Seratus Hari Donald Trump, Seribu Kicauan di Twitter
Sejak menduduki kursi nomor satu di Washington, Donald Trump lebih banyak berkoar di Twitter ketimbang menepati janji kampanyenya. Inilah kumpulan kicauan Trump paling kontroversial di 100 hari pertamanya.
Kontroversi Dalam 140 Huruf
Twitter menjadi platform favorit Donald Trump buat memublikasikan dekret atau sekedar melontarkan pernyataan pedas pada lawan politiknya. Dengan pesan yang cuma sepanjang 140 karakter, situs sosial media ini menawarkan kesempatan buat Trump untuk memuat pernyataan yang kontroversial, tanpa perlu menjelaskan duduk perkaranya seperti pada sebuah artikel.
"Iblis" dari Enam Negara Muslim
"Kita harus menjaga negara ini dari iblis," tulisnya pada 20 Januari ihwal perintah larangan masuk bagi warga muslim dari enam negara Islam. Ketika larangan tersebut digugurkan pengadilan, ia balik menyalak, "apa jadinya dengan negara ini jika kita membiarkan orang jahat masuk?"
Pertalian Racun di Asia Pasifik
Perekonomian Cina dan AS bertaut erat tanpa bisa dipisahkan. Namun begitu Trump gemar menyerang Beijing dalam isu perdagangan. Ia bahkan menyebut Cina sebagai "manipulator mata uang." Tapi dasar Trump, ia kemudian menyangkal ucapannya sendiri. "Kenapa saya mau menyebut Cina manipulator mata uang, padahal mereka bekerjasama dengan kami dalam isu Korea Utara!?."
Demonisasi Media
Terutama media liberal dan kiri sering menjadi sasaran amuk Donald Trump sejak masa kampanye. Berulangkali ia menyebut CNN, New York Times atau ABC sebagai media abal-abal. "Media palsu bukan musuh saya, tapi musuh rakyat Amerika!" Pada lain kesempatan ia menyerukan penduduk AS agar "tidak mempercayai media mainstream."
Hantu Obama di Gedung Putih
Selama 100 hari pertama Trump sibuk memerangi warisan mantan Presiden Barack Obama, antara lain kebijakan lingkungan dan asuransi kesehatan. Ia bahkan melontarkan tuduhan miring pada pendahulunya itu. "Baru mendapat kabar Obama 'memata-matai' saya di Trump Tower sebelum kemenangan (Pemilu)." Tudingan tersebut tidak pernah bisa dibuktikan.
"Musuh" di Sebrang Atlantik
Selain Obama, Kanselir Jerman Angela Merkel juga sering menjadi korban serangan verbal Donald Trump. Tidak jelas kenapa Trump gemar mencibir sekutu dekat AS tersebut. "Jerman berutang besar pada NATO dan Amerika Serikat. Mereka harus membayar layanan keamanan yang kita sediakan," kicaunya. Pada kunjungannya ke Washington Merkel lalu menguliahi Trump soal prinsip kerja NATO.
Proteksionisme dan Ancaman
"Beli produk Amerika, pekerjakan orang Amerika," tulisnya sesaat setelah dilantik menjadi Presiden. Proteksionisme yang menjadi aib bagi kebanyakan kepala negara, justru menjadi senjata Trump buat meraup suara. Ia antara lain mengancam bakal menerapkan pajak berlebih jika perusahaan multinasional tetap memproduksi barang yang akan dijual di AS di luar negeri.