1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

MK Diminta Perbolehkan Warga Tak Beragama

23 Oktober 2024

Raymond Kamil dan Indra Syahputra menggugat undang-undang yang mewajibkan warga beragama, meminta MK agar warga bisa tidak menganut agama. Sidang pendahuluan gugatan mereka sudah berlangsung pada 21 Oktober 2024.

https://p.dw.com/p/4m7AF
Dua polisi dan seekor anjing K9 berjaga di depan gedung MK
Hakim MK Arief Hidayat mengatakan negara telah membebaskan warga untuk menganut agama dan kepercayaan apa punFoto: Eko Siswono Toyudho/AA/picture-alliance

Warga bernama Raymond Kamil dan Indra Syahputra mengajukan gugatan terhadap sejumlah pasal dalam beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk), yang mengatur urusan agama warga. Keduanya meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan warga tidak menganut agama.

Gugatan mereka terdaftar dengan nomor perkara 146/PUU-XXII/2024. Sidang pendahuluannya sudah digelar di gedung MK pada Senin (21/10).

Para pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan sejumlah aturan yang menurut mereka mengharuskan warga negara untuk beragama atau menganut agama. Mereka merasa ada ketidakpastian perlindungan bagi warga gara-gara keharusan itu.

"Hak konstitusional para pemohon yang tidak memeluk agama dan kepercayaan dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang menjadi objek permohonan dan kerugian bersifat aktual dan/atau menurut penalaran yang wajar dapat terjadi dan memiliki hubungan sebab-akibat yang nyata," demikian ujar pemohon seperti dilihat dari risalah persidangan, Rabu (23/10).

Para pemohon menyebut pemerintah membatasi kebebasan beragama hanya berdasarkan pilihan agama pada kolom KTP. Pemohon mengaku harus berbohong menjadi pemeluk agama tertentu agar dilayani saat mengurus KTP.

Pemohon juga merasa kehilangan hak untuk melangsungkan pernikahan secara sah karena pernikahan di Indonesia bersyarat pada ritual agama yang dianut oleh calon mempelai. Pemohon juga merasa dirugikan karena harus mengikuti pendidikan keagamaan.

Nasihat Hakim MK

Hakim MK Arief Hidayat mengingatkan soal sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Dia mengatakan negara telah membebaskan warga untuk menganut agama dan kepercayaan apapun.

"Mahkamah itu sebagai The Guardian of State Ideology (Penjaga Ideologi Bangsa). Lah, di dalam ideologi bangsa, yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, itu mempunyai konsekuensi bahwa bangsa ini, baik dalam kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat, atau individu yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus bertuhan. Nah, penyelenggaraan bertuhannya diserahkan pada masing-masing warga negaranya. Bisa beragama, di dalam putusan Mahkamah juga silakan kalau mau berkepercayaan. Jadi, tidak ada pengertian yang negatif, tidak boleh, atau tidak diperbolehkan tidak beragama atau tidak percaya pada Tuhan. Tapi Anda meminta, intinya meminta ada pengertian yang negatif, berarti boleh tidak beragama atau tidak berkepercayaan. Nah, itu yang menurut saya dari sisi prinsip itu, itu sudah ada hal yang harus diklirkan," ucapnya.

Hakim MK Enny Nurbaningsing mengatakan dirinya baru pertama kali menangani gugatan terhadap banyak UU dari satu pemohon. Dia meminta para pemohon untuk melakukan sejumlah perbaikan dalam dokumen. Hakim MK Arsul Sani juga meminta agar pemohon melengkapi batu uji dalam dokumen gugatannya.

 

Baca selengkapnya di: Detik News

UU HAM-Adminduk Digugat, MK Diminta Perbolehkan Warga Tak Beragama