1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lapar Mineral di Australia, Akibatkan Pencemaran Lingkungan

10 September 2008

Booming pertambangan di negara bagian utara Australia telah berakibat pencemaran sungai Mac Arthur. Tak hanya satwa dan tanaman yang terkena dampaknya, namun juga masyarakat yang hidup di sekitarnya.

https://p.dw.com/p/FFRc
Suku asli di Australia yang terabaikan
Suku asli di Australia yang terabaikanFoto: AP

Di tepi sungai Mac Arthur, sekitar 900 kilometer tenggara Darwin, Australia, Wylie Colvin, pria berdarah Aborigin menceritakan tentang kura-kura dan kawanan ikan, yang sudah sejak ribuan tahun lamanya hidup tanpa terusik di hutan bakau. Namun hal itu tak akan bertahan lama. Di hulu sungai ditambang timah putih dan hitam. Perusahaan akan memperluas areal dengan tambang, tapi sungai Mac Arthur menghalangi niat tersebut. Direktur perusahaan pertambangan Brian Hearne, memiliki pemecahan masalah. Ia akan mengalihkan jalur sungai sejauh 5 kilometer: „pertambangan ini tak lagi menguntungkan, bila kita terus menambangnya di bawah tanah. Sungai ini menghalangi laju produksi. Kami akan membangun kanal di sekeliling pertambangan, menanam sejumlah pepohonan dan memeliharanya, agar kehidupan disini dapat berlanjut.“

Pemerintahan negara bagian Northern Territory menyambut baik rencana pertambangan asing itu. Namun aktivis lingkungan hidup Stuart Blanch kecewa. Pada musim hujan, sungai akan menggenangi lahan pertambangan dan dapat menyebabkan tanaman serta binatang mati keracunan. Sayangnya potensi keuntungan, kata Blanch, telah membuat politisi buta dan tuli: “Dengan itu kita memasuki bahaya baru. Tak satupun sebelumnya di Australia diizinkan untuk mengalihkan sungai, bila ada bahaya mengancam, seperti misalnya kontaminasi logam berat.”

Empat suku bangsa Aborigin, yang hidup di sepanjang sungai Mac Arthur menentang pembangunan pertambangan ini dengan menggugatnya ke pengadilan, namun ditolak. Dalam enam bulan mendatang Jacob Lansen yang berdarah Aborigin, dengan putus asa, terpaksa menyaksikan bulldozer melakukan penggalian: “kami kehilangan segalanya. Tak ada lagi yang dapat kami perjuangkan. Kami merupakan korban dari booming eksploitasi bahan mentah di sini. Kami tak lagi punya masa depan. Mereka mengobrak-abrik asal muasal kami.”

Kelaparan Australia akan bahan mentah merusak habitat di Sungai Mac Arthur, di Gunung Isa hal itu menyebabkan orang-orang menderita sakit. Sekitar 21 ribu penduduk tinggal di kota pertambangan, Hinterland, di pedalaman Brisbane. Di sana terdapat harta karun berupa timah putih, tembaga, perak dan timah hitam. Inilah yang membuat penduduk cemas, bahwa sumber mineral ini dapat meracuni mereka yang tinggal di sekitar Gunung Isa. Sudah ada hasil tes yang membuktikan bahwa ratusan anak terkontaminasi timah dalam darah mereka: “Anak-anak sakit, pertambangan ini musti dihentikan. Demikian ungkap seorang ibu yang khawati: „Bagi kami orang tua, ini merupakan mimpi buruk, yang membuat orang tak dapat terbangun lagi. Semua kontaminasi di tubuh anak perempuan saya, adalah mineral yang ditambang di sana.“

Setiap menitnya pertambangan dari Gunung Isa menghasilkan 2000 euro, namun juga pencemaran timah hitam terbesar di Australia. Banyak keluarga pekerja akhirnya pindah dari Gunung Isa demi kesehatan anaknya. Namun tampaknya menteri pertambangan negara bagian itu, Chris Natt, tak mau tahu: “Pertambangan ini merupakan tulang punggung perekonomian kita. Sebagian besar pendapatan kita diperoleh dari pertambangan. Tersedia lapangan kerja dan dana untuk proyek besar ini. Untuk itu sebagai pemerintah, kita harus terus mendukung proyek pertambangan ini.“

Pemerintah tutup mata, bahwa bukan hanya keuntungan jutaan dollar yang dapat diraup dari pertambangan itu, namun dalam jangka panjang mereka akan menderita kerugian besar akibat terganggunya lingkungan dan kehidupan masyarakat.(ap)