Belanda: Jaringan Perdagangan Narkotika Ancam Aturan Hukum?
29 Desember 2022Awal November lalu, dua pengacara Peter Schouten dan Onno de Jong, serta wartawan Saskia Belleman datang ke gedung persidangan terpenting Amsterdam, Rechtbank. Mereka hadir untuk mendengar rencana kehakiman dalam penyidikan kasus kematian teman dekat dan kolega mereka, wartawan Peter R. de Vries.
Namun, pengadilan mengumumkan penyidikan kasus ini akan dimulai kembali awal tahun depan, karena seorang hakim yang ikut mengurus pindah ke negara lain. Dan bulan Juli lalu, sejumlah bukti baru membuat kasus semakin rumit.
Seorang juru bicara keluarga de Vries mengungkap kepada reporter, walaupun mereka bersyukur bahwa kehakiman berusaha mencari pelaku pembunuhan, tetapi proses ini menambah penderitaan keluarga.
Saskia Belleman, yang bekerja sebagai reporter pada koran Belanda De Telegraaf juga merasa penundaan keputusan dan pengulangan proses penyidikan dari awal, berdampak secara pribadi pada banyak wartawan kehakiman dan kriminalitas seperti halnya dirinya.
"Tapi di lain pihak, beberapa pekan terakhir ini saya sadar, jika ada tersangka yang bisa memberikan informasi tentang kejadian malam itu, misalnya siapa yang melepas tembakan, tentu bagus jika penyidikan diulang," kata Belleman.
Kekacauan hukum
Reporter kriminalitas Belanda, Peter R. de Vries ditembak mati Juli 2021 di jalanan yang ramai di kota Amsterdam. Peristiwa kriminal itu membuat terkejut dan marah banyak orang.
Sebelum tewas, de Vries sudah mendapat kepercayaan Nabil B. Ia adalah saksi utama yang memberikan keterangan dalam kasus Marengo, yang jadi proses pengadilan besar terhadap Ridouan Taghi, pria Maroko-Belanda yang menjadi salah satu pentolan mafia narkotika dan obat terlarang.
"Jaksa yang menyidik kasus pembunuhan de Vries menduga gang Taghi jadi dalang pembunuhan", ungkap Peter Schouten. "Semua orang diintimidasi oleh geng narkoba itu. Baik polisi, hakim, dan jaksa." Schouten yang berusia 65 tahun adalah jaksa yang mendampingi Nabil B dalam kasus Marengo.
Intimidasi ditambah dua kasus kriminalitas yang sekarang ternyata berhubungan, menyebabkan jaksa menunda pemberian informasi untuk melindungi saksinya, pengacara orang yang tertuduh menuntut pengadilan terpisah, dan seorang hakim pindah ke negara lain.
"Karena semua tekanan ini, terjadi kesalahan. Tapi secara hukum kita harus bisa menghadapinya, belajar dari kejadian ini dan melakuakan perubaan dalam hukum," kata Schouten.
Aturan hukum terancam?
Pembunuhan de Vries dan rumitnya prosedur hukum dalam penyidikan mengungkap celah dalam sistem aturan hukum di negeri Kincir Angin itu.
Baik Schouten, maupun koleganya Onno de Jong, yang jadi pengacara utama bagi saksi utama dalam kasus Marengo, sudah mendapat pengawalan polisi lebih dari setahun, setelah mendapat informasi bahwa nama mereka tercantum dalam daftar orang yang akan dibunuh, akibat profesi mereka.
"Setelah kolega dan teman kami de Vries ditembak mati Juli 2021, penjagaan polisi jadi sangat intensif. Melibatkan bodyguards dan mobil berlapis baja", papar Schouten kepada DW.
Menurut Index Global Kriminalitas Terorganisir 2021, angka kriminalitas di Belanda belum termasuk kategori menggelisahkan. Dari 193 negara, Belanda berada pada posisi ke 107, dengan skor kriminalitas global 4.69, yang dianggap termasuk nilai rata-rata kriminalitas di dunia.
Indeks tersebut juga mengemukakan, jaringan kriminalitas utama di Belanda mencakup penjualan narkotika dan obat terlarang di jalanan, prostitusi dan penyelundupan senjata, yang terutama terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag.
Ini juga jadi alasan mengapa Schoulten berkeras ingin melanjutkan kasus Marengo, walaupun nyawanya terancam. Jurnalis Saskia Belleman mengatakan, sentimen yang sama juga bisa sangat dirasakan di kalangan wartawan Belanda.
"Rekan-rekan saya bertekad terus menulis tentang kriminalitas terorganisir dan mengungkap apa yang terjadi di negara ini, serta seberapa berbahayanya dan pentingnya memerangi kriminalitas terorganisir,” katanya dalam wawancara dengan DW.
Jalan yang harus ditempuh Belanda masih panjang
Walaupun kasus pembunuhan de Vries akan diulang awal tahun depan, pengacara Schouten dan de Jong belum kehilangan harapan. Tapi keduanya menekankan, solusi harus ditemukan di taraf nasional dan Eropa, untuk meralat kesalahan dalam hukum dan melindungi orang dari kriminalitas.
Mafia di Italia sudah berkembang sejak awal 1900-an. Tapi beberapa waktu belakangan ini, menurut laporan badan keamanan Eropa European Union Agency for Law Enforcement Cooperation (Europol), kriminalitas terorganisir sudah bermunculan di negara-negara lain Uni Eropa (UE).
Laporan itu mengemukakan bahwa hampir 40% aktivitas jaringan kriminalitas di UE terlibat perdagangan narkotika dan obat-obat terlarang. Selain itu, 65% kelompok kriminal yang aktif di UE juga berasal dari berbagai negara.
Menteri Kehakiman dan Keamanan Belanda Dilan Yesilgoz-Zegerius mengatakan kepada DW, Belanda sekarang bekerja sama dengan negara-negara Eropa lainnya seperti Belgia, untuk "memenangkan pertarungan melawan kriminalitas terorganisir."
Yesilgoz-Zegerius juga menyatakan, mereka mengambil langkah baru, yaitu menginvestasikan 700 juta euro ke dalam sistem dan orang-orang yang bertugas seperti pengacara, wartawan, juga petugas dan administrator lokal.
Tapi menurut pengacara Onno de Jong, perjuangan ini akan berlangsung lama. "Kriminalitas tidak akan berakhir dengan sebuah keputusan pengadilan. Saya, rasa masalah ini akan berlangsung puluhan tahun. Tentu pemerintah berusaha memeranginya. Tapi dalam hal itu, kita harus sadar, bahwa kita harus menjaga keseimbangan dalam sistem kehakiman kita."
Jadi jika memerangi kriminalitas dengan sebaik mungkin, kita harus memastikan, bahwa tersangka dan tertuduh mendapatkan apa yang mereka butuhkan, yaitu pembela yang bagus," pungkas de Jong. (ml/as)