Jutaan Warga Kenya Terancam Kelaparan
5 Februari 2009Di siang itu, Monica Sakaio sedianya ingin menyiapkan hidangan bagi 13 anggota keluarganya. Namun, perempuan ceking itu hanya berdiri di depan gubuk di Desa Kiwanzani. Di tangannya, tergenggam kantung plastik kecil. Sakaio berkata lirih:„ Anda lihat, kantung ini kosong…Hari ini lagi-lagi tidak ada sup jagung yang bisa disajikan.“
Ia merogohkan tangannya ke dalam kantung, memutarkan ke bagian kiri, namun hanya sedikit tepung terigu yang terekat di jari-jemari tangannya.„Benih-benih dari ladang kami kering,“ ujar perempuan berusia 40 tahun itu: „Persediaan kami sudah habis dimakan dan kami tak punya uang lagi, untuk membeli makanan.“
Sakaio tidak sendirian, begitu banyak keluarga di Kenya, baik di timur maupun di belahan utara negeri itu mengalami nasib serupa. Di sana, dimana hujan tak kunjung turun pada musim penghujan terakhir, orang hanya makan sekali dalam sehari, situasi memprihatinkan itu semakin meruncing.
Presiden Kenya, Mwai Kibaki menyatakan : „pemerintahan kami telah bereaksi dan menyatakan ancaman kelaparan ini sebagai bencana nasional.“ Kibaki mendesak dikucurkannya bantuan sebesar 300 juta euro dari masyarakat internasional, untuk menyelamatkan 10 juta rakyat Kenya yang terancam kelaparan. Sebenarnya berapa jumlah mereka yang membutuhkan pertolongan darurat masih diperdebatkan diantara pengamat, namun berapapun jumlah itu yang jelas: Krisis ini muncul karena kesalahan negara sendiri, ujar ekonom James Shikwati: "Ini merupakan problem politik. Sama sekali tak ada hubungannya dengan kekeringan. Dan sebenarnya juga tidak ada kekurangan persediaan makanan.“
Kenyataannya adalah pejabat tinggi dan pedagang melakukan penyimpangan terhadap persediaan makanan pokok negara, menahannya dengan sengaja, sehingga kosong di pasaran, untuk kemudian memasarkannya dengan harga sangat tinggi. Tidak hanya itu, ditambahkan ketua perhimpunan petani Kenya, Ndwati Kariuki: „Di sini terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan tinggi di tengah rakyat Kenya yang kelaparan, dengan menjual persediaan makanan ke luar negeri.“
Kenyataannya, terdapat 40 ribu ton jagung, di badan logistik Kenya, yang diekspor ke selatan Sudan dan dijual kepada organisasi bantuan dengan harga tinggi. Pengamat ekonomi pertanian dari organisasi bantuan Welthungerhilfe, Elijah Muli berujar: „Perubahan iklim, menyebabkan curah hujan begitu sedikit dan kekurangan air, itu satu. Namun di lain sisi, pemerintahan yang gagal. Kerena situasi darurat terus terjadi dan dapat diperkirakan sebelumnya“
Di Kiwanzani sendiri dan desa-desa di sekitarnya sebenarnya makanan pokok jagung tersedia. Toko-toko dan gudang-gudang logistik dipenuhi jagung. Namun dengan harga yang dinaikan tiga kali lipat, maka orang-orang menjadi kelaparan.(ap)