Merkel Ajak Lulusan Harvard 'Runtuhkan Tembok-tembok'
31 Mei 2019Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan pidato pembukaan kepada lulusan Harvard pada hari Kamis (30/05), setelah disambut dengan tepuk tangan meriah ketika diperkenalkan sebagai "salah satu pemimpin paling dihormati dan berpengaruh di era pascaperang."
Merkel mengawali pidatonya dalam bahasa Inggris, namun dengan cepat beralih ke bahasa Jerman. Ia berbicara tentang masa kecilnya di Jerman Timur, di bawah bayang-bayang Tembok Berlin. Pemikirannya tentang tembok bolak-balik ia angkat kembali sepanjang pidatonya.
Dia terus berbicara tentang "tembok dalam pikiran orang, dinding ketidaktahuan dan pikiran sempit." Ia juga menyerukan mahasiswa untuk, "Runtuhkan tembok ketidaktahuan dan pikiran sempit karena tidak ada yang harus tetap seperti ini. "
Kanselir juga mengangkat tema lain seperti peluang dan ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi baru, serta tantangan memerangi perubahan iklim.
Dia memperingatkan para mahasiswa bahwa tidak ada yang dapat diterima begitu saja. Merkel mendorong mereka untuk menyadari bahwa: "Apa pun yang tampak seperti batu dan tidak dapat diubah, dapat diubah. Setiap perubahan dimulai dalam pikiran."
Merkel juga mengakui tanggung jawab historis Jerman, serta tema pengampunan: "Hubungan antara Jerman dan AS juga menunjukkan bagaimana mantan musuh dapat menjadi teman."
Ia menggarisbawahi pentingnya hubungan transatlantik berdasarkan nilai-nilai bersama, merujuk pada pidato George Marshall di Harvard tahun 1947 George Marshall, yang mengungkapkan rencananya untuk membantu membangun kembali Eropa setelah perang.
Dalam referensi yang jelas tentang kebijakan AS saat ini di bawah Presiden Trump, Merkel mengatakan, "proteksionisme mengancam fondasi kemakmuran kita." Merkel memaparkan jalan yang berbeda, yaitu, "Multilateral daripada unilateral, global daripada nasional, lebih memandang ke luar daripada isolasionis. Singkatnya, kita harus bekerja bersama daripada sendirian."
Tepuk tangan meriah dan standing ovation diterimanya saat dia mengatakan kepada para mahasiswa, "Kita harus jujur dengan orang lain dan dengan diri kita sendiri, dan itu berarti tidak menyebut kebohongan sebagai kebenaran dan tidak menyebut kebenaran kebohongan."