Jerman Ketinggalan Booming Organik
16 Mei 2013Apel organik dari Argentina, tomat dari Spanyol - saat melihat ragam pilihan di supermarket organik Jerman, konsumen bisa jadi bertanya-tanya. Meski seseorang ingin membuat keputusan tepat secara ekologis dan berkelanjutan saat berbelanja, banyak buah-buahan dan sayur-mayur yang telah didatangkan dari jauh, meninggalkan jejak karbon yang tidak sedikit.
Penjual bahan pangan Jerman tidak hanya mengimpor produk-produk eksotis seperti pisang dan mangga yang tidak mungkin tumbuh di Jerman, tapi juga kentang, apel, dan timun, bahkan daging babi dan produk susu.
Menurut studi terbaru dari Universitas Bonn, setiap apel organik kedua yang dijual di Jerman adalah produk impor. Sementara penjualan produk organik naik tiga kali lipat di Jerman, lahan pertanian yang digunakan untuk produk organik hanya meningkat menjadi sebesar 6,3 persen dari total lahan pertanian. Booming organik meninggalkan para petani Jerman, menjauhkan potensi keuntungan dari kantong mereka dan menghambat pertumbuhan lapangan kerja di sektor pertanian organik.
Pertanian organik tak menarik bagi petani Jerman
Menurut para pakar, pertanian organik gagal bukan karena kurangnya insentif. Setiap negara bagian Jerman, begitu juga dengan pemerintah Jerman dan bahkan Uni Eropa mendukung pertanian organik. Namun, perkembangannya tidak stabil. "Banyak petani yang mempertanyakan apakah pertanian organik bermanfaat dan apakah dukungan dari negara akan bertahan. Bahkan, sejumlah negara bagian Jerman telah mengurangi pendanaan atau menghentikan sama sekali," ungkap Ulrich Köpke yang merilis studi oleh Universitas Bonn. Saat ini selisih harga antara produk organik dengan non-organik begitu kecil sehingga sudah tidak sepadan lagi untuk beralih.
Perluasan pertanian organik mengalami stagnasi di Jerman dalam beberapa tahun terakhir, hingga sampai pada titik banyak petani organik yang kembali ke pertanian tradisional. Bukan hanya karena selisih harga, tapi juga karena hasil panen organik lebih sedikit. "Berdasarkan pengalaman, peralihan ke pertanian organik berarti berkurangnya hasil panen dalam tahun-tahun pertama. Tanah yang sudah dipupuk bertahun-tahun harus belajar bertahan tanpa tambahan pupuk lagi," jelas Markus Arbenz dari Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik (IFOAM).
Jerman ketinggalan dibandingkan negara UE lain
Petani yang mematuhi aturan pertanian organik harus menaruh hewan mereka di areal luas dan menggunakan lebih sedikit pupuk dibandingkan petani konvensional. Lahan organik meningkat rata-rata 50 persen di Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Perancis, negara Uni Eropa dengan pemasukan organik terbesar kedua, mengalami peningkatan 60 persen. Di Polandia, melonjak hingga 500 persen.
Negara-negara tetangga Jerman mengikuti booming pertanian organik karena sejumlah alasan. Umumnya pertanian organik lebih membutuhkan tenaga kerja ketimbang pertanian konvensional. Negara-negara dengan upah rendah jelas memiliki keunggulan dalam bersaing. Cuaca juga berperan penting. Mereka yang ingin makan zukini dan tomat di musim dingin tentu tidak dapat mengharapkan sayuran tersebut tumbuh di Jerman.
Austria memimpin pasar organik di Uni Eropa. Tidak ada negara Uni Eropa lain yang memiliki manajemen lahan pertanian seekologis Austria. Tahun 2010, 13 persen dari seluruh usaha pertanian disertifikasi sebagai organik. Republik Ceko berada di posisi kedua. Negara tersebut berinvestasi pada pertanian organik lebih dini, menciptakan perserikatan organik dan membangun infrastruktur yang dibutuhkan - pembangunan yang hingga kini masih membuahkan hasil. Industri organik juga naik daun di luar Uni Eropa. Pertumbuhan terlihat di Argentina, Ethiopia, Australia, Brasil, Cina, India dan Peru.