1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAsia

Darurat Corona, PBNU Desak Pemerintah-DPR Tunda Pilkada 2020

21 September 2020

Desakan kepada DPR dan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 semakin kuat. Pilkada dikhawatirkan memunculkan kerumuman massa di masa pandemi COVID-19. Pemerintah sebut tengah mengkaji dua opsi.

https://p.dw.com/p/3ilpv
Pemungutan suara
Pemungutan suara saat Pilpres 2019Foto: Reuters/E. Su

Ketum PBNU Said Aqil Siroj meminta KPU dan DPR menunda Pilkada 2020. Pasalnya, Saiq Aqil menilai Pilkada dapat memunculkan potensi kerumunan massa meskipun protokol kesehatan COVID-19 dilakukan secara ketat.

PBNU meminta agar anggaran Pilkada 2020 direalokasikan untuk penanganan krisis kesehatan di tengah pandemi virus Corona. Selain itu, sebut Aqil, anggaran Pilkada pun bisa digunakan untuk penguat jaring pengaman sosial.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai hal ini demi kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim KH Safruddin Syarif mengatakan imbauan ini merujuk dari temuan penularan COVID-19 yang kian meningkat. Hal ini dikhawatirkan memicu munculnya klaster baru.

"Dengan adanya tahapan pilkada yang sangat sulit untuk menjaga protokol kesehatan, itu akan menyebabkan klaster baru yang akhirnya kita khawatirkan terjadi pembludakan orang-orang terpapar COVID-19," ujar Kiai Safruddin di Surabaya, Senin (21/09).

Selain itu, Kiai Safruddin menegaskan imbauan ini murni untuk kesehatan dan keselamatan masyarakat. Pihaknya tak memiliki kepentingan politik sama sekali.

"Nah, mungkin kalau misalnya kita geser setelah adanya vaksinasi beberapa bulan ke depan, kita meyakini kekebalan masyarakat dan bangsa Indonesia khususnya yang melaksanakan Pilkada kita harapkan tidak mudah terpapar COVID-19. Jadi ini sebenarnya pemikirannya murni untuk kesehatan masyarakat," lanjut Kiai Safruddin. 

Mendagri kaji dua opsi

Di tengah desakan penundaan Pilkada 2020, Mendagri Tito Karnavian memiliki dua opsi, yakni penerbitan Perppu atau revisi PKPU tentang Pilkada.

"Opsi Perppu ada 2 macam, Perppu yang pertama opsi satunya adalah Perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah COVID mulai pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum," ujar Tito, Minggu (20/09).

"Karena belum ada undang-undang spesifik khusus mengenai COVID tadi. Atau yang kedua, Perppu yang hanya spesifik masalah protokol COVID untuk Pilkada dan juga Pilkades serentak, karena Pilkades ini sudah saya tunda, semua ada 3.000," sambung Tito.

Tito kemudian bicara mengenai penundaan Pilkades. Menurutnya, Pilkades rawan jika digelar di tengah pandemi Corona. Pilkades tidak bisa dipantau oleh pemerintah karena diselenggarakan masing-masing bupati di daerah.

"Karena kalau Pilkada mungkin bisa kita lebih dikontrol, tapi kalau Pilkades, penyelenggaranya kan setiap kabupaten masing-masing, iya kalau punya manajemen yang baik, kalau tidak baik, rawan sekali, lebih baik ditunda," ungkap Tito.

Kembali pada opsi pemerintah, Tito mengungkapkan opsi kedua pemerintah adalah bukan menunda Pilkada. Tapi, merevisi PKPU tentang Pilkada saat ini.

"Kemudian, opsi kedua nya kalau nggak Perppu ya PKPU, aturan KPU ini harus segera revisi dan harus segera merevisi beberapa ini, nah ini perlu ada dukungan dari semua supaya regulasi ini, karena regulasi ini bukan hanya Mendagri, saya hanya fasilitasi yang utamanya adalah KPU sendiri yang harus disetujui komisi II DPR, kuncinya di KPU sendiri, kami mendorong, membantu, termasuk rapat sudah kita lakukan," pungkasnya. (Ed: pkp/rap)

 

Baca selengkapnya di: detiknews

Darurat Corona, PBNU Minta Pemerintah-DPR Tunda Pilkada 2020

PBNU Desak Tunda Pilkada 2020 Karena Corona, PWNU Jatim Sebut Itu Demi Warga

Pilkada Ditunda? Mendagri Punya 2 Opsi