NATO Ambil Alih Operasi Militer di Libya
27 Maret 2011Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan segera mengambilalih kendali atas operasi militer di Libya. Hal tersebut disepakati oleh duta besar dari ke-28 negara anggota dalam sebuah pertemuan di Brussel. Nantinya NATO akan mengkoordinasikan serangan udara untuk melindungi warga sipil Libya. Zona larangan terbang dan operasi militer koalisi internasional di Libya dimulai satu pekan lalu.
Selama ini komando atas operasi tersebut dipegang oleh Amerika Serikat, Perancis dan Inggris. Sementara itu kelompok pemberontak dilaporkan kembali merebut pelabuhan minyak Brega dan Ras Lanuf. Militer Libya kini telah menarik pasukannya kembali ke kota Sirte, tempat kelahiran Muammar Gaddafi.
Obama Pertahankan Strategi di Libya
Sementara itu dalam pidato yang dipancarkan lewat radio dan internet Presiden AS Barack Obama (Sabtu, 26/03) mempertahankan langkah AS yang ikut dalam aksi militer di Libya. Dari sudut pandang Presiden AS Barack Obama aksi militer internasional di Libya mencegah pertumpahan darah di kalangan masyarakat sipil. Karena langkah itu cepat diambil, bencana kemanusiaan dapat dihindari dan hidup orang-orang tidak bersalah dapat diselamatkan.
Demikian dikatakan Obama Sabtu lalu (26/03) dalam pidatonya yang dipancarkan lewat radio dan internet. Penempatan militer di Libya itu juga termasuk kepentingan nasional AS, dan itu termasuk dalam tanggung jawab pemerintahannya. Demikian dinyatakan Obama.
Tidak Selalu Campur Tangan
"AS tidak akan dan tidak dapat ikut campur setiap kali terjadi krisis di dunia. Tetapi saya yakin, bahwa jika orang-orang tidak bersalah ditindak secara brutal, jika orang seperti Gaddafi mengancam dengan pertumpahan darah yang dapat mengancam kestabilan seluruh kawasan, dan jika masyarakat internasional siap untuk bersatu demi penyelamatan ribuan nyawa, maka sudah menjadi kepentingan nasional jika kita bertindak. Itu juga tanggungjawab kita. Dan ini saat di mana kita harus ikut ambil bagian."
Obama memberikan pernyataan itu berkaitan dengan kritik yang semakin bertambah di negaranya sendiri, bahwa strategi di Libya tidak jelas, dan penempatan militer di negara Afrika Utara itu tidak dipikirkan dan direncanakan dengan cukup baik. "Misi militer kita di Libya jelas dan dikonsentrasikan," demikian dikatakan Obama seraya menambahkan, aksi militer dilaksanakan bersama sekutu-sekutu di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di samping itu juga ada kemajuan yang jelas di Libya, di pihak pemberontak. Angkatan udara Libya tidak berfungsi lagi dan pasukan penguasa Muammar Gaddafi tidak dapat memperluas daerah pendudukannya. Di kota-kota seperti Benghazi, kota yang memiliki sekitar 700.000 penduduk, yang diancam tidak akan diampuni Gaddafi, pasukannya juga dipukul mundur. Demikian ditambahkan Obama.
Tidak Pimpin Aksi
Presiden AS itu juga menegaskan kembali, bahwa negaranya tidak akan memimpin aksi di Libya. "Seperti sudah saya janjikan sebelumnya, peranan AS telah dibatasi. Kita tidak akan mengirimkan pasukan darat ke Libya. Militer kita telah menggunakan kemampuan uniknya di awal serangan, tetapi itu sekarang berada di tangan internasional."
Obama menjelaskan, "Sekutu-sekutu dan mitra kita mengawasi zona larangan terbang dan embargo senjata di laut. Mitra kunci Arab, seperti Qatar dan Uni Emirat Arab telah mengirimkan pesawat terbang. Dan seperti telah saya setujui pekan ini, tanggungjawab operasi telah diserahkan dari AS kepada sekutu dan mitra kita dalam NATO."
Pemberontak Terus Maju
Sementara itu, hari Minggu kemarin (27/03) di Libya pemberontak semakin mendesak tentara Gaddafi ke barat. Kini mereka bergerak ke kota Al Bisher, yang berada di jalan menuju kota Sirte, tempat kelahiran Gaddafi. Sabtu lalu (26/03) para penentang Gaddafi berhasil menguasasi kembali kota Ajdabiya dan Brega.
Sabtu malam juru bicara pemerintah Mussa Ibrahim menyatakan serangan udara aliansi internasional menyebabkan tewasnya warga sipil. Tetapi Menteri Pertahanan AS, Robert Gates menyatakan hari Minggu, pendukung Gaddafi menempatkan jenasah orang-orang yang dibunuhnya sendiri di lokasi tempat serangan udara internasional, sehingga tampak seperti korban sipil dari serangan udara aliansi internasional.
Peter Abs/rtr/dpa/Marjory Linardy/Rizki Nugraha
Editor: Luky Setyarini/Ayu Purwaningsih