Serangan NATO Picu Pembakaran Kedubes Inggris
1 Mei 2011Serangan udara NATO di Tripoli yang dilaporkan menewaskan putra bungsu dan tiga orang cucu pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, menuai kecaman. Ketua Komite urusan Luar Negeri di majelis rendah Rusia, Duma, Konstantin Kosachev mengatakan, kini terdapat semakin banyak fakta yang mengindikasikan target pasukan koalisi adalah membunuh Gaddafi. Ia menilai serangan tersebut telah melanggar resolusi PBB yang hanya mengatur zona larangan terbang dan perlindungan bagi warga sipil.
Nada protes juga datang dari sekutu lama Gaddafi, Presiden Venezuela Hugo Chavez. Ia menilai serangan NATO sebagai upaya pembunuhan. Pandangan ini dibantah juru bicara NATO, Carmen Romero. "Tidak. Kami tidak menarget individu manapun. Operasi pasukan koalisi menarget pusat kontrol dan komando militer yang jelas terkait dengan serangan sistematis rezim Gaddafi terhadap warga sipil. Kami sadar akan laporan media mengenai kemungkinan tewasnya anggota keluarga Gaddafi. Ini adalah target militer, dan kami tidak bisa mengkonfirmasi siapa yang ada disana," ujar Romero.
Belum sampai sepekan lalu, Gaddafi berhasil lolos dari serangan udara NATO yang meratakan pusat komunikasi militer Libya di Bab al-Aziziyah. Sebuah serangan NATO lainnya yang terkesan secara spesifik menarget Gaddafi. Waktu itu pun Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin sudah melontarkan kritik dan menyebut serangan NATO sebagai sebuah 'perburuan' terhadap Gaddafi.
Carmen Romero lagi-lagi membantah tudingan adanya unsur kesengajaan, "NATO memenuhi mandat untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil dan melakukannya dengan teliti dan hati-hati. Tidak seperti pasukan Gaddafi yang menimbulkan banyak penderitaan. Jadi sekali lagi saya jelaskan, laporan kematian anggota keluarga Gaddafi belum dikonfirmasi."
Televisi nasional Libya menyiarkan unjuk rasa di Tripoli yang digelar pendukung Gaddafi. Mereka menuntut balas dendam atas kematian Saif al-Arab. Sebaliknya, kabar tewasnya putra bungsu Gaddafi justru disambut gembira di Benghazi yang dikuasai kaum pemberontak. Perayaan diwarnai tembakan ke udara. Pasukan pemberontak mengaku puas. Salah seorang dari mereka berkata, "Gaddafi membunuh kakak saya. Kami ingin Gaddafi tewas. Kematian anaknya adalah benar. Berkat Tuhan. Kami berharap kepada Tuhan agar semua anggota keluarga Gaddafi tewas."
Inggris menjadi salah satu negara yang mendukung serangan NATO. Menurut Perdana Menteri David Cameron, serangan pasukan koalisi sudah terencana dengan baik. "Kalian ingin saya mengomentari laporan yang belum terkonfirmasi. Saya hanya bisa mengatakan, kebijakan target NATO dan pasukan koalisi jelas sejalan dengan resolusi PBB nomor 1973. Yakni mencegah jatuhnya korban warga sipil dengan menarget mesin perang milik Gaddafi," bela Cameron.
Inggris mengusir duta besar Libya hari Minggu (1/5) menyusul serangan terhadap kedutaan besar Inggris dan Italia di Tripoli. Para pengunjuk rasa membakar gedung kedutaan kedua negara. Bendera Italia dirobek dan dilempar ke jalanan. Tidak ada korban jiwa dalam serangan karena kedua gedung sudah kosong sejak awal konflik. Inggris menilai rezim Gaddafi gagal dalam melindungi misi diplomatik sesuai dengan Konvensi Wina. Dubes Libya harus meninggalkan Inggris dalam waktu 24 jam.
Sementara juru bicara PBB, Stephanie Bunker, melaporkan telah mengevakuasi 12 orang pekerja Tunisia setelah kantor PBB juga menjadi target amuk pengunjuk rasa. Padahal para pekerja tersebut baru awal April lalu ditempatkan di Tripoli usai penandatanganan perjanjian PBB dengan pemerintah Libya.
Pertempuran terus berlanjut di kota-kota lainnya. Pasukan Gaddafi kembali menyerang kaum pemberontak hari Minggu. Ribuan tentara Libya tanpa seragam militer memasuki Misrata dari Zintan. Tank dan peluncur roket dikerahkan ke pinggiran Misrata. Serangan datang tak lama usai televisi nasional Libya menyiarkan gambar jasad anak Gaddafi.
dpa/ap/afp/Carissa Paramita
Editor: Rizki Nugraha