Parlemen Inggris Kembali Tolak Semua Opsi Brexit
2 April 2019Seharusnya Inggris meninggalkan Uni Eropa tanggal 29 Maret 2019, dua tahun setelah permohonan untuk keluar dari lembaga ini secara resmi diajukan. Selama hampir dua tahun, pemerintah Inggris di bawah pimpinan Perdana Menteri Theresa May melakukan perundingan intensif dengan Uni Eropa mengenai proses Brexit. Kesepakatan akhirnya tertuang dalam Perjanjian Brexit setebal hampir 600 halaman.
Namun hingga kini, perjanjian itu ditolak oleh Parlemen Inggris. Selain menolak Perjanjian Brexit dengan Uni Eropa, parlemen Inggris juga menolak semua opsi alternatif yang diajukan beberapa anggota parlemen sebagai jalan tengah.
Pemungutan suara terakhir dilakukan hari Senin (1/4) dengan empat opsi alternatif, yang semuanya ditolak oleh mayoritas anggota parlemen. Minggu yang lalu, parlemen juga menolak 8 opsi alternatif yang diajukan.
Kebuntuan di parlemen Inggris
Kebuntuan di parlemen Inggris membuat kondisi yang disebut No-Deal-Brexit, atau "hard Brexit" jadi semakin nyata. Ini adalah proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa perjanjian. Hal ini sebenarnya tidak diinginkan oleh pemerintah Inggris maupun Uni Eropa.
Karena itu, Uni Eropa bulan Maret lalu memenuhi permohonan pemerintah Inggris untuk mengundurkan jadwal Brexit, dengan syarat bahwa parlemen Inggris harus menyepakati satu alternatif sampai paling lambat 12 April.
Tapi kebuntuan di parlemen Inggris kelihatannya tidak menyediakan alternatif lain, selain proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa perjanjian. Kalangan ekonomi memprediksikan kerugian miliaran Euro, seandainya hal ini yang benar-benar terjadi.
Peluang terakhir
Pemerintahan Theresa May tampaknya hanya punya satu kemungkinan lagi, yaitu mengajukan pemungutan suara untuk ke-empat kalinya tentang Perjanjian Brexit. Dalam tiga kali pemungutan suara sebelumnya, perjanjian itu selalu ditolak mayoritas anggota parlemen. Menurut kabar terakhir, Theresa May bertekad mengajukan lagi Perjanjian Brexit ke parlemen hari Rabu (3/4).
Koordinator Brexit di Uni Eropa, Guy Verhofstadt mengatakan, pemungutan suara hari Rabu adalah benar-benar "peluang terakhir" bagi Inggris, atau Inggris harus "menghadapi jurang maut" dari Brexit tanpa perjanjian.
Ketua Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker mengatakan, Uni Eropa punya banyak kesabarn tetapi kini kesabaran itu sudah hampir sirna. "Dengan teman-teman Inggris kami, kami memiliki banyak kesabaran, tetapi kesabaran kami sekarang hampir habis," kata Jean-Claude Juncker kepada saluran televisi Italia Rai 1.
Kini, semua pandangan terarah ke parlemen Inggris, yang akan melakukan pemungutan suara hari Rabu, 3 April.