Mitos Terapi "Cuci Otak" Dr. Terawan
Angiografi ramai dibahas di Indonesia berkat terapi non konvensional Dr. Terawan. Apa rahasia di balik teknologi medis yang masih diperdebatkan itu dan kapan penggunaannya bisa dikategorikan sebagai malpraktik?
Citra Pembuluh Darah
Serupa seperti pemeriksaan radiografi lain, Digital Subtraction Angiography (DSA) menggunakan sinar Röntgen untuk membuat citra pembuluh darah. Pada praktiknya dokter menyuntikkan agen kontras berupa cairan ke dalam pembuluh darah yang penyebarannya terlihat melalui citra Röntgen. DSA digunakan lantaran hanya menampilkan jaringan pembuluh darah, tanpa elemen lain seperti struktur tulang manusia.
Menjepret Kontras
Agen kontras yang digunakan kebanyakan mengandung Iodium lantaran sifatnya yang mudah memantulkan radiasi. Buat pasien yang mengalami gangguan ginjal, dokter harus menggunakan "agen kontras negatif" yang bermassa ringan seperti gas CO2 atau larutan isotonik. Tanpanya, diagnosa radiologi akan kehilangan akurasi lantaran minimnya kemampuan sinar Röntgen menangkap perbedaan antara organ tubuh
Diagnosa Tambahan
Angiografi biasanya digunakan untuk melacak penyempitan atau kelainan lain pada pembuluh darah manusia. Tidak heran jika DSA digunakan sebagai metode diagnosa tambahan dalam kasus Tumor atau stroke. Dokter juga menggunakan teknik Angiografi untuk memeriksa keberhasilan operasi pada pembuluh darah pasien.
Ketinggalan Zaman
Menyusul ditemukannya metode diagnosia Tomografi Terkomputasi (CT) atau Pencitraan Resonansi Magnetik (MRT) yang mampu menghasilkan citra berkualitas tinggi, penggunaan Angiografi sebagai alat diagnosa semakin jarang ditemukan. Sebaliknya dokter sering menggunakan metode ini untuk menyalurkan obat-obatan dalam terapi invasif minimal.
Pembekuan di Jalur Darah
Salah satunya adalah pengobatan Tromobosis. Dengan pencitraan Angiografie dokter bisa mengatasi pembekuan darah dengan menyuntikkan obat-obatan langsung ke dalam pembuluh darah pasien. Namun begitu penggunaan metode Trombolysis pada pasien jantung dan stroke dibatasi waktu. Pada pasien stroke misalnya, menggunakan metode ini setelah lebih dari empat jam setelah serangan tidak akan banyak membantu.
Keraguan pada Angiografi
Namun menyuntikkan obat-obatan ke dalam pembuluh buat mengatasi pembekuan darah pada pasien stroke isemik semakin jarang digunakan. Pasalnya selain masa terapi yang sempit, Tromolysis juga hanya berguna pada kasus pembekuan darah yang panjangnya kurang dari 1 sentimeter. Lebih dari itu dokter biasanya menggunakan metode lain, yakni dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah.
Minim Rekomendasi
Federasi Neurologi Eropa menyarankan penggunaan Trombolisis hanya pada pasien akut. Hingga kini ilmuwan belum mampu merekomendasikan satu jenis obat yang paling efektif buat mengatasi pembekuan darah. Asosiasi Dokter Neurologi Amerika Serikat bahkan mengklaim masih membutuhkan penelitian sebelum bisa menganjurkan penggunaan Trombolisis. (rzn/yf: dari berbagai sumber)