskan, internet memang menjadi tantangan besar bagi politik luar negeri. Karena kebijakan politik selalu harus punya batasan, sedangkan internet tidak mengenal batas.
Masalah lainnya adalah, kebijakan politik dilakukan oleh negara, sedangkan data-data di internet dimiliki oleh perusahaan swasta yang beroperasi tanpa mengenal batas negara. Pengawasan dan perlindungan data perlu kerjasama transnasional. Inilah debat yang muncul setelah skandal penyadapan NSA diungkap oleh Edward Snowden.