Pemain Naturalisasi Indonesia: Kemajuan Yang Dibayar Mahal?
15 Januari 2024Indonesia akan berlaga di pertandingan Piala Asia perdana dalam 17 tahun terakhir pada hari Senin (15/01), dengan melawan Irak di Qatar. Namun, apapun yang terjadi pada pertandingan perdana dan dua pertandingan berikutnya di Grup D, perdebatan di dalam negeri tentang susunan tim justru berlarut-larut.
Irak memang memiliki pemain penyerang berbakat, namun garis pertahanan Indonesia punya Elkan Baggott, yang lahir di Inggris dan bermain untuk klub Ipswich Town, di mana dia saat ini sedang dalam proses promosi ke Liga Utama Inggris. Tak hanya Elkan, masih ada Jordi Amat, yang lahir di Spanyol dan memiliki pengalaman di liga Spanyol.
Kemudian ada juga duo kelahiran Belanda, Rafael Struick dan Marc Klok, yang bermain di lini depan. Mereka semua telah menjadi pemain internasional yang dinaturalisasi dalam beberapa tahun terakhir, dan memenuhi syarat untuk mewakili Indonesia.
Pelatih tim nasional (timnas) Indonesia asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, secara keseluruhan telah menggaet tujuh pemain naturalisasi, dalam usahanya membawa timnas yang berada di peringkat 146 dunia ini untuk bisa lolos dari fase penyisihan grup di Piala Asia untuk pertama kalinya.
Shin mengatakan bahwa ketika mengevaluasi pemain asing, dia mencari pemain yang memiliki darah Indonesia, kemampuannya untuk menambah kekuatan dalam tim dan sikap yang baik. Simon McMenemy, yang menjadi pelatih timnas 2018-2019, memahami betul mengapa penggantinya itu merangkul para pemain naturalisasi.
Pendatang baru, perspektif baru
McMenemy mengatakan kepada DW bahwa, "pemain asing bisa membantu meningkatkan standar.” Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa, "liga domestik Indonesia belum cukup kuat untuk bersaing dengan yang terbaik di Asia, tetapi ada peluang ketika menggunakan pemain dari liga yang lebih besar, jadi lebih baik."
Hal itu juga membantu sang pelatih. "Jika, sebagai pelatih tim nasional, Anda hanya mengandalkan liga lokal, maka sulit untuk mengubah apa pun karena para pemain berada di klub mereka. Namun, pemain dari luar bisa membantu pelatih membawa perubahan dan pemain lokal bisa belajar dari mereka, jadi ini menguntungkan semua orang,” jelas McMenemy.
Negara-negara Asia lainnya juga telah menempuh jalan yang sama, dengan hasil yang juga beragam. Tidak seperti tim Filipina dan Malaysia, yang begitu banyak mendapatkan manfaat dari bantuan pemain luar, tim lain seperti Cina misalnya, yang menaturalisasi pemain asal Brasil, belum begitu berhasil.
Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan juga pada 2012 lalu telah mencoba menaturalisasi pemain berketurunan asing pertama mereka, pemain asal Brasil Eninho, tetapi upaya tersebut gagal karena menghadapi penolakan dari berbagai pihak.
Sementara, opini di Indonesia terpecah-belah. "Situasinya 50:50 di sini," kata seorang penggemar asal Jakarta, Putera Kusumatoro, kepada DW.
"Beberapa penggemar berpendapat bahwa itu hal yang bagus karena para pemain naturalisasi memiliki hak untuk mewakili Indonesia karena mereka memiliki darah Indonesia, tetapi fans yang lain berpendapat bahwa itu hanya sebuah proses untuk mencapai kesuksesan instan, terutama karena sistem yang berakar di Indonesia tidak terlalu diprioritaskan."
Pengamat sepak bola Indonesia seperti Tommy Welly dan Akmal Marhali juga mempertanyakan langkah PSSI, dan melihat perekrutan pemain naturalisasi ini semata-mata sebagai jalan pintas untuk meraih kesuksesan jangka pendek.
Ancaman risiko bagi talenta dalam negeri
"Dari sudut pandang sepak bola, saya melihat ini sebagai masalah yang membutuhkan perhatian PSSI, terutama terkait program-program yang berasal dari bawah dan pengembangan pemain muda," kata Adhika Wicaksana, mantan staf komersial PSSI, kepada DW.
Wicaksana juga menambahkan bahwa, "fokus yang berlebihan pada pemain kelahiran luar negeri berisiko mengabaikan kebutuhan vital untuk meningkatkan infrastruktur dan pelatihan demi mengembangkan bakat lokal sebagai investasi jangka panjang."
Ada juga isu-isu yang lebih luas di luar permasalahan sepak bola. "Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang definisi 'Indonesia'," ungkap Wicaksana, seraya mengatakan, "jika bahasa adalah penentu utama, apakah seseorang seperti pembuat konten yang berbasis di Inggris yang fasih berbahasa Indonesia dan Jawa juga dapat dianggap sebagai orang Indonesia?"
McMenemy mengatakan yakin bahwa jika ditangani dan direncanakan dengan benar, mencari pemain berbakat di luar negeri bisa menjadi kebijakan yang tepat untuk Indonesia, selama Indonesia mengintegrasikan proses tersebut ke dalam strategi pengembangan jangka panjangnya.
"Ketika mendatangkan pemain naturalisasi dari luar, Anda harus merencanakannya satu atau dua tahun sebelumnya, dan jika melihat tipe pelatih seperti Shin, saya yakin dia memiliki rencana yang cukup kuat," katanya.
"Anda harus membawa mereka dalam setiap kesempatan yang didapat, untuk bermain dalam pertandingan persahabatan atau di pusat pelatihan. Jika Anda membawa pemain yang baru saja mendapatkan paspor dan tidak mengenal siapa pun, bermain di tim asing, maka akan sangat sulit," jelasnya.
Penampilan yang baik di Piala Asia yang terbantukan oleh para pemain naturalisasi kali ini mampu menghasilkan sesuatu yang lebih besar dan lebih baik, seperti yang dialami oleh McMenemy saat dia masih menjadi kepala pelatih tim Filipina pada tahun 2010 dan berhasil mencapai prestasi baik.
Haus akan kesuksesan
"Indonesia sangat haus akan kesuksesan," kata McMenemy. "Untuk seluruh gairah mereka saat pertandingan, mereka tidak memenangkan apa pun walaupun (populasi) mereka empat kali lebih besar dari negara lain di Asia Tenggara. Semua orang yang berkunjung ke sana percaya adanya potensi yang begitu besar, dan itu benar. Jika dibutuhkan pemain asing untuk masuk dan membawa kesuksesan itu, maka hal tersebut dapat memulai sesuatu yang lain dan justru mengarah pada sesuatu yang lebih besar,” jelasnya.
"Belum lagi, mereka mendapat dukungan penuh dari seluruh negeri, dan di Indonesia, itu bisa menjadi hal yang berdampak kuat," tambah McMenemy.
Bahkan dengan tambahan pemain baru, beberapa pendapat juga terpecah tentang apakah Merah Putih dapat mencapai babak 16 besar atau tidak, melihat lawan Indonesia di grup bukanlah lawan yang kaleng-kaleng. Ada Irak yang merupakan juara Asia pada tahun 2007, Vietnam yang merupakan salah satu negara terbaik di Asia Tenggara, dan Jepang yang telah empat kali juara dan saat ini merupakan salah satu tim terbaik dunia.
"Pelatih Shin menargetkan skor hasil imbang saat melawan Irak nanti, lalu menang melawan Vietnam, dan kalah melawan Jepang," kata Putera Kusumatoro. "Pertandingan kunci adalah pertandingan pertama melawan Irak. Jika hasil imbang diraih, maka kepercayaan diri akan terus meningkat saat melawan Vietnam nanti," tambahnya.
Dengan Indonesia yang baru saja memenangkan dua pertandingan dalam empat penampilan terakhir, itu tidak akan mudah. Adhika Wicaksana justru kurang optimis.
"Kekalahan baru-baru ini telah menunjukkan kurangnya kualitas dalam tim," katanya, seraya menambahkan bahwa, "mengingat usia tim yang masih muda, mengamankan setidaknya satu poin dan mencetak dua gol akan menjadi penampilan yang terhormat."
(kp/hp)