Menyibak Pengembaraan Tradisi Tionghoa di Batavia
Jejak peradaban Tionghoa di Indonesia bisa ditelusuri melalui peninggalan bangunan, tradisi, budaya hingga citarasa masakan khas Tionghoa. Kawasan Glodok, Jakarta, kental hadirkan nuansa masa lalu Tionghoa di Batavia.
Rumah Teh Pancoran
Sepanjang Jalan Pantjoran, Glodok, pedagang obat Cina membuka toko dan masih bertahan hingga kini. Tahun 1928, bangunan ini digunakan sebagai Apotik Chunghwa. Pada 1997 hingga 2015, bangunan ini berada dalam keadaan tidak terawat sehingga direvitalisasikan dan difungsikan kembali sebagai restoran dengan nama Pantjoran Tea House atau Rumah Teh Pancoran sejak dua tahun lalu.
Tukang Obat
Sejak tahun 1930-an, kawasan Jalan Pantjoran terkenal sebagai sentra obat Cina. Hingga kini toko obat Hauw-hauw masih mempekerjakan sinshe, menerima resep atau menuliskan cara konsumsi obat dalam Bahasa Mandarin. Sinse atau tabib meracik obat berdasarkan keluhan pasien dengan menggunakan ramuan herbal atau hewan tertentu dalam bentuk kering dan disimpan di laci-laci di dinding toko.
Swalayan Tertua di Jakarta
Toko kelontong Jaya Abadi atau Tjiang Tiang Sen adalah swalayan pertama di Jakarta. Terletak di Petak Sembilan, Glodok, toko yang kini dikelola generasi keempat sejak berdiri pada 1906 masih menempati lokasi sama. Barang yang dijual umumnya produk makanan dan kebutuhan masak yang diimpor dari Cina. Yang harganya cukup mahal adalah asparagus kalengan yang berharga ratusan ribu rupiah.
Kedai Kopi Es Tanpa Saingan
Bagi peyeruput kopi, Gang Gloria di kawasan Glodok menyimpan sebuah kedai kopi klasik tanpa saingan yang bertahan sejak 1927. Racikan dan pengolahan kopi yang ditempa bertahun-tahun menghasilkan cita rasa kualitas kopi yang membuat pelanggan bertahan. Kedai kopi tutup jam 12 siang. Meski disukai banyak orang, tak ada keinginan membuka cabang atau menambah jam buka kedai.
Gereja Nuansa Tionghoa
Gereja Santa Maria de Fatima, satu-satunya gereja bernuansa Tionghoa di Indonesia. Bangunan dari tahun 1700 ini tadinya rumah keluarga bermarga Tjioe yang kemudian dibeli misionaris Belanda tahun 1955 dan dijadikan gereja. Cagar budaya ini dipertahankan sesuai bentuk aslinya, atap melengkung berbentuk ekor walet, sepasang singa batu, partisi warna emas dan altar berwarna merah dan emas.
Gapura Ornamen Tionghoa
Meski kawasan Glodok dikenal sebagai kawasan Pecinan, namun masyarakat yang bermukim di sini berasal dari berbagai kalangan. Salah satu bentuk toleransi terhadap warga keturunan Tionghoa adalah gapura bercorak Tionghoa dan di gang Kemenangan 7 ini.
Gapura Ornamen Tionghoa dan Altar di Ruang Publik
Di mulut gang Kemenangan 7 ini ada sebuah altar sembahyang Konghucu yang bisa digunakan warga tanpa terusik. Warga pun tak jengah melihat pemeluk Konghucu sedang sembahyang di tepi jalan. Indahnya keberagaman.
Herbal Kaki Lima
Bu Iis sudah tiga tahun menyediakan ramuan herbal kaki lima di Petak Sembilan, Glodok. Ramuan herbal tradisional ala Cina yang dijual berupa dedaunan dan akar pohon yang dikeringkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Satu kantung plastik daun yang diklaim berguna untuk meluruhkan lemak hanya 10 ribu rupiah. Obat herbal masih diminati oleh beberapa kalangan, termasuk keturunan Tionghoa.
Ci Cong Fan Roda Dua
Makanan khas Medan Ci Cong Fan bisa ditemui di Glodok berkat penjual bermotor ini. Ci Cong Fan teksturnya mirip kwetiau, terbuat dari tepung beras, disajikan bersama kuah kecap asin atau asam manis pedas bertabur bawang goreng renyah, biasanya dimakan bersama talas goreng.
Siomay Haram Dari Tangerang
Siomay, salah satu makanan khas China yang paling populer di Indonesia. Siomay umumnya terbuat dari ikan tenggiri namun khusus di kawasan Petak Sembilan, Glodok cukup mudah menemukan siomay babi seperti yang dijajakan di emperan toko ini.
Bakmi Belitung Kedai Lao Hoe
Peranakan Tionghoa di Pulau Belitung, Sumatera punya bakmi khas sendiri yang berbeda dengan Bakmi Bangka. Bakmi Belitung Kedai Lao Hoe di Gang Kodok, Petak Sembilan terdiri dari mi kuning, tahu, kentang, udang dan emping. Kedai Lao Hoe yang bermakna usia tua dibangun 1911 kala Gang Kodok masih merupakan pemukiman. Saat menjadi kedai, bentuk rumah tidak diubah dan teras masih luas seperti dulu.
Teripang, Menu Wajib Imlek
Satu hidangan khas saat makan malam Tahun Baru Imlek adalah teripang. Binatang laut ini dianggap membawa keberuntungan atau hoki sehingga permintaan teripang saat Imlek meningkat. Menurut penjual teripang di kawasan Petak Sembilan ini, teripang masak sekilo 600 ribu rupiah (sekitar 6 potong), yang kering 3 juta rupiah/kilo. Selain teripang, hidangan khas Imlek adalah sup burung walet dan abalon.
Kue Keranjang Imlek
Kue keranjang adalah penganan khas Imlek yang disajikan saat sembahyang seminggu menjelang Tahun Baru hingga 20 hari sesudah Imlek. Kue keranjang dibungkus daun pisang atau plastik. Bentuk bundarnya simbol pengharapan keluarga yang terus rukun selama tahun ke depan. Biasanya kue keranjang menjadi bingkisan hantaran.
Toko Khas Imlek
Toko ini, khusus menjual berbagai kebutuhan sesuai hari raya. Saat Imlek menjual berbagai kue kering, manisan, asesoris Imlek dan di saat Perayaan Festival Musim Gugur menjual kue bulan atau Tiong Chiu Pia. Kue bulan dibuat khusus pada bulan ke-8 setelah Imlek yang biasanya jatuh saat bulan purnama. Kue bulan akan dimakan bersama keluarga, dibagi delapan buah yang melambangkan keberuntungan.
Semarak Kaki Lima
Selain dekorasi rumah bernuansa Imlek, pedagang kaki lima juga menyediakan produk fesyen berciri khas Tionghoa berwarna merah untuk anak-anak, wanita dan pria. Satu blus wanita berbordir teratai, misalnya dijual seharga 65 ribu rupiah. Mengenakan pakaian baru juga menjadi tradisi Imlek. Penulis: Monique Rijkers (ap/vlz)