Sidik Jari Kemasan Cegah Pemalsuan Obat
14 Desember 2010Pemalsuan obat-obatan kini sudah menjadi masalah dalam skala global. Pada berbagai kasus, pemalsuan obat-obatan terbukti berdampak fatal. Tahun 1996 lalu, 89 anak di Haiti meninggal akibat mengkonsumsi obat batuk palsu yang mengandung bahan beracun. Sementara sebelumnya di tahun 1995, pemberian vaksin anti penyakit radang otak atau meningitis yang dipalsukan dan tanpa unsur aktif terhadap 50.000 orang di Niger, menyebabkan tewasnya 2.500 orang.
Juga kerugian ekonomi yang ditimbulkannya amat besar. Lembaga riset pasar di Amerika Serikat menaksir, pada tahun 2010 ini kerugian akibat pemalsuan obat-obatan mencapai sekitar 75 milyar Dolar. Sementara itu, pembuktian pemalsuan itu amat pelik, karena seiring kemajuan teknologi, kemasan obat asli dengan yang palsu kini amat sulit dibedakan.
Para peneliti material di Institut Fraunhofer untuk Teknik Pengukuran Fisika di Freiburg melaporkan, hasil riset yang mereka miliki, menyangkut struktur kertas yang berbeda-beda dan unik, dapat digunakan untuk melacak dan membedakan kemasan obat-obatan yang asli dengan yang palsu. Setiap helai kertas ternyata memiliki semacam sidik jari yang khas dan berbeda-beda. Kemasan obat yang terbuat dari kertas atau karton kini dapat berfungsi sebagai ciri khas identifikasi untuk melacak adanya pemalsuan.
Dr. Dominik Giel dari Institut Fraunhofer di Freiburg menjelaskan, “Hal ini menyangkut fenomena sederhana. Setiap helai kertas memiliki struktur sendiri. Dalam produksi hal itu terjadi akibat arah seratnya. Kita dapat melihatnya, jika selembar kertas kita letakkan di belakang cahaya. Atau jika kita melakukan digitalisasi menggunakan scanner. Jika kontrasnya amat kuat atau cahaya amat terang, terlihat jalur gelap dan terang.“
Apa yang terlihat di sana adalah ketidakrataan permukaan dalam ukuran mikro. Jika citranya disimpan dalam memory komputer, hal itu sama saja seperti menyimpan sidik jari digital selembar kertas. Sidik jarinya dapat disimpan di sebuah bank data. Dengan begitu, kertasnya dapat diidentifikasi tanpa keraguan. Dengan itu pula pemalsuan kemasan obat dapat diketahui atau dilacak. Penggunaan kertas yang memiliki data sidik jari semacam itu sudah lazim pada kesepakatan antar negara. Kini prosedurnya juga akan diterapkan untuk kemasan produk, terutama obat-obatan.
Strategi Antisipasi Obat Palsu
Maraknya peredaran obat-obatan palsu dipicu keuntungan ekonomi yang menggiurkan. Sebab untuk pengembangan sebuah obat paten, diperlukan waktu lama dan dana jutaan Euro. Dalam tema ini sidik jari kemasan obat-obatan dapat membantu. Sebuah kamera khusus memotret kemasannya segera setelah dicetak. Pemotretan dapat memilih bagian tertentu dari permukaan kemasannya. Misalnya dibagian di mana dicetak kode produksi. Kedengaran prosesnya relatif sederhana, padahal dalam prakteknya pencetakan kemasan dilakukan dengan kecepatan tinggi, sekitar 10 meter per detiknya.
Jadi untuk prosesnya diperlukan teknologi canggih, seperti diungkapkan Dr. Dominik Giel: “Dalam produksinya di dalam mesin cetak, kami memanfaatkan pencahayaan khusus pulsa pendek dari diode, yang menyinarinya dalam bilangan milidetik. Jika kemudian permukaannya dibandingkan, kita dapat memakai lampu biasa atau mikroskop video. Kami bahkan mencobanya, apakah dapat memanfaatkan ponsel tetapi tanpa kaca pembesar atau optik pembesar gambar.“
Jika apoteker hendak melakukan pengujian, apakah kemasan obat-obatannya asli atau palsu, ia harus memotret dengan kamera digital pada tempat di mana sidik jari di saat pencetakan diterakan. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan bank data dari pabrik obat-obatan, apakah kemasannya asli atau tidak? Untuk membandingkannya diperlukan software dengan algoritma khusus. Jadi diperlukan proses pembandingan data, dengan melakukan identifikasi masing-masing pola sidik jarinya. Hasilnya nyaris sempurna tanpa keraguan, kata Dominik Giel.
Prosedur bagi pelacakan pemalsuan obat-obatan berdasarkan sidik jari kemasannya ini merupakan proyek bersama yang juga melibatkan perusahaan dan industri. Teknik yang digunakan juga dapat dimanfaatkan untuk material lainnya. Para peneliti meyakini, teknik baru itu dapat dimanfaatkan dalam praktek sehari-hari untuk memerangi pemalsuan berbagai produk.
Hellmuth Nordwig/Agus Setiawan
Editor: Yuniman Farid