1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jika Setujui Revisi UU KPK, Jokowi Khianati Rakyat

12 September 2019

Presiden Joko Widodo telah mengirim Surat Presiden terkait Revisi UU KPK. TII dan ICW menganggap langkah ini sebagai pengkhianatan pada masyarakat dan kegagalan dalam mencegah pelemahan KPK.

https://p.dw.com/p/3PTJe
Indonesien | Zentrale  Indonesia Corruption Eradication Commision
Foto: DW/R. Putra

Presiden telah mengirim Surat Presiden (Surpres) Revisi UU KPK ke DPR. Menurut analisis Transparency International Indonesia (TII), langkah Jokowi itu adalah pengkhianatan terhadap masyarakat.

"Presiden mengkhianati kepercayaan publik. Lebih dari itu, dia juga mengkhianati janji politiknya untuk memperkuat KPK yang ada dalam Nawacita," kata peneliti TII, Alvin Nicola, kepada wartawan, Kamis (12/09).

Alvin mengungkit Nawacita Jokowi. Dalam 9 poin Nawacita, ada poin nomor 4 yang memuat janji menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.

Selain mengkhianati publik dan janji politik dalam Nawacita, langkah Jokowi mengirim Surpres Revisi UU KPK dinilainya sebagai pertanda buruk untuk kesan Indonesia di mata dunia.

"Ini jadi preseden buruk bagi citra Indonesia di dunia internasional dan menurunkan kepercayaan investor karena lemahnya penegakan hukum korupsi," kata Alvin.

Surpres Jokowi itu sebelumnya telah dijelaskan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Surpres telah dikirim pada Rabu (11/09) kemarin.

"Supres RUU KPK sudah diteken Presiden dan sudah dikirim ke DPR tadi," kata Mensesneg Pratikno kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/09) kemarin.

Pratikno memastikan pemerintah merevisi banyak poin dari draf RUU KPK yang disusun DPR. Daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU KPK yang dikirim pemerintah banyak merevisi draf DPR.

"Tapi bahwa DIM yang dikirim pemerintah banyak merevisi draf yang dikirim DPR. Pemerintah sekali lagi, presiden katakan KPK adalah lembaga negara yang independen dalam pemberantasan korupsi, punya kelebihan dibandingkan lembaga lainnya. Sepenuhnya presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR," kata Pratikno.

Kecewa dengan keputusan presiden

ICW menilai surat presiden (surpres) revisi UU KPK akan menjadi sejarah buruk bagi Presiden Joko Widodo. Peneliti ICW Donal Fariz menyebut Jokowi lebih mendengarkan partai politik dibandingkan suara rakyat.

"Dengan ditandatanganinya Surpres tersebut akan menjadi sejarah terburuk dalam kepemimpinan Jokowi. Beliau lebih mendengarkan kemauan partai dibandingkan suara masyarakat dan para tokoh yang ingin KPK kuat dan independen," kata Donal kepada wartawan, Rabu (11/09).

"Sekarang KPK berada diujung tanduk karena pembahasan di DPR cenderung tidak akan terkontrol," imbuh dia.

Donal mengaku kecewa terhadap keputusan Jokowi atas supres revisi UU KPK tersebut. Presiden Jokowi dinilainya gagal memenuhi harapan publik menjadi benteng terakhir dari upaya pelemahan KPK.

"Keputusan Presiden tidak hanya mengecewakan, tapi menyakitkan bagi pemberantasan korupsi. Presiden gagal memenuhi harapan publik untuk menjadi benteng terakhir dari upaya pelemahan melalui revisi UU yang diusulkan oleh DPR. Padahal beliau sendiri penerima Bung Hatta Anticorruption," jelas dia.

Selain itu, dia menyebut Jokowi terlalu terburu-buru mengirimkan supres revisi UU KPK tersebut. Padahal Jokowi diberikan waktu 60 hari untuk mengkaji draft revisi UU KPK itu.

"Selain itu, Langkah Presiden amat terburu -buru, padahal presiden memiliki waktu selama 60 hari untuk mengkaji secara mendalam draft RUU yang diusulkan DPR tersebut. Presiden telah mengambil langkah keliru diujung pemerintahannya yang pertama," tutur Donal.

(Ed: vv/ts)

Baca selengkapnya di (detikNews):

Setujui Revisi UU KPK, Jokowi Dinilai Khianati Publik

Persetujuan Revisi UU KPK Dianggap Jadi Sejarah Terburuk Kepemimpinan Jokowi