Kolapsnya Silicon Valley Bank dan Pengaruhnya bagi Eropa
15 Maret 2023Berjam-jam panik mencari pembeli untuk Silicon Valley Bank (SVB) yang mengalami kolaps, pemerintah Amerika Serikat (AS) pun membuat rencana untuk menopang industri perbankan.
Selama akhir pekan lalu, regulator AS menerapkan rencana pendanaan darurat. Mereka ingin memastikan cukupnya likuiditas dalam sistem perbankan, menutup lembaga pemberi pinjaman lain, yakni Signature Bank, dan memastikan bahwa pelanggan bank punya akses ke simpanan dana mereka. Pemerintah AS pun berusaha membatasi dampak lanjutan dari kehancuran SVB.
Kolapsnya SVB picu krisis keuangan seperti tahun 2008?
Runtuhnya Silicon Valley Bank adalah kegagalan bank terbesar sejak krisis keuangan global tahun 2008. Namun kolapsnya bank itu diperkirakan tidak akan menyebabkan krisis keuangan yang dalam dan dan luas seperti yang terjadi setelah kebangkrutan Lehman Brothers saat itu.
Alasan pertama adalah otoritas perbankan AS turun tangan lebih awal. Tindakan tegas dari para regulator telah mengurangi risiko kegagalan bank lebih lanjut, Moritz Schularick, profesor ekonomi di Universitas Bonn, mengatakan kepada DW.
Kedua, saat ini Amerika Serikat punya peraturan yang jauh lebih ketat untuk perbankan, terutama untuk bank terbesar seperti JP Morgan, Bank of America, dan Goldman Sachs. Akibatnya, kesehatan keuangan bank-bank AS jauh lebih baik, berbeda dengan neraca mereka yang terlalu terbebani di tahun 2008.
Meski demikian, Schularick memperingatkan bahwa dunia harus tetap waspada terhadap keseluruhan masalah yang dihadapi sektor keuangan global saat bank sentral menaikkan suku bunga dengan kecepatan tinggi untuk menurunkan inflasi.
"Hal-hal ini pada dasarnya sulit untuk diprediksi, dan sebenarnya masalah yang meruntuhkan Silicon Valley Bank dan Signature Bank tidak terbatas pada kedua bank ini saja," kata Schularick. "Jadi pertanyaannya adalah: Siapa lagi yang akan terkena masalah?"
Pada Selasa (14/03), lembaga rating Moody's mengategorikan enam bank regional AS lainnya, termasuk First Republic Bank, Zions Bancorporation, dan Western Alliance Bancorp, dalam peninjauan untuk diturunkan peringkatnya.
Dampak runtuhnya SVB di Eropa
"Ada kemungkinan terjadi penularan tidak langsung, tapi saat ini kami tidak melihatnya sebagai risiko spesifik," ujar Komisaris Ekonomi Eropa Paolo Gentiloni pada hari Senin (13/03) saat berbicara tentang potensi dampak keruntuhan SVB terhadap Uni Eropa (UE).
Otoritas Pengawas Keuangan Federal Jerman telah memberlakukan moratorium di cabang-cabang SVB di Jerman, menghentikan aktivitas penjualan dan pembayaran. Dalam sebuah pernyataan, regulator menekankan bahwa SVB "tidak memiliki relevansi sistemik" dan karena itu "tidak menimbulkan ancaman bagi stabilitas keuangan."
Tindakan cepat oleh pemerintah Inggris, yang memfasilitasi penjualan cabang SVB di London ke HSBC juga juga telah mengamankan deposan di sana.
EURO STOXX Banks Index, yang memantau pergerakan saham bank utama Eropa, awalnya turun pada hari Selasa, tapi kembali pulih dan naik 2,7%. Pada hari Senin, indeks tersebut membukukan persentase kerugian terbesar dalam lebih dari setahun di tengah kekhawatiran terjadinya dampak sistemik SVB.
Bagaimana nasib startup Jerman?
Sektor startup Jerman juga belum melihat adanya dampak besar dari runtuhnya SVB, yang utamanya melayani startup di bidang teknologi.
"Awalnya, ini bukan krisis startup. Ini tentang masalah refinancing bank," kata Christian Mile, dari Asosiasi Startup Jerman. Bagaimanapun, dia mengakui bahwa dampak peristiwa ini bagi startup Jerman belum dapat ditentukan secara pasti.
Krisis ini terjadi setelah adanya kenaikan suku bunga secara global. Bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengerem aktivitas bisnis dan inflasi. Namun pengetatan kebijakan moneter ini telah memusingkan perusahaan pemula karena mengeringkan sumber dana dan membatasi pengeluaran konsumen.
Di sisi lain, keruntuhan dan kerentanan finansial ini dapat membahayakan upaya bank sentral untuk mengendalikan kenaikan harga.
"Hilangnya SVB akan menekan bank sentral untuk memperlambat kenaikan suku bunga," kata Arun Sai, dari Pictet Asset Management. "Bank-bank sentral sekarang harus mempertimbangkan dampak lebih lanjut kenaikan suku bunga terhadap stabilitas sistem keuangan."
Apakah ini sepenuhnya salah Silicon Valley Bank?
Silicon Valley Bank beroperasi dengan basis klien yang sangat terkonsentrasi: Sebagian besar perusahaan rintisan di bidang teknologi yang didukung modal ventura menempatkan simpanan mereka di bank ini. Setelah bank menerima simpanan dalam jumlah besar dari nasabahnya selama dan setelah pandemi COVID-19, kelebihan uang tunai tersebut sebagian besar diinvestasikan ke dalam obligasi pemerintah. Sayangnya, obligasi ini nilainya anjlok drastis di tengah kenaikan suku bunga.
Saat klien tidak lagi yakin tentang kondisi pendanaan di SVB, mereka mulai menarik simpanan, yang kemudian membuat cadangan kas di bank ini berkurang drastis.
"Bank ini berada di posisi yang sangat buruk dalam mengatasi masalah seperti itu karena mereka bahkan tidak melakukan manajemen risiko yang tepat atas eksposur suku bunga," Hans-Peter Burghof dari University of Hohenheim mengatakan kepada DW.
Kegagalan SVB dan Signature Bank telah "mengekspos kekurangan dari reformasi peraturan yang telah dibuat sejak krisis keuangan global," kata Arthur Wilmarth, profesor hukum di George Washington University.
Wilmarth mencatat bahwa SVB berkembang pesat dari tahun 2020 hingga 2022 dan eksposur bank ini terhadap obligasi berbunga tetap jangka panjang telah membuat mereka sangat rentan terhadap perubahan kebijakan moneter Federal Reserve.
"Itu hampir merupakan formula kegagalan yang pasti. Jika ekonomi berubah, Anda mulai mengalami masalah," kata Wilmarth. (ae/hp)
Laporan tambahan dari Reuters, AP dan AFP