Makanan Tepat Tidak Hanya Penting bagi Fisik Manusia
9 Mei 2021Orang kadang marah, tapi kadang ramah. Apakah ini sekadar emosi? Atau dipengaruhi oleh faktor lain? Psikolog dan peneliti otakSoyoung Park mengatakan, tingkah laku dan emosi juga dipengaruhi makanan yang kita santap.
Ia mengungkap, "Kalau orang ditanya, apakah mereka percaya bahwa apa yang mereka makan berpengaruh atas kesehatan, sebagian besar orang menjawab ‘ya‘". Tapi sebagian besar tidak bisa membayangkan, bahwa makanan juga mempengaruhi pikiran dan keputusan yang diambil seseorang.
Makanan pengaruhi emosi
Untuk membuktikan, bahwa makanan berpengaruh atas tingkah laku kita, 87 orang responden ikut dalam percobaan dengan memakan sarapan yang berbeda. Sebagian lebih banyak karbohidrat, dan sebagian lebih banyak protein. Beberapa jam setelah sarapan, mereka harus ikut dalam permaian yang tidak adil, dan mengambil sebuah keputusan.
Di depan dua orang ada 10 uang koin 1 Euro. Salah seorang hanya dapat 2 Euro, seorang lainnya dapat 8 Euro. Jika mereka menerima, keduanya mendapat uang. Jika menolak, keduanya tidak dapat uang sama sekali. Salah satu kelompok lebih bersedia menerima tawaran tak adil.
Asam amino tirosin memicu perasaan senang
"Kelompok yang menyantap sarapan dengan kadar protein tinggi, lebih toleran terhadap penawaran yang tidak adil,” kata Prof. Soyoung Park. Sedangkan kelompok yang menyantap lebih banyak karbohidrat, lebih merasa terganggu dengan ketidakadilan itu."
Penelitian darah mereka memberikan penjelasaannya. Asam amino tirosin menjadi basis pemicu perasaan senang. Dalam sarapan yang mengandung lebih banyak karbohidrat, kadar tirosinnya lebih rendah. Sebaliknya, jika lebih banyak mengandung protein, kadarnya lebih tinggi.
Bagi Prof. Soyoung Park ini bukti, bahwa makanan ikut mempengaruhi metabolisme di otak, dan dengan demikian juga tingkah laku orang.
Sebuah studi di Skotlandia tahun 2002 lalu juga memberikan petunjuk sama. Di sini diteliti, apakah beberapa unsur dalam makanan menyulut sikap agresif. Dengan suplemen nutrisi khusus, ternyata sikap kasar di antara narapidana bisa dikurangi.
Sisi biologis perilaku kriminal
Studi itu diulang 2014 dengan cakupan lebih luas. Hasilnya dikirimkan kepada Ap Zaalberg, Ph.D., yang ketika itu bertugas sebagai psikolog di sejumlah penjara.
Perilaku kriminal bukan hanya tergantung pada masalah lingkungan, bagaimana didikan orang tua, tingkat pendidikan dan intelegensia. Demikian papar Ap Zaalberg seraya menandaskan, "Melainkan ada sisi biologisnya juga. Dan itu sisi yang sangat menarik bagi saya."
Ap Zaalberg mengulang studi itu di Belanda, dan melibatkan lebih dari 200 narapidana. Separuh mendapat suplemen nutrisikhusus, separuhnya lagi hanya plasebo.
"Dalam kelompok yang mendapat suplemen sungguhan, tingkat agresi dan jumlah insiden menurun sekitar 35%. Dan jika kita melihat insiden dengan kekerasan, saling tendang dan baku pukul, efeknya bahkan lebih dramatis lagi. Jumlah insiden serius berkurang sekitar 50%.”
Ternyata makanan yang disiapkan dengan suplemen nutrisi punya pengaruh atas emosi dan sikap para narapidana. (ml/yp)