1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanJerman

Keuntungan Anak yang Tumbuh di Keluarga Multibahasa

6 Februari 2023

Anak yang tumbuh di keluarga yang berbicara dalam beragam bahasa atau multilingual akan punya keuntungan lebih mudah belajar bahasa lain. Tapi, benarkah mereka akan terlambat bisa bicara?

https://p.dw.com/p/4N8jC
Ilustrasi keluarga multikultur
Ilustrasi keluarga multikulturFoto: Westend61/IMAGO

Bocah berusia 2,5 tahun bernama Enrique tengah asyik duduk di lantai ruang tamu di rumahnya. Hidungnya sedikit terlihat di atas buku bergambar dengan beragam bentuk segitiga, lingkaran, dan bujur sangkar berwarna-warni.

"Où est le triangle rouge?" tanya Chloé, sang ibu, dalam bahasa Prancis, ia menanyakan letak sebuah segitiga berwarna merah.

"Ici!" Balas Enrique dalam bahasa Prancis sambil mengetuk segitiga merah itu dengan jarinya. Mukanya berseri-seri.

Juan, ayah Enrique, lalu bertanya dalam bahasa Spanyol "Mana lingkaran kuningnya?"

"¡Aquí!" seru Enrique juga dalam bahasa Spanyol.

Enrique tidak sendiri. Semakin banyak anak di seluruh dunia tumbuh besar dengan berbicara dua bahasa atau lebih pada waktu yang bersamaan.

Chloé Koers-Bourrat asal Prancis dan pembalap asal Spanyol Juan Koers tinggal di dekat Madrid bersama anak mereka yakni Enrique dan Alice, adik perempuannya yang baru 8 bulan. Seperti banyak pasangan multikultur lainnya, mereka ingin anak-anaknya mempelajari bahasa keduanya.

Satu rumah beragam bahasa, bagaimana baiknya?

Chloé hampir selalu berbicara bahasa Prancis dengan kedua anaknya. Sementara Juan sebagian besar waktu akan berbicara dalam bahasa Spanyol. Jika berbicara berdua, Chloé dan Juan menggunakan bahasa Spanyol. Para ahli menyebut ini adalah pendekatan "satu orang, satu bahasa". Ini adalah salah satu dari beberapa metode yang banyak dipakai dalam pendidikan multibahasa. 

Keluarga Koers-Bourrat (dari kiri ke kanan): Chloé, Alice (8 bulan), Enrique, dan Juan
Keluarga Koers-Bourrat (dari kiri ke kanan): Chloé, Alice (8 bulan), Enrique, dan JuanFoto: Privat

Sementara bagi keluarga Yeliz Göcmez dari Frankfurt keadaannya agak berbeda. Yeliz dan suaminya lahir di Turki dan keduanya berbicara bahasa Turki sebagai bahasa ibu. Saat berbicara dengan kedua putri mereka, yakni Melissa (7) dan Mila (4), di rumah, keduanya berbicara dalam bahasa Turki.

"Di luar, di tempat penitipan anak, di sekolah, dan di waktu senggang, anak-anak berbicara bahasa Jerman," kata Yeliz. Para ahli sering menyebut pendekatan ini sebagai "rumah versus luar ruangan".

Ada juga metode berbasis aktivitas, misalnya: anggota keluarga berbicara bahasa Arab saat makan, dan bahasa Prancis saat bermain. Atau metode yang terikat waktu: bahasa Cina di pagi hari saat berpakaian dan sarapan, bahasa Jerman di malam hari.

Ajak anak berbicara sesering mungkin

Banyak orang tua yang kemudian bertanya metode mana yang terbaik. Namun, penelitian menunjukkan bahwa dalam hal pendidikan multibahasa, tidak ada satu strategi yang sempurna. "Ini tentang merangsang bahasa anak sesering dan seberagam mungkin," kata Wiebke Scharff Rethfeldt, profesor terapi wicara di Bremen University of Applied Sciences. Ini berarti orang tua dianjurkan untuk berbicara dengan anak sesering mungkin tentang berbagai topik.

Ia juga menganjurkan orang tua untuk tidak menetapkan aturan ketat tentang bahasa yang digunakan. Mereka harus memilih bahasa yang mereka rasa paling nyaman dan yang paling bisa mereka gunakan untuk berbicara. "Bisa jadi bahasa ibu Anda sendiri, tetapi tidak harus begitu," kata Scharff Rethfeldt.

Menurutnya, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, memberikan kenyamanan, dan menyampaikan kedekatan adalah hal mendasar. "Karena ini bukanlah tentang menjadi guru bahasa, tetapi sebagai orang tua yang membangun ikatan emosional dengan anak," kata terapis wicara itu.

Fleksibel dan jangan takut salah dalam berbahasa

Meski demikian, orang tua juga tidak harus selalu menggunakan bahasa yang mereka paling kuasai. "Memisahkan bahasa secara terus-menerus sesuai dengan pola pikir monolingual dan monokultural. Itu tidak lagi sesuai dengan dunia saat ini," jelas Scharff Rethfeldt. Sebaliknya, keluarga harus tetap fleksibel dan beralih bahasa saat dibutuhkan. Ini meringankan orang tua dan anak-anak bisa belajar bahasa dengan cara yang menyenangkan.

Saat berkunjung ke Prancis, Chloé Koers-Bourrat yang asal Prancis dan Juan Koers dari Spanyol berbicara dalam bahasa Prancis. Namun ketika bertemu teman-teman di Madrid, mereka berdua berbicara dalam bahasa Spanyol. "Saya juga berbicara bahasa Spanyol dengan Enrique agar semua orang bisa memahami dan berpartisipasi dalam percakapan," tambah Chloé.

Juan dan Chloé sama-sama nyaris fasih berbicara dalam kedua bahasa tersebut dan jarang membuat kesalahan. 

Pasangan Göcmez bersama kedua putri mereka Mila (4) dan Melissa (7)
Pasangan Göcmez bersama kedua putri mereka Mila (4) dan Melissa (7)Foto: Privat

Namun terapis wicara Scharff Rethfeldt mengatakan bahwa kesalahan adalah hal yang wajar. "Anak-anak adalah pembelajar bahasa yang sangat tangguh. Mereka dapat mempelajari aturan tata bahasa yang benar meski terkadang mereka mendengar kalimat yang salah."

Kisah serupa juga datang dari keluarga Yeliz Göcmez. Saat menelepon DW misalnya, sempat terdengar salah satu putri mereka menanyakan sesuatu dalam bahasa Turki. Namun, Yeliz, sang ibu, menjawabnya dalam bahasa Jerman. Hal ini karena Yeliz tengah berbicara dengan DW dalam bahasa Jerman. 

Bicara bahasa campur-campur? Boleh

Saat Yeliz berbicara dalam bahasa Turki, terkadang ada kata-kata dalam bahasa Jerman yang terselip dalam kalimat-kalimatnya. "Dalam keseharian, Anda tidak bisa 100% memisahkannya," kata Yeliz.

Ahli terapi wicara juga setuju bahwa mencampur bahasa sangat diperbolehkan. Karena anak-anak tahu kata mana yang termasuk dalam bahasa mana. Mereka sudah belajar sejak dalam kandungan untuk membedakan bahasa menurut bunyinya.

"Itulah multibahasa. Bahasa campuran adalah bagian darinya, dan itu sama sekali bukan hal yang buruk," kata Scharff Rethfeldt.

Mitos anak 'terlambat' berbicara

Ada mitos yang beredar bahwa anak-anak yang tumbuh di keluarga multilingual akan telat mulai berbicara, atau bahkan mengalami masalah dalam mengembangkan bahasa. Namun, hal ini telah lama dibantah. "Gangguan perkembangan bahasa adalah bawaan dan tidak dipicu oleh multibahasa," kata terapis wicara Scharff Rethfeldt.

Sekitar 8% anak-anak diketahui memiliki kelainan perkembangan berbahasa, dan ini berlaku baik untuk anak dari keluarga satu bahasa dan multibahasa. Masalahnya adalah, banyak yang mengira multibahasa adalah penyebabnya.

Memang perlu waktu sedikit lebih lama bagi seorang anak untuk bisa menguasai kedua bahasa pada level yang sama dengan anak lain yang hanya berbicara satu bahasa. Ini bukan karena perkembangan bahasa mereka jadi lebih lambat.

Pendidikan multibahasa memiliki banyak keuntungan bagi seluruh keluarga. Anak-anak keluarga Yeliz Göcmez, yakni Melissa dan Mila, dapat dengan mudah berkomunikasi dengan nenek dan kakek saat mereka sekeluarga pergi berlibur ke Turki.

Keuntungan lainnya adalah jika anak-anak sudah berbicara dua bahasa sedari awal, akan lebih mudah bagi mereka untuk mempelajari bahasa ketiga dan seterusnya. "Anak-anak yang tumbuh dwibahasa sudah mengetahui bahwa ekspresi dalam bahasa lain tidak dapat diterjemahkan begitu saja kata demi kata," kata Scharff Rethfeldt. Mereka dapat lebih mudah beradaptasi dengan bahasa baru. ae/hp