PBB Evakuasi Korban Sipil di Sri Lanka
29 Januari 2009Pertempuran yang tak henti-hentinya di Sri Lanka telah mendorong sejumlah negara, seperti India dan Kanada, serta organisasi-organisasi internasional untuk menyatakan kekhawatirannya atas nasib warga sipil di kawasan itu. Yolanda Foster, ahli urusan Sri Lanka di organisasi hak azasi, Amnesty Internasional mengatakan, bahwa sejak tanggal 16 Januari kawasan perang itu tak lagi menerima pasokan pangan. Ia mengatakan, bahwa prioritas utama adalah penyediaan bantuan medis bagi warga yang cedera.
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa, ada sekitar 350 warga sipil yang berada dalam keadaan kritis, termasuk 50 anak-anak. Kamis, hari ini konvoi ambulans Palang Merah International ICRC akan mengangkut para korban ke rumah sakit di Vavuniya. Untuk itu mereka harus menyebrangi garis depan di mana pertempuran berlangsung.
Juru bicara PBB, Marie Okabe mengatakan, “konvoi itu sudah berhari-hari tertahan di kota perbatasan di dalam kawasan yang dikuasai Macan Tamil”. Disebutkan, evakuasi dapat dilakukan setelah negosiasi berkepanjangan dengan para pemberontak, yang kini mengizinkan konvoi untuk lewat dengan aman.
Keamanan konvoi juga dijamin oleh Presiden Srilanka, Mahinda Rajapaksa hari Rabu usai pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri India. Setelah sekitar 250 warga sipil tewas dalam baku tembak yang terjadi, pemerintahan Sri Lanka menyatakan akan memperhatikan keamanan warga. Dikatakan, pasukan Sri Lanka akan menghormati zona aman yang meliputi 3 desa di kawasan Mullaivitu.
Sementara itu, saudara kandung Presiden, yakni Menteri Luar Negeri Gotabhaya Rajapaksa menyangkal laporan ICRC mengenai situasi di kawasan perang. Menurut dia, ICRC melakukan propaganda yang memburukan pemerintah Sri Lanka. Rajapaksa mengatakan, “Itu informasi yang salah. Di Sri Lanka Utara tidak ada bencana kemanusiaan. Kami terbiasa dengan situasi ini. Kami telah lama menghadapi masalah di Sri Lanka Utara. Semua laporan ini adalah propaganda, organisasi-organisasi itu hanya memicu panik”
Konflik di Srilanka yang telah berlangsung selama 25 tahun ini diharapkan akan berakhir dalam waktu dekat, dengan semakin banyaknya wilayah LTTE yang berhasil direbut oleh pasukan pemerintah. Menteri luar negeri Srilanka Gotabhaya Rajapaksa menilai kali ini hanya solusi militer yang dapat mengakhiri konflik, “Tidak ada gencatan senjata! Buat apa ? Setelah hampir tiga dasawarsa, kami akhirnya bisa memojokan mereka. Setiap kali diadakan gencatan senjata, LTTE menggunakannya untuk rekonsolidasi kekuatan. Karena itu masalahnya terus terseret-seret. Kali ini kami tak akan melakukannya dan kamipun tak akan memberikan gencatan senjata.”
Menurut Organisasi Human Rights Watch di New York, ada sekitar 250 ribu warga sipil yang terperangkap di kawasan tempur Srilanka. (ek)