Saat Batasan Budaya Lumer di Berlin
Berlin layak jadi panutan dialog multibudaya dan toleransi. Di saat radikalisme, intoleransi dan populisme marak dimana-mana, karnaval budaya di ibukota Jerman melebur semua perbedaan.
Semua Bangsa dan Budaya
Parade di jalanan kota Berlin diwarnai tarian dari beragam etnis dan bangsa yang terwakili di Jerman. Inilah puncak acara Karneval der Kulturen (Carnival of Cultures) yang digelar sekali setahun. Seperti misalnya grup tari "Naga" dari Cina yang memukau publik dengan tarian penuh simbol filosofi ini.
Lepas Dari Batasan Mental
Batasan etnis, ras, bangsa atau budaya lumer dalam karnaval multi budaya tersebut. Misalnya Ratu samba Sonia de Oliveira dari grup Amasona Brazil membaur dengan peserta dari negara lain tanpa terpengaruh umur dan budaya. Grup ini menari di Berlin semabi memprotes tanaman transgenik yang merusak lingkungan flora dan fauna alami di Brazil.
Politik Dalam Bentuk Humor
Karnaval juga dimanfaatkan untuk melontarkan kritik dalam bentuk humor. Dalam foto terlihat pemrotes membawa poster seolah kemasan rokok dengan üplesetan peringatan bahayanya. Ditulis "isolasi menyebabkan kerontokan rambut" . Tema politik isolasi dan jadi isu besar dalam acara ini.
Tradisi Jerman Kuno Juga Hadir
Bukan hanya warga asing saja yang tampil dalam karnaval Berlin. Juga kelompok yang "terpinggirkan" di Jerman, seperti warga dari Swabia, yang dialek Jermannya sulit dipahami publik. Mereka juga tampil di dalam karnaval multi budaya dengan kostumnya yang khas.
Karnaval Buat Semua Warga
Karnaval Budaya tidak akan meriah tanpa penonton. Di sepanjang jalanan utama kota Berlin para penonton juga menggelar beragam aktivitas pendukung. Karneval der Kulturen digelar selama 4 hari, selain diwarnai arak-arakan juga diramaikan tampilan band dan DJ internasional, artis jalanan serta workshop mengenai keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Ed:Bettina Baumann (as/ap)