1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Dapat Terbitkan Perppu Hadapi Krisis COVID-19

16 Maret 2020

Tahun 2018 Presiden Joko Widodo tandatangani UU Kekarantinaan Kesehatan, namun belum berlaku efektif karena belum adanya Peraturan Pemerintah. Yusril Ihza Mehendra sebut Perppu dapat diterbitkan untuk hadapi COVID-19.

https://p.dw.com/p/3ZUlJ
Simbol hukum
Foto: Fotolia/Sebastian Duda

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani UU Kekarantinaan Kesehatan atau yang saat ini familiar dengan istilah 'lockdown'. Namun, UU itu belum berlaku efektif karena Peraturan Pemerintah (PP) belum dibuat Jokowi.

Kekarantinaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dalam Pasal 10 disebutkan, Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah," demikian bunyi Pasal 10 ayat 4 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, sebagaimana dikutip detikcom, Senin (16/03).

Selain itu, Karantina pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dapat dilakukan dengan cara:

1. Karantina Rumah

2. Karantina Wilayah

3. Karantina Rumah Sakit

4. Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan

Dalam UU itu, juga diatur Pembatasan Sosial Berskala Besar, paling sedikit meliputi:

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;

b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau

c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

UU di atas ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Agustus 2018. Namun, untuk pelaksanaannya, dibutuhkan Peraturan Pemerintah (PP). Hingga hari ini, PP terkait belum dibuat.

Terbitkan Perppu

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan situasi saat ini sudah genting, sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi hambatan hukum dalam menangani COVID-19. Perppu dilakukan untuk merevisi UU Kesehatan.

"Presiden dalam situasi genting seperti ini dapat saja menerbitkan Perppu untuk mengubah beberapa pasal Undang-Undang tentang Kesehatan. Pemerintah juga dapat mengalokasikan dana yang lebih besar untuk menanggulangi bencana ini," kata Yusril dalam keterangan pers tertulis, Senin (16/03).

Mantan Menteri Hukum dan HAM yang pernah menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf Amin pada 2019 ini mendesak pemerintah pusat mengambil alih penanganan merebaknya COVID-19. Soalnya, pandemi ini semakin hari kian mengkhawatirkan.

"Sejalan dengan prinsip otonomi daerah, masalah kesehatan dan penanggulangan wabah memang menjadi kewenangan daerah. Namun mengingat wabah ini berpotensi merebak ke semua daerah, maka semestinya penanganannya diambil alih pemerintah pusat. Kebijakan pusat harus sama, namun pelaksanaannya dilakukan oleh daerah-daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing," kata Yusril.

Yusril memandang penanganan COVID-19 lebih baik dipimpin seorang menteri koordinator dengan beberapa menteri dan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian. Yusril menilai saat ini pemerintah sudah telat bergerak mengatasi merebaknya wabah virus corona COVID-19.

"Pemerintah pusat memang sudah terlambat melakukan koordinasi dengan daerah-daerah dalam menangani virus Corona ini sehingga daerah-daerah mungkin karena panik, mulai mengambil langkah sendiri-sendiri," kata Yusril. (Ed: rap/gtp)

 

Baca selengkapnya di: Detik News

Jokowi Tandatangani 'UU Lockdown' di 2018, Belum Ada PP-nya hingga Hari Ini

Yusril: Pandemi Corona Situasi Genting, Jokowi Dapat Terbitkan Perppu