Keluarga Pelestari Reog Turun-temurun di Kota Pahlawan
Sudah empat generasi keluarga di Surabaya ini makan garam melestarikan kesenian pertunjukan reog dan jaranan. Mereka berharap bisa terus bertahan melewati pasang surut zaman.
Turun-temurun lestarikan kesenian reog
Andik Iswanto,35, adalah generasi ke-4 di Paguyuban Reog Singo Mangku Joyo. Ia menggantikan sang ayah (Sugianto) yang meninggal dunia Juni 2021. "Saat itu saya diminta ayah dan keluarga besar untuk menggantikan sekaligus menjaga keberlangsungan Singo Mangku Joyo. Jadi saya mendapat mandat sejak ayah meninggal," ujarnya. "Bapak memegang reog ini sejak tahun 2000 atau 21 tahun silam."
Berawal dari tahun 1951
Cerita keluarga pelestari pertunjukkan reog di Surabaya ini dimulai dari Mbah Wagiyo yang membawa kesenian jaranan dari Ngawi ke Surabaya sekitar tahun 1951. Ia membuat paguyuban kesenian jaranan dengan nama Suko Budojoyo di Surabaya. Hingga akhirnya menjadi Paguyuban Reog Singo Mangku Joyo sejak 1980. Artinya kurang lebih Harimau Memangku Kejayaan.
Diurus oleh keluarga besar
Meski berganti pemimpin dan sudah sampai generasi keempat, roh Singo Mangku Joyo tidak akan berubah karena masih dikelola oleh tim adalah keluarga besar Wagiyo, kata Andik. Saat ini, ada 35 orang dalam tim Singo Mangku Joyo dan hanya empat atau lima orang yang tidak memiliki hubungan darah. Seluruh keluarga besar ini tinggal di sebidang tanah yang dibeli oleh Mbah Wagiyo saat merantau ke Surabaya.
Seniman dengan beragam latar belakang
Di setiap pentas, ada 35 orang tim yang ikut hadir. Yang termuda (7 tahun) berperan sebagai ganongan dan yang tertua (45 tahun) bertugas di alat musik. Ada 6 penari warok, 6 pemain jatil, 2 pemain reog, dan 10 pemain musik. Para seniman ini kesehariannya berasal dari latar belakang berbeda, mulai dari pelajar, tukang tambal ban, kuli bangunan, hingga sopir, ujar Andik kepada DW Indonesia.
Kolaborasi dengan seniman lain
Pendapatan dari pentas berkisar Rp5-6 juta dibagi ke seluruh tim. Meski tidak meninggalkan pakem yang ada, Singo Mangku Joyo menambah beberapa unsur kesenian lain dalam setiap pementasan, mulai dari Tari Remo, jaranan, silat, dagelan (humor), hingga debus. “Untuk beberapa kesenian seperti debus, biasanya kami berkolaborasi dengan pihak lain yang lebih memiliki skil di sana,” tandas Andik.
Kios reog bantu pemasukan saat pandemi
Untuk menambah pemasukan bagi keluarga dan anggota timnya terutama selama pandemi corona, Andik membuka kios yang menjual pernak-pernik suvenir reog. Beberapa pembelinya adalah ibu rumah tangga yang ingin memberikan oleh-oleh unik buat anak atau cucu mereka. Asesori ini dijual mulai dari harga Rp30 ribu per buah. (ae)