Perang Ancam Sri Lanka - Misi Pengamatan Gencatan Senjata Berakhir
17 Januari 2008
Gencatan senjata antara pemerintah Sri Lanka dan pemberontak Tamil LTTE dihentikan tengah malam tepat, Selasa yang lalu (15/01). Para pengamat gencatan dari Skandinavia saat itu sudah membereskan koper dan siap pulang ke negaranya. Mereka adalah pengamat independen terakhir yang bertahan di wilayah pertempuran Sri Lanka dan acap kali dianggap sebagai musuh oleh kedua pihak yang berseteru. Kepala misi pengamat dari Norwegia, Lars Johan Solvberg:
„Misi pengamat Sri Lanka dihargai dan dikritik, diinginkan dan dibenci selama enam tahun belakangan. Kami meninggalkan negeri indah ini dengan perasaan sedih. Sangat sulit meninggalkan orang-orang di Sri Lanka yang sudah kami kenal, cintai dan hargai.“
Banyak orang kini khawatir, kekerasan akan semakin meningkat dan kedua pihak semakin tidak peduli terhadap hak asasi manusia. Angkatan bersenjata Sri Lanka merencanakan untuk menghancurkan LTTE dengan serangan-serangan militer yang lebih masif dan sudah mulai dilancarkan. Sementara para pemberontak Tamil mempertahankan impiannya untuk membangun negara sendiri, tanpa memperhatikan korban yang jatuh. Serangan bom masih terus dilancarkan. Pegiat perdamaian Jehan Perera:
„Kami menghadapi skenario yang menakutkan. Sulit membayangkan, LTTE akan mengakhiri pertempuran. Mereka melaksanakan visi dan ingin mencapai keinginan berkuasa. LTTE tidak bisa diharapkan menunjukkan sikap bertanggung jawab demi kepentingan rakyat Tamil yang menderita. Mereka akan terus bertempur. Perubahan harus datang dari pemerintah.“
Tetapi pemerintah Sri Lanka bersikeras melumatkan LTTE dan menguasai kembali wilayah yang masih dikuasainya saat ini. Juru bicara pemerintah Keheliya Rambukwella:
„Yang penting bagi kami adalah keamanan nasional dan pembebasan rakyat. Untuk itu kami lakukan apa yang diperlukan. Kami ingin membebaskan orang yang tak berdosa dari cengkeraman teror. Apakah ini disebut perang atau pembebasan, tergantung dari mereka yang menulis soal itu.”
Kebanyakan penduduk di Sri Lanka selatan, terutama mayoritas Singhala, menyambut baik kebijakan pemerintah. Serangan pemberontak terhadap warga sipil membuyarkan rasa simpati mereka terhadap kelompok yang ingin membentuk negara sendiri. Namun mereka meragukan bahwa LTTE dapat dikalahkan secara cepat dan mengharapkan perdamaian ketimbang perang. Pemerintah koalisi Presiden Rajapakse kini mendapat tekanan dari berbagai pihak. Kemenangan berdarah atas LTTE akan membuat gusar kelompok moderat, sedangkan kompromi dapat menimbulkan kemarahan para nasionalis.