Ketika Orang Eropa Semangat Berkuliah di Indonesia
7 Mei 2019Iris yang berasal dari Dresden sudah bermain musik sejak kecil. Ketika dia bisa mengenal lebih dalam dunia musik Indonesia saat berkuliah di Yogyakarta, dia sangat terkesan. "Setiap pulau di Indonesia mempunyai musik dan tradisi yang berbeda. Saya pikir, saya tidak akan selesai belajar, satu hidup saya tidak cukup untuk mempelajari semuanya. Tetapi ini memberikan inspirasi bagi saya. Budaya dan spiritualitas di sana masih kuat sekali,” ceritanya dalam bahasa Indonesia.
Tahun 2011 Iris berhasil mendapatkan beasiswa Darmasiswa untuk berkuliah selama satu tahun di Indonesia. Dimulai dengan fotografi, dia melanjutkan ke jurusan Etnomusikologi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Berbagai alat musik baru dia pelajari selama berkuliah: gamelan, suling, kecapi, dan gitar sape dari Dayak, yang menjadi instrumen Indonesia favoritnya karena dia merasa harmonis dan damai jika memainkannya.
Beasiswa Darmasiswa jurusan Bahasa Indonesia dan Seni Budaya
Setiap tahun mahasiswa-mahasiswa dari berbagai negara mitra berkesempatan melamar beasiswa Darmasiswa dari Kemendikbud Indonesia. Dengan beasiswa ini mereka bisa berkuliah Bahasa Indonesia atau jurusan Seni Budaya di salah satu dari puluhan perguruan tinggi di seluruh penjuru Indonesia. Sejak program ini dimulai tahun 1974, lebih 5000 mahasiswa asing dari sekitar 80 negara sempat berkuliah di Indonesia. Kota tujuan favorit sampai sekarang adalah Yogyakarta dan Jakarta.
Dalam rangka Temu Alumni Darmasiswa pertama yang diadakan di Berlin, Jerman, Sabtu (04/05), Iris bersama dua rekannya beraksi di atas panggung, memainkan serangkaian musik yang terinspirasi dari berbagai musik nusantara: dari Sumatra, Jawa Barat, Bali, Sulawesi sampai Papua. Acara diikuti oleh alumni-alumni Darmasiswa dari berbagai kota di Jerman dan bahkan dari negara-negara lain seperti Spanyol, Hongaria dan Polandia. Seusai pertunjukan pembuka, pembawa acara bertanya apa kabar kepada para peserta. Awalnya agak malu, tetapi jawaban terdengar semakin semangat: "Mantul! Mantap Betul!”
"Saya senang dengan pertemuan alumni ini karena saya bisa berkenalan dengan alumni-alumni lain dari Jerman,” tutur Alida, penerima darmasiswa tahun 2012.
Terkesan dengan budaya Jawa
Ketika dulu berkuliah sosiologi di Hongaria, Alida hanya terekspos dengan budaya Eropa dan rasa keingintahuannya atas budaya lain menjadi berkembang. Ketika berkenalan dengan jurusan Asia Tenggara di Berlin, dia mengambil fokus Indonesia, Malaysia dan Singapura, lalu mulai belajar bahasa Indonesia.
Dengan Darmasiswa, Alida kuliah seni fotografi di Jogjakarta dan seusai masa kuliah, dia berkunjung setiap tahunnya ke Indonesia untuk tinggal selama beberapa bulan. Salah satu pengaruh besar kuliah di Indonesia bagi profesi Alida adalah sejumlah buku dan koleksi foto yang dia buat tentang candi-candi Hindu-Buddha di Yogyakarta dan sekitar. Tetapi pengalaman berharga tidak terbatas di lingkup studi saja. Ketika mendengar tentang Darmasiswa, dia langsung mendaftar.
"Yang paling penting untuk saya selama darmasiswa di Yogyakarta adalah budaya Jawa. Menarik sekali bagi saya untuk melihat budaya yang masih hidup sekali” ujar Alida. Di luar universitas, Alida juga mengaku sangat senang dengan kehidupan yang berbeda dengan di Eropa: "Orang-orang di Jogja sangat ramah dan selalu optimis. Mahasiswa, tetangga dan dosen juga selalu punya waktu untuk mengobrol berjam-jam, saya suka sekali karena bisa membicarakan suatu topik secara mendalam. Kalau di Jerman itu kadang sudah, walaupun dengan teman, karena mereka sibuk dan tidak ada waktu. ” jelasnya dalam bahasa Indonesia.
Belajar dari kehidupan di luar perkuliahan
Kadir yang berusia 32 tahun juga setuju, bahwa penerima Darmasiswa tidak hanya mendapat manfaat dari dunia perkuliahan saja. Pria asal Berlin yang dulunya berkuliah menjadi guru ini sempat kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Politeknik Negeri Jakarta. Dia memang agak menyayangkan, bahwa pelajaran Bahasa Indonesia di sana waktu itu dirasakan kurang optimal, terutama karena dia termasuk angkatan pertama mahasiswa Bahasa Indonesia bagi penutur asing. "Memang pelajaran Bahasa Indonesianya seharusnya bisa lebih banyak lagi, tetapi program beasiswa ini juga dimaksudkan untuk berkenalan dengan Indonesia untuk membangun suatu hubungan yang tahan lama,” ujar Kadir.
"Yang paling saya ambil dari pengalaman ini adalah pengertian tetang kehidupan dan agama,” lanjut Kadir. "Bagi saya, merupakan pengalaman yang indah melihat bagaimana spiritualitas mengalir dalam hidup semua orang dan bahwa manusia tidak hanya hidup di dunia materi saja.” Bagi Kadir yang orang tuanya berasal dari Turki, tinggal di Indonesia waktu itu adalah kali pertamanya tinggal di sebuah negara dengan begitu banyak penduduk Muslim. "Islam di Indonesia berbeda dengan di Turki atau Jerman. Ini sangat mempengaruhi cara pandang saya terhadap agama dan kehidupan saya. Sebuah pengaruh besar.” Sampai sekarang Kadir tetap merasa terhubung dengan Indonesia dan secara rutin berkunjung ke Indonesia bersama istrinya.
Berbagi pengalaman dengan sesama alumni
Dalam Temu Alumni Darmasiswa ini, para alumni juga berkesempatan berbagi tentang pengalaman dan hasil risetnya semasa di Indonesia dan setelahnya. Beberapa foto Alida yang dulu berkuliah di Yogyakarta menghiasi ruangan Rumah Budaya Indonesia Berlin, yang dipilih menjadi lokasi acara. Dia juga mempresentasikan riset yand dirangkai foto-foto mata air suci di Yogyakarta.
Setelah itu rekan alumni Monika dan Dorota mendapat giliran mempertunjukkan film "Dreams of Java” tentang praktik Jathilan yang rekaman gambarnya mereka kumpulkan di masa darmasiswa mereka. Setelah kembali dari Indonesia, kedua kakak beradik dari Polandia ini menyelesaikan filmnya dan semakin tertarik dengan bidang film lalu berlanjut berprofesi menjadi pembuat film.
Acara tidak akan lengkap tanpa musik dan tarian yang menjadi salah satu daya pesona Indonesia di kalangan peminat darmasiswa. Dipandu oleh Kathleen yang sempat berkuliah Bahasa Indonesia di Denpasar, peserta Temu Alumni menyanyi beberapa lagu daerah sambil menari bersama. Sebagai acara penutup, Iris serta rekan-rekan bandnya dengan semangat mengajarkan hadirin menari Tari Kecak sambil mengalunkan bunyi khasnya. Melalui para alumni Darmasiswa, budaya Indonesia juga menjadi hidup di Eropa.