1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MK ke Ahli Prabowo: Sesama Guru Besar Tak Boleh Mendahului

4 April 2024

Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyoroti penjelasan ahli dari Prabowo-Gibran, dengan mengatakan, "Guru Besar berpendapat salah siapa tahu 10 tahun ke depan jadi teori baru kan, enggak masalah sebetulnya".

https://p.dw.com/p/4ePJU
Ketua MK Suhartoyo
Ketua MK SuhartoyoFoto: YASUYOSHI CHIBA/AFP

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyoroti penjelasan ahli dari Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Andi Muhammad Asrun, yang menyamakan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan putusan Nomor 102/PUU-VI/2009. Arief mengatakan langkah KPU dalam menindaklanjuti dua putusan itu tidak bisa disamakan.

"Saya nggak bertanya, tapi ini didengar publik, memberikan pelajaran kepada ahli hukum yang muda-muda, supaya kalau kita bicara clear ya," kata Arief Hidayat dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2024).

"Saya hanya ingin mohon dicermati sama-sama, sebagai pelajaran semua, di dalam halaman 5 di makalah Prof Asrun ditulis begini, putusan MK bersifat self executing. Jadi putusan MK itu ada yang bersifat self executing dan ada yang nonself," sambungnya.

Arief mengaku tidak dapat menyalahkan pandangan Andi Asrun yang menilai putusan 90/PUU-XXI/2023 sebagai self executing. Namun, dia mengatakan jika putusan 90/PUU-XXI/2023 itu tidak bisa disamakan dengan putusan 102/PUU-VI/2009.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Pak Asrun bisa memasukkan ini sebagai self executing itu nggak masalah, karena Guru Besar berpendapat salah siapa tahu 10 tahun ke depan jadi teori baru kan, nggak masalah sebetulnya," jelas dia.

"Tapi Pak Asrun menyamakan apa yang dilakukan KPU terhadap putusan 90, itu betul sudah dilaksanakan, tapi kalau kemudian Pak Asrun menyatakan putusan 102/PUU-VI/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan KPU itu mohon dicek kembali, saya belum bisa menyalahkan tapi mohon dicek kembali," lanjutnya. 

Arief mengatakan saat MK memutuskan perkara 102/PUU-VI/2009, belum ada aturan yang mengharuskan KPU dalam membuat PKPU harus berkonsultasi kepada DPR. Sebab itu, kata dia, KPU pada saat itu dapat langsung mengubah PKPU ketika perkara 102/PUU-VI/2009 telah diputuskan.

Menurutnya, kondisi saat itu berbeda dengan saat ini. Di mana, saat ini sudah ada putusan yang memerintahkan KPU dalam membuat produk hukum harus berkonsultasi terlebih dulu dengan DPR.

"Jadi ini tidak bisa dipersamakan, tapi kalau berpendapat putusan 90 self executing dan bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU tidak ada masalah pendapat itu," ujarnya.

"Tapi tidak bisa disamakan dengan putusan 102, karena putusan 102, langsung malamnya Pak Putu Artha (Ketua KPU saat itu), mengubah PKPU baru kalau mencoblos tidak perlu di DPT tapi mencoblos bisa dengan identitasnya. Saya ingin semuanya clear, harus cermat harus persis, sama-sama guru besar tidak boleh mendahului seperti bus kota," imbuh dia. (pkp)

Baca selengkapnya di:detiknews

Hakim MK Beri Catatan ke Ahli Prabowo: Sesama Guru Besar Tak Boleh Mendahului