Militan ISIS dari Indonesia Tewas di Suriah
12 Februari 2019Seorang militan ISIS dari Indonesia yang terlibat dalam pembunuhan orang asing dalam video ISIS tahun 2016 terbunuh bulan lalu dalam pertempuran dengan pasukan yang didukung AS di Suriah, polisi Indonesia dan anggota keluarga mengungkapkan pada Senin (11/02).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo mengatakan, Muhammad Saifuddin, yang menggunakan dua nama alias Abu Walid dan Mohammed Karim Yusop Faiz, tewas pada 29 Januari di provinsi Deir Ezzor timur, di mana koalisi pasukan internasional sedang berusaha untuk mengalahkan markas-markas kelompok ekstrimis yang masih tersisa.
Baca juga: Tidak terlihat tapi makin berbahaya: Kelompok Salafi Radikal di Jerman
"Dia terbunuh oleh pecahan peluru dari tank pasukan Suriah di pertempuran," kata Dedi Prasetyo kepada The Associated Press.
Kakak Saifuddin, Muinudinillah Basri, mengatakan keluarganya tahu tentang kematian adiknya melalui aplikasi pesan instan. "Disana ada foto tubuhnya dan saya bisa mengenalinya," katanya.
Masuk dalam daftar teroris global
Saifuddin bertugas sebagai perekrut militan untuk ISIS dan muncul di beberapa video di situs web radikal. Video-video tersebut termasuk video tahun 2016 yang menampilkan dia bersama dengan dua militan lainnya dari Malaysia dan Filipina yang membunuh tiga orang asing, termasuk jurnalis Jepang Kenji Goto, yang mengenakan jumpsuits oranye dan dipaksa berlutut sebelum dibunuh.
Amerika Serikat pada bulan Agustus menetapkan Saifuddin dan dua pembunuh lainnya dalam video tersebut, militan dari Malaysia Mohammad Rafi Udin dan Filipina Mohammed Reza Lahaman Kiram, sebagai teroris global.
Basri mengatakan keluarganya tidak lagi mendengar kabar dari Saifuddin sejak dia meninggalkan Indonesia untuk bergabung dengan IS di Suriah bersama istri dan anak-anaknya sekitar empat tahun lalu.
Mereka percaya, Saifuddin awalnya terradikalisasi oleh konflik Kristen-Muslim di Ambon Indonesia dari tahun 1999 hingga 2001 bersama dengan saudara kembarnya yang tewas di konflik tersebut.
Salah satu teman Saifuddin, Sofyan Tsauri, mengatakan bahwa di kalangan militan radikal Saifuddin dianggap dipercaya oleh pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi sebagai pemimpin militan Islam Asia Tenggara.
Sofyan Tsauri adalah militan terpidana, mantan anggota jaringan terorisme yang berafiliasi dengan al-Qaida dan bertanggung jawab atas pemboman di Bali pada tahun 2002, yang sekarang bekerja sama dengan badan kontraterorisme Indonesia. Tsauri mengatakan Saifuddin melarikan diri ke Filipina selatan tak lama setelah peristiwa bom Bali dengan dua militan senior Indonesia lainnya.
Muncul di video ISIS setelah lama menghilang
Saifuddin ditangkap di Filipina ketika berusaha untuk kembali ke Indonesia dengan senjata dan bahan peledak dan dihukum sembilan tahun penjara pada tahun 2007. Setelah dibebaskan pada tahun 2013, ia menikahi janda seorang pelaku bom bunuh diri dari Indonesia. Setelahnya Saifuddin menghilang dari radar pihak berwenang tetapi muncul kembali beberapa tahun kemudian dalam sebuah video propaganda ISIS yang mendesak umat Muslim Indonesia untuk menentang pemerintah dan bergabung di Suriah atau Filipina selatan.
"Sejak dulu dia bercita-cita untuk "go international"," kata Tsauri. "Dia memiliki rekam jejak yang meyakinkan sehingga mendapatkan kepercayaan dan posisi penting dalam ISIS", tambahnya.
Dalam konferensi pers pada hari Senin (11/02) Prasetyo mengatakan, polisi bulan lalu menangkap seorang militan Indonesia, Harry Kuncoro, di bandara internasional Soekarno Hatta Jakarta dan menggagalkan rencananya untuk melakukan perjalanan ke Suriah melalui Iran dengan bantuan Saifuddin.
Prasetyo mengatakan Kuncoro, yang dihukum sembilan tahun penjara pada tahun 2012 karena menyembunyikan pelaku bom Bali Umar Patek dan memiliki senjata secara ilegal, menggunakan aplikasi pesan instan Telegram untuk berkomunikasi dengan Saifuddin setelah dibebaskan tahun lalu.
Saifuddin mengirim 2.100 Dolar AS kepada Kuncoro untuk perjalanan ke Suriah, menyarankannya untuk melakukan perjalanan melalui provinsi Khorasan di Iran dan memberinya nomor kontak militan Indonesia yang tinggal di Khorasan, ungkap Prasetyo. Dia memperoleh paspor dengan menggunakan kartu identitas palsu.
na/ml (AP)