Kamp Pengungsi Terbesar di Dunia
7 Agustus 2011
Mereka yang berhasil sampai ke sini untuk sementara selamat. Hampir setiap harinya, dari Somalia sekitar 2.000 pengungsi berdatangan ke kantor pendaftaran di tempat penampungan Dadaab. Banyak dari mereka berhasil tiba dengan kekuatan terakhir, setelah berjalan kaki berminggu-minggu melalui perbatasan menuju Kenya.
"Di kampung halaman, kami punya ternak dan menanami sebidang tanah. Semua onta, sapi dan kambing kami mati, dan tanah terpecah-pecah karena kekeringan. Kami tidak bisa membeli makanan di pasar, bahan pangan jadi tidak terbayar.“ Demikian dikatakan Fatuma. Tiga anaknya memeluk tubuhnya erat-erat. Di Dadaab, ia mendapat kartu untuk mengambil makanan. Itu adalah makanan pertama yang mereka peroleh sejak lama. Akhirnya ia juga dapat memberikan makanan kepada anak-anaknya.
Kekeringan Terburuk
Kekeringan kali ini adalah yang paling buruk sejak lama di daerah Tanduk Afrika. Beberapa musim hujan lewat tanpa turunnya hujan yang cukup. Ternak sudah lama mati, dan di ladang tidak ada lagi yang tumbuh. Yang paling terpuruk adalah Somalia selatan, daerah yang tanpa bencana saja sudah sengsara. Sejak puluhan tahun lalu, warga sudah menderita akibat perang dan bentrokan. Milisi radikal Islam, Al Shabaab menguasai wilayah itu dan menteror rakyat. Sampai beberapa hari lalu, mereka melarang masuknya bantuan. Fatuma Khalil yang baru tiba di Dadaab bercerita, "Al Shabaab dan kekeringan sama buruknya. Pertama-tama, Al Shabaab membunuh orang-orang tidak bersalah, sekarang kekeringan yang merenggut nyawa. Oleh sebab itu kami lari ke Kenya.“
Sekarang, milisi Al Shabaab juga meminta pertolongan, dan bahkan menawarkan dukungan logistik. Tetapi organisasi pertolongan tidak percaya dengan penawaran mereka. Untuk sementara, warga Somalia selatan terpaksa harus mengusahakan sendiri pertolongan. Bagi Jens Oppermann dari organisasi bantuan Jerman "Aktion gegen den Hunger“ ini situasi yang mengenaskan "Ini semua, bencana kekeringan yang kita lihat sekarang, bisa mencapai cakupan yang dapat dibandingakan dengan bencana di Ethiopia dulu, di tahun 1980-an. Ini situasi yang bagi penduduk, juga bagi kami dari organisasi kemanusiaan serta pekerja-pekerja kami, sering sangat sulit untuk dicerna. Itu saya katakan dengan jujur. Penderitaan warga sudah mencapai taraf yang sering tidak bisa dibayangkan lagi," demikian Oppermann
Banyak dari pengungsi yang tiba di Dadaab memaparkan kisah mengerikan. Beberapa dari mereka harus meninggalkan anggota keluarganya untuk dapat menyelamatkan diri. Banyak ibu menceritakan bahwa anak-anak mereka meninggal di jalan karena keletihan.
Tidak Mampu Menolong Pengungsi
Allison Oman adalah penasehat bidang pangan dalam badan PBB yang mengurus pengungsi, UNHCR. Ia bekerja di klinik di Dadaab selama hampir 24 jam sehari. Meskipun demikian, Allison Oman, para pekerja lainnya dan para dokter tidak berhasil memberikan bantuan memadai kepada pengungsi. "Sekarang terutama berdatangan perempuan dan anak-anak. Anak-anak berada dalam keadaan yang sangat, sangat buruk. Kami berusaha untuk segera memeriksa mereka, agar mereka segera mendapatkan makanan yang dibutuhkan,“ demikian Allison Oman.
Tetapi para pekerja kemanusiaan tidak dapat menolong semua orang. Banyak dari mereka sudah terlalu lama menderita kelaparan, sebelum mereka pergi ke Dadaab. "Sayangnya banyak anak yang meninggal. Kebanyakan dari mereka dalam 24 jam pertama. Banyak orang ragu, sampai tidak ada jalan keluar lain, sebelum mereka meninggalkan Somalia. Kemudian mereka berjalan kaki dua sampai tiga pekan, sementara anak-anak kian melemah. Belakangan ini, jumlah kematian di kamp pengungsi meningkat enam kali lipat,“ demikian dijelaskan Oman.
Berapa jumlah orang yang menderita kelaparan di Somalia selatan, tidak dapat diperkirakan. Jika hanya berdasarkan penuturan para pengungsi, situasinya sangat buruk, tetapi kepastian hanya bisa diperoleh, jika organisasi-organisasi bantuan berani memasuki daerah yang sampai sekarang tertutup.
Situasi di Dadaab Semakin Sulit
Di Dadaab situasi semakin meruncing, karena pengungsi sudah melebihi jumlah yang dapat ditampung. Saat ini memang semua orang dapat memperoleh bahan pangan. Tetapi organisasi bantuan khawatir, dalam beberapa pekan mendatang bantuan akan kurang. Demikian dikatakan Fafa Attidzah dari UNHCR. Ia menambahkan, "Jika situasi buruk ini masih berlangsung tiga sampai empat bulan, kita juga akan menghadapi krisis di sini. Yang kita bicarakan adalah 35.000 orang sebulan. Dalam empat bulan jumlahnya menjadi 140.000. Kita tidak mungkin memberi makan sebegitu banyak orang, juga memberikan obat-obatan, air dan tempat bernaung.“
Awalnya Dadaab dipersiapkan untuk 90.000 orang. Sekarang yang hidup di tempat penampungan itu sudah hampir 400.000 orang. Mereka yang baru tiba sering harus mencari tempat di luar kamp pengungsi. Mereka tinggal di tenda-tenda di daerah yang gersang, di mana hanya tumbuh sedikit semak
"Saya lari dari kelaparan di negara saya. Saya mencari bantuan di sini, tetapi tidak ada yang memberikan saya tempat untuk tidur. Sekarang saya tidur di langit terbuka.“ Demikian dikatakan Abdul Mohammed, seorang pria tua yang tampak lemah. Pengungsi berusaha membuat atap dari kantong plastik dan kain terpal. Tetapi situasi buruk membuat mereka tambah lemah. Saouda Mohamed, seorang pengungsi lain bercerita, mereka hanya punya pakaian yang ada di badan. Mereka perlu tenda, karena di malam hari suhu sangat dingin. Sembilan ribu tenda tambahan bagi para pengungsi sekarang sudah dikumpulkan. Tetapi karena yang datang puluhan ribu setiap pekannya, itu pasti tidak akan cukup.
Antje Diekhans / Marjory Linardy
Editor: Vidi Legowo