1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Luhut dan Wacana Tunda Pemilu yang Dikecam Banyak Partai

17 Maret 2022

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim mempunyai big data suara 110 juta pengguna media sosial ingin pemilu 2024 ditunda. Wacana pemilu ditunda ini pun ditentang keras oleh sejumlah partai.

https://p.dw.com/p/48bSa
Luhut Binsar Pandjaitan
Foto: Rachman Haryanto/Detikcom

Mulanya, big data ini disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat, Jumat (11/03). Dalam perbincangannya dengan Deddy, Luhut menjelaskan pihaknya memiliki big data yang isinya merekam aspirasi publik di media sosial soal Pemilu 2024.

"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.

Dari data tersebut, Luhut menjelaskan, masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.

"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.

Masih dari big data yang diklaim Luhut, dia mengatakan rakyat Indonesia mengkritisi dana Rp100 triliun lebih untuk Pemilu 2024. Dana ratusan triliun ini memang diajukan KPU kepada DPR-pemerintah. Ucapan Luhut itu kemudian panen kritikan dari berbagai pihak yang menolak pemilu ditunda.

Luhut tak mau buka data

Luhut mengklaim data itu benar ada, tetapi tidak ingin membukanya ke publik. Dia mempertanyakan mengapa data ini mesti dibuka.

"Ya pasti ada lah, masak bohong. Ya janganlah, buat apa dibuka?" kata Luhut di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Selasa (15/03).

Luhut tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai big data itu. Menurutnya, teknologi saat ini sudah berkembang dengan pesat.

"Gini, sekarang teknologi itu sudah berkembang dengan pesat ya, jadi itu yang saya bisa bilang," kata dia.

Luhut kemudian mengungkap alasan wacana penundaan pemilu itu mengemuka. Luhut mengatakan dia mendapat beberapa keluhan dari masyarakat mengenai pemilu.

"Kalau saya, saya hanya melihat di bawah, saya kan sudah sampaikan, kok rakyat itu nanya, yang saya tangkap ini ya, saya boleh benar boleh nggak benar, 'Sekarang kita tenang-tenang kok', yang kedua 'kenapa duit segitu besar' kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, 'mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan COVID, keadaan masih begini' dan seterus-seterusnya, itu pertanyaan. 'Kenapa mesti kita buru-buru?', 'kami capek juga dengan istilah kadrun lawan kadrun', kayak gitu, istilah yang dulu itu lah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," kata dia.

Luhut mengatakan usul penundaan pemilu adalah salah satu bagian dari demokrasi. Dia mengatakan usulan itu akan melalui proses di DPR hingga MPR.

"Itu kan semua berproses, kalau nanti prosesnya jalan sampai ke DPR ya bagus, DPR nggak setuju ya berhenti, kalau sampai di DPR setuju sampai ke MPR nggak setuju, ya, berhenti, ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?" sebutnya.

Luhut kemudian menjawab isu mengenai dirinya memanggil petinggi parpol mengenai wacana penundaan pemilu ini. Luhut membantah itu itu.

"Nggak ada," jawab Luhut saat ditanya apakah dia memanggil petinggi partai politik. 

Mereka yang menentang pemilu ditunda

Sejumlah partai pun ramai-ramai menentang wacana pemilu ditunda. Salah satunya Partai NasDem. Partai NasDem curiga justru Luhut-lah yang ingin menunda pemilu.

"Kenapa dia harus bicara? Supaya tidak terjadi kekacauan, kemudian kelihatan ada yang lebih berkuasa. Itulah pembantu Presiden berbicara berdasarkan tupoksinya," kata Waketum Partai NasDem Ahmad Ali kepada wartawan, Rabu (16/03).

Menurut Ahmad Ali, bukan tugas Luhut membicarakan persoalan pemilu. Pihak yang lebih cocok bicara pemilu, menurut Ahmad Ali, adalah Menko Polhukam Mahfud Md.

"Berpemilu itu berkonstitusi, bukan ber-big data. Big data itu kan hanya percakapan media sosial yang tidak tahu di mana mereka ambil," ujar Ali.

"Tapi kita tidak bicara data yang dimiliki si A, si B, si C, kita bicara pada konsepsi bernegara," tegasnya.

Sementara itu, spanduk bertuliskan 'Dukung Luhut Binsar Pandjaitan Sebagai Calon Presiden 2026' sempat terpasang di salah satu JPO di Jakarta Timur. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menganggap spanduk tersebut sebagai lelucon.

"Candaan yang bikin rame," kata Mardani kelada wartawan, Selasa (15/03).

Mardani juga mengaitkan spanduk tersebut dengan klaim Luhut soal big data suara rakyat ingin pemilu ditunda. Anggota DPR RI itu melihat, baik spanduk Luhut Capres 2026 dan big data tersebut, sama-sama tidak sehat untuk demokrasi di Indonesia.

"Tapi nggak sehat. Yang pasang spanduk nggak sehat. Yang angkat data tidak tepat juga nggak sehat buat demokrasi," imbuhnya.

Sedangkan PPP justru mempertanyakan dasar big data yang diklaim Luhut itu. PPP berharap Luhut mau menjelaskan data ini.

"PPP berharap Pak Luhut menjelaskan secara detail terkait dengan yang dimaksud big data tersebut. Apakah basisnya media sosial?" kata Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau Awiek kepada wartawan, Rabu (16/03).

Luhut mengklaim big data dari media sosial itu berjumlah 110 juta. Sementara itu, PPP menilai terkadang 1 warga bisa memiliki lebih dari 1 akun media sosial.

"Nah, kalau basisnya media sosial, kita kan tahu, kadang 1 orang memiliki lebih dari 1 akun," ujar Awiek.

PPP berharap polemik big data penundaan pemilu yang diklaim Luhut secepatnya klir. Awiek menegaskan bahwa PPP taat terhadap konstitusi terkait wacana penundaan pemilu.

"Jangan sampai yang terbaca di media sosial itu itu dobel-dobel dan sehingga persoalan ini segara clear dan apa problemnya sehingga datanya lebih clear," ungkapnya.

Kritik PDIP-Demokrat

Langkah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan juga mendapat penentangan dari PDIP dan Demokrat.

PDI Perjuangan meminta Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan klarifikasi terkait pernyataan big data warga yang menginginkan pemilu ditunda. PDIP menilai Luhut tak berkapasitas untuk menyampaikan hal itu.

Pak Luhut sebaiknya melakukan klarifikasi, beliau berbicara dalam kapasitas apa," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Medan, Senin (14/03).

Hasto mengatakan Luhut bukan menteri yang mengurusi soal politik sehingga tidak berkapasitas menyampaikan hal itu. Menurutnya, isu pemilu ranah Menkopolhukam hingga Mendagri.

Hasto mengatakan Luhut sebagai pembantu Presiden seharusnya berfokus menjalankan tugasnya sesuai dengan mandat yang diberikan. Hasto mengatakan Luhut tidak memiliki mandat dari Presiden untuk menyampaikan soal data itu.

"Beliau mandatnya apa dengan menyampaikan 110 juta, itu berbeda dengan pernyataan Menkopolhukam sehingga PDIP mengimbau di tengah upaya membangun optimisme yang sedang digelorakan Presiden, jangan berbicara berpihak pada sekelompok elite, tapi harus melihat kehendak rakyat," katanya.

Partai Demokrat satu suara dengan Hasto Kristiyanto yang mengkritik Luhut soal penundaan pemilu. Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengaku miris lantaran menteri Jokowi itu justru sibuk kasak-kusuk menunda pemilu.

"Kami menghargai dan memiliki pandangan yang sama dengan Mas Hasto dalam merespons manuver-manuver yang dilakukan LBP. Kita miris melihat pembantu Presiden yang satu ini terus-menerus mempertontonkan aksi-aksi yang bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi," kata Kamhar kepada wartawan, Selasa (15/03).

Kamhar mengaku heran atas tingkah Luhut yang justru bertolak belakang dengan Menko Polhukam Mahfud Md yang notabene memiliki tupoksi berkaitan dengan persoalan politik. Menurutnya, Mahfud jelas-jelas menyatakan Pemilu 2024 sesuai dengan jadwal.

"Apalagi juga disandingkan dengan berbagai hasil survei, baik itu dari Trust Indonesia, LSI, maupun hasil survei Litbang Kompas yang terbaru menyajikan data bahwa mayoritas rakyat menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden," kata dia. (pkp/ha)

 

Baca selengkapnya di: detiknews

Tentang Luhut dan Tunda Pemilu Bikin Mereka Keras Menentang